ABSTRAK
Tulisan yang berjudul Batas Minimal Frekuensi Jima’ Sebagai
Pemenuhan Kewajiban Suami Terhadap Istri (Studi Komparatif Tehadap Pendapat
ulama’ Mazhab Syafi‘i Dan ulama’ Mazhab Hanbali) ini berbicara tentang
kewajiban suami terhadap istri khususnya dalam pemuasan hasrat seksualnya,
sehingga perlu diperjelas tentang frekuensinya.
Dalam hal batasan minimal frekuensi persetubuhan, Fuqaha‘
berbeda pendapat. Namun dalam penelitian
ini fokus kajiannya
adalah menelaah dan memperbandingkan pendapat Syafi‘iyyah
dan Hanabilah mengenai batas minimal frekuensi jima’ sebagai pemenuhan
kewajiban suamai terhadap istri.
Mengingat kajian yang dipilih oleh peneliti adalah kajian pustaka,
maka metode yang diambil adalah deskriptif komparatif dengan mengkaji kitab-kitab
dan buku- buku yang berkaitan dengan objek penelitian untuk kemudian dipaparkan
penemuan datanya mengenai pendapat Syafi‘iyyah dan Hanabilah
mengenai batas minimal frekuensi jima’ sebagai pemenuhan kewajiban suami
terhadap istri, serta dianalisis secara komparatif dengan mencari persamaan dan
perbedaan Syafi‘iyyah dan Hanabilah mengenai batas minimal
frekuensi jima’ sebagai pemenuhan kewajiban suamai terhadap istri. Dan ketiga
hal tersebutlah yang dijadikan rumusan masalah oleh peneliti.
Sebagai hasil dari pene litian ini adalah pendapat Syafi‘iyah
tentang batas minimal frekuensi jima’ sebagai pemenuhan kewajiban suami
terhadap istri terbagi dalam tiga pendapat yang berbeda yaitu: Pertama,
mayoritas Syafi‘iyah tidak mewajibkan kecuali satu kali. Kedua,
tidak wajib sama sekali karena jima’ merupakan hak mutlak suami dan kewajiban
bagi istri. Ketiga, pendapat al- Gazali yang menyatakan empat malam satu
kali, tapi apabila tidak dapat dipenuhi, batasan minimalnya adalah enam bulan.
Sedangkan menurut Hanabilah batas minimal frekuensi jima’
sebagai pemenuhan kewajiban suami terhadap istri adalah empat bulan satu kali
apabila dalam keadaan normal, namun bila terdapat uzur, maka
selambat-lambatnya adalah enam bulan satu kali terhitung sejak jima’
sebelumnya.
Persamaan antara dua mazhab ini adalah pendapat Hanbilah
secara keseluruhan dengan al- Gazali – bagian dari Syafi‘iyah – yang
berpendapat batas minimal frekuensi jima’ sebagai pemenuhan kewajiban suami
terhadap istri adalah empat bulan satu kali dalam keadaan normal dan enam bulan
satu kali dalam keadaan uzur. Sedangkan perbedaan yang dapat dijumpai
adalah dengan pendapat dua golongan Syafi‘iyah lainnya. Meskipun
demikian sangat diharapkan adanya kajian ulang terhadap objek tersebut supaya
didapatkan kepstian-kepastian yang teruji dengan saangat mendalam, juga penulis
beraharap ada yang berkenan memberikan saran kritik demi kesempurnaan tulisan
ini.
No comments:
Post a Comment