SYIRKAH
Makalah
ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah
“HUKUM PERJANJIAN ISLAM”
Disusun
oleh :
Asrori
Ibnu Ridlo 1212007
Abdul Jabbar Taufiqi 1212012
Dosen
Pembimbing :
Mahnud Huda, M.Si.
JURUSAN AHWAL ASY-SYAKHSIYAH FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI
DARUL ULUM JOMBANG
2013
PEMBAHASAN
A. Defenisi dan
Dasar Hukum Usaha Bersama (Syirkah) dalam Islam
Syirkah
dari segi bahasa adalah (al ikhtilath) yaitu penggabungan dua harta atau lebih
menjadi satu bagian utuh. Sedang menurut Istilah syari’, makna syirkah
adalah hak kepemilikan suatu hal (yaitu kerjasama dalam usaha atau
sekedar kepemilikan suatu benda) oleh dua orang atau lebih sesuai prosentase
tertentu.
Hukum
melakukan syirkah adalah mubah, dengan dalil dari Alquran dan As sunnah serta
Ijma’
Dasar
dari Alqur’an adalah Firman Allah Ta’ala : {فهم
شركاء في الثلث} [النساء:12/4] “maka
mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu”.
Adapun
dasar dari Sunnah Dalam syirkah ada keberkahan dari Allah Ta’ala dalam
bentuk perlindungan dan kemudahan dalam menjalankan usaha selama tidak terjadi
penghianatan.
ففي الحديث القدسي فيما يروى عن أبي
هريرة رفعه إلى النبي صلّى الله عليه وسلم قال: إن الله عز وجل يقول: «أنا ثالث
الشريكين ما لم يخن أحدهما صاحبه، فإذا خانه خرجت من بينهما» رواه أبو داود
Dalam
hadit qudsi , sebagaimana yang diriwayatkan oleh abu huroiroh dari Rasulullah
Shalallhu alaihi wasalam bersabda: sesungguhnya Allah azza wajala berkata :
"Aku adalah pihak ketiga (Yang Maha Melindungi) bagi dua orang yang
melakukan syirkah, selama salah seorang diantara mereka tidak berkhianat kepada
peseronya. Apabila diantara mereka ada yang berkhianat, maka Aku akan keluar
dari mereka (tidak melindungi)”.
B. Rukun dan
Syarat Syirkah
Rukun
Syirkah adalah sesuatu yang harus ada ketika syirkah itu berlangsung. Rukun
syirkah yang pokok ada 3 (tiga) yaitu:
1. Akad (ijab-kabul), disebut juga shighat;
2. Dua pihak yang berakad (‘âqidâni), syaratnya harus
memiliki kecakapan (ahliyah) melakukan tasharruf (pengelolaan harta);
3. Obyek akad (mahal), disebut juga ma’qûd ‘alayhi,
yang mencakup pekerjaan (amal) dan/atau modal (mâl).
Menurut
ulama Hanafiah, rukun syirkah hanya ijab dan qabul atau serah terima. Sedangkan
orang yang berakad dan obyek akad bukan termasuk rukun, tapi syarat. Dan
menurut jumhur ulama, rukun syirkah meliputi shighat (lafaz) ijab dan qabul,
kedua orang yang berakad, dan obyek akad.
Syarat Syirkah merupakan perkara penting yang harus ada sebelum
dilaksanakan syirkah. Jika syarat tidak terwujud, maka akad syirkah itu batal.
Adapun
syarat sah akad ada 2 (dua) yaitu:
1. Obyek akadnya berupa tasharruf, yaitu aktivitas
pengelolaan harta dengan melakukan akad-akad, misalnya akad jual-beli;
2. Obyek akadnya dapat diwakilkan (wakalah), agar
keuntungan syirkah menjadi hak bersama di antara para syarîk (mitra usaha).
C. Macam-Macam Syirkah
Syirkah Al-Amlak (perserikatan dalam
pemilikan)
Syirkah Al-‘Uqud (perserikatan
berdasarkan suatu akad)
1. Syirkah Al-Amlak
Menurut Sayyid Sabiq, syirkah al-amlak adalah bila lebih
dari satu orang memiliki suatu jenis barang tanpa didahului aqad, baik bersifat
ikhtiari atau jabari. Syirkah al-amlak terbagi dua :
a.
Ikhtiari (perserikatan yang dilandasi
pilihan orang yang berserikat), yaitu perserikatan yang muncul akibat tindakan
hukum orang yang berserikat, seperti dua orang sepakat membeli suatu barang,
atau mereka menerima harta hibah secara berserikat. Maka barang atau harta
tersebut menjadi harta serikat bagi mereka berdua.
b.
Jabari (perserikatan yang muncul secara
paksa, bukan atas keinginan orang yang berserikat), seperti harta warisan,
menjadi milik bersama orang-orang yang berhak menerima warisan.
Status
harta dalam syirkah al-amlak adalah sesuai hak masing-masing, bersifat mandiri
secara hukum. Jika masing-masing ingin bertindak hukum terhadap harta serikat
itu, harus ada izin dari mitranya. Hukum yang terkait dengan syirkah al-amlak
dibahas secara luas dalam bab wasiat, waris, hibah dan wakaf.
2. Syirkah Al-‘Uqud
Akad yang disepakati dua orang atau lebih untuk mengikatkan
diri dalam perserikatan modal dan keuntungannya. Syirkah al-‘uqud terbagi lima:
a.
Syirkah al-‘inan (شركة العنان), yaitu
perserikatan dalam modal (harta) antara dua orang atau lebih, yang tidak harus
sama jumlahnya. Keuntungan dan kerugian dibagi dua sesuai prosentase yang telah
disepakati. Sedangkan kerugian menjadi tanggung jawab orang-orang yang
berserikat sesuai dengan prosentase penyertaan modal/saham masing-masing. Para
ulama sepakat, hukumnya boleh.
b. Syirkah Abdan/A’mal, perserikatan yang dilakukan oleh dua
pihak untuk menerima suatu pekerjaan, seperti kerjasama seprofesi antara dua
orang arsitek atau tukang kayu dan pandai besi untuk menggarap sebuah proyek.
Hasil atau imbalan yang diterima dibagi bersama sesuai kesepakatan. Menurut
ulama Malikiyah, Hanafiyah, Hanabilah dan Zaidiyah hukumnya boleh. Ulama
Malikiyah mengajukan syarat, yaitu bahwa kerja yang dilakukan harus sejenis,
satu tempat, serta hasil yang diperoleh dibagi menurut kuantitas kerja
masing-masing. Menurut ulama Syafi’iyah, Syi’ah Imamiyah, perserikatan seperti
ini hukumnya tidak sah, karena yang menjadi obyek perserikatan adalah
harta/modal, bukan kerja, disamping pula, kerja seperti ini tidak dapat diukur,
sehingga dapat menimbulkan penipuan yang membawa kepada perselisihan.
c.
Syirkah al-Mudharabah, persetujuan
antara pemilik modal dengan pengelola untuk mengelola uang dalam bentuk usaha
tertentu, keuntungannya dibagi sesuai kesepakatan bersama, sedangkan kerugian
menjadi tanggungan pemilik modal saja.
d. Syirkah Wujuh, serikat yang dilakukan dua orang atau lebih
yang tidak punya modal sama sekali, dan mereka melakukan suatu pembelian dengan
kredit serta menjualnya dengan harga tunai; sedangkan keuntungannya dibagi
bersama. Mirip seperti kerja makelar barang, bukan makelar kasus (markus).
Ulama Hanafiah, Hanabilah dan Zaidiyah menyatakan hukumnya boleh, karena
masing-masing pihak bertindak sebagai wakil dari pihak lain, sehingga pihak
lain itupun terikat pada transaksi yang dilakukan mitra serikatnya. Sedangkan
ulama Malikiyah, Syafi’iyah menyatakan tidak sah dan tidak dibolehkan, karena
modal dan kerja dalam perserikatan ini tidak jelas.
e.
Syirkah Mufawadhah, perserikatan dua
orang atau lebih pada suatu obyek, dengan syarat masing-masing pihak memasukkan
modal yang sama jumlahnya, serta melakukan tindakan hukum (kerja) yang sama
pula. Jika mendapat keuntungan dibagi rata, dan jika berbeda tidak sah.
Masing-masing pihak hanya boleh melakukan transaksi jika mendapat persetujuan
dari pihak lain (sebagai wakilnya), jika tidak, maka transaksi itu tidak sah.
Ulama Hanafiah dan Zaidiyah menyatakan bentuk perserikatan seperti ini
dibolehkan. Sedangkan ulama Syafi’iyah dan Hanabilah menyatakan tidak boleh,
karena sulit untuk menentukan prinsip kesamaan modal, kerja dan keuntungan
dalam perserikatan itu, disamping tidak ada satu dalilpun yang shahih yang bisa
dijadikan dasar hukum. Tetapi mereka membolehkan Mufawadhah seperti pandangan
Malikiyah, yaitu boleh mufawadhah jika masing-masing pihak yang berserikat
dapat bertindak hukum secara mutlak dan mandiri terhadap modal kerja, tanpa
minta izin dan musyawarah dengan mitra serikatnya.
Sedangkan
di Indonesia perseroan atau serikat tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam
dua bentuk, yaitu:
1.
Perkumpulan yang tidak berbadan hukum.
2.
Perkumpulan yang berbadan hukum.
Adapun
perkumpulan (serikat) yang tidak berbadan hukum itu terdiri dari:
1)
Persekutuan perdata
2)
Persekutuan firma, dan
3)
Persekutuan komanditer.
Sedangkan
persekutuan yang berbadan hukum itu seperti:
1)
Perseroan Terbatas (PT),
2)
Koperasi, dan
3)
Perkumpulan saling menanggung.
Menyangkut
pendirian perkumpulan/serikat yang tidak berbadan hukum, bahwa dapat dikatakan
bahwa pendiriannya tidak perlu mendapatkan pengesahan dari pemerintah,
misalnya:
1)
Untuk mendirikan persekutuan perdata tidak perlu ada
formaliitas sedkitpun, pendiriannya cukup dilakukan dengan adanya kesepakatan
para pihak, pendaftaran dan pengumuman tidak perlu dilakukan.
2)
Untuk mendirikan persekutuan firma, biasanya didirikan
dengan Akta Notaris, setelah didirikan kemudian didaftarkan di Kepaniteraan
Pengadilan Negeri setempat dan diumumkan dalam berita Negara Republik
Indonesia.
3)
Untuk mendirikan persekutuan komanditer, cukup dilakukan
sebagaimana halnya pendirian Persekutuan Firma.
Berbeda hanya
dengan mendirikan sebuah Serikat yang berbadan hukum, yang mana pendirian suatu
Serikat yang berbadan hukum disyaratkan adanya pengesahan dari Pemerintah.
Pengesahan Pemerintah ini dimaksudkan
sebagai tindakan preventif, misalnya:
1)
Dalam hal mendirikan suatu serikatyang berbentuk
Perseroan Terbatas, pendiriannya dilakukan dengan Akta Notaris, dan kemudian
akta pendirian tersebut mutlak diperlukan pengesahan akta pendirian dan
Anggaran Dasarnya oleh Pemerintah, dalam hal ini Mentri Kehakiman.
2)
Untuk mendirikan perkumpulan yang berbentuk Koperasi,
akta perdiriannya mutlak disahkan oleh Pemerintah, dalam hal ini Mentri yang
diserahi untuk melaksanakan urusan perkoperasian.
D. Sifat Akad Perkongsian dan Kewenangan
1.
hukum kepastian (luzum) syirkah
Kebanyakan ulama fiqih berpendapat bahwa akad
syirkah dibolehkan, tetapi tidak
lazim. Oleh karena itu, salah seorang yang bersekutu dibolehkan membatalakan
akad atas sepengetahuan rekannya untuk menghindari kemadlaratan.
2.
kewenangan syarik (yang berserikat)
Para ahli fiqih sepakat bahwa
kewenangan syarik perkongsian adalah amanah, seperti dalam titipan, karena
memegang atau menyerahkan harta atas izin rekannya.
E. Hal yang
Membatalkan Syirkah
1. pembatalan syirkah
secara umum
·
pembatalan dari salah seorang yang bersekutu
·
meninggalnya salah seorang syarik
·
salah seorang syarik murtad atau membelot ketika
perang
·
gila
2.
pembatalan syirkah secara khusus
·
harta syirkah rusak (syirkah amwal)
·
tidak ada kesamaan modal (syirkah mufawidhah)
F.
Hikmah Syirkah
Syirkah
mengandung hikmah yang sangat besar, baik bagi pelakunya maupun bagi masyarakat
luas, diantaranya sebagai berikut :
1. Terkumpulnya modal dengan
jumlah yang sangat besar, sehingga dapat digunakan untuk mengadakan
pekerjaan-pekerjaan besar pula.
2. Dapat memperlancar laju
perkembangan ekonomi makro.
3. Terciptanya lapangan
pekerjaan yang lebih luas dan mandiri.
4. Terjalinnya rasa
persaudaraan di antara sesama pemegang modal dan mitra kerja yang lain.
5. Pemikiran untuk memajukan
perusahaan menjadi lebih banyak karena berasal dari banyak orang.
No comments:
Post a Comment