MAJELIS
KEHORMATAN HAKIM & KOMISI YUDISIAL
Makalah
ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah
“ETIKA
PROFESI PENEGAK HUKUM”
Disusun
oleh :
Asrori
Ibnu Ridlo 1212007
Dosen
Pembimbing :
H
Ilham Tohari, M.Hi.
JURUSAN AHWAL ASY-SYAKHSIYAH FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM JOMBANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kelahiran Komisi Yudisial merupakan respon masyarakat
untuk memperbaiki pengadilan yang tercemar dari praktik-praktik korupsi,
kolusi, dan nepotisme (Thohari, 2004). Komisi Yudisial dipandang perlu untuk
menjawab beberapa masalah internal yang dihadapi Mahkamah Agung sebagai
pemegang kekuasaan kehakiman tertinggi hingga tingkat bawah. Dalam proses
kelahiran dan pembentukannya Komisi Yudisial tidak dapat lepas dari perjuangan
dan dorongan masyarakat sipil (civil society). Naskah akademis
Undang-undang Komisi Yudisial dan usulan draft mengenai Undang-undang Komisi
Yudisial pada tahun 2004 disiapkan oleh CSO (civil society organization)
yang peduli pada reformasi hukum dan peradilan.
Secara kelembagaan Komisi Yudisial hanya ada di
Jakarta sebagai ibukota negara namun wewenang dan tugasnya menjangkau seluruh wilayah
Indonesia.3 Wewenang Komisi Yudisial yang tertera dalam Undang-undang Dasar
1945 adalah mengusulkan pengangkatan hakim agung; dan wewenang lain dalam rangka
menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
sejarah Komisi Yudisial?
2. Apa
tugas dan wewenang Komisi Yudisial?
3. Apa
dasar hokum Komisi Yudisial?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah
Pembentukan Komisi Yudisial
Berawal pada
tahun 1968 muncul ide pembentukan Majelis Pertimbangan Penelitian Hakim (MPPH)
yang berfungsi untuk memberikan pertimbangan dalam mengambil keputusan akhir
mengenai saran-saran dan atau usul-usul yang berkenaan dengan pengangkatan,
promosi, pindahan rumah, pemberhentian dan tindakan/hukuman jabatan para hakim.
Namun ide tersebut tidak berhasil dimasukkan dalam undang-undang tentang
Kekuasaan Kehakiman.
Baru kemudian
tahun 1998 muncul kembali dan menjadi wacana yang semakin kuat dan solid sejak adanya
desakan penyatuan atap bagi hakim, yang tentunya memerlukan pengawasan
eksternal dari lembaga yang mandiri agar cita-cita untuk mewujudkan peradilan
yang jujur, bersih, transparan dan profesional dapat tercapai.
Seiring
dengan tuntutan reformasi peradilan, pada Sidang Tahunan MPR tahun 2001 yang
membahas amandemen ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, disepakati beberapa perubahan dan penambahan pasal yang berkenaan dengan
kekuasaan kehakiman, termasuk di dalamnya Komisi Yudisial yang berwenang
mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka
menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
Berdasarkan pada amandemen ketiga itulah dibentuk Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004
tentang Komisi Yudisial yang disahkan di Jakarta pada tanggal 13 Agustus 2004.
Setelah
melalui seleksi yang ketat, terpilih 7 (tujuh) orang yang ditetapkan sebagai
anggota Komisi Yudisial periode 2005-2010 melalui Keputusan Presiden tanggal 2
Juli 2005. Dan selanjutnya pada tanggal 2 Agustus 2005, ketujuh anggota Komisi
Yudisial mengucapkan sumpah dihadapan Presiden, sebagai awal memulai masa
tugasnya[1].
Undang-Undang
Komisi Yudisial juga telah mengalami perubahan. Tanggal 9 November 2011
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengesahkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi
Yudisial. Perubahan Undang-Undang Komisi Yudisial dilakukan setelah Mahkamah
Konstitusi dalam putusannya Nomor 005/PUU-IV/2006 menyatakan beberapa pasal
dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat. Sehingga, Mahkamah Konstitusi merekomendasikan agar dilakukan
perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004[2].
Sedangkan
Majelis Kehormatan Hakim dijelaskan sebagai oleh Undang-Undang sebagai berikut
Majelis Kehormatan Hakim adalah perangkat yang dibentuk oleh Mahkamah Agung dan
Komisi Yudisial yang bertugas memeriksa dan memutus adanya dugaan pelanggaran
Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim[3].
- Dasar Hukum
Komisi Yudisial negara kita secara
jelas disebut di tiga peraturan perundang-undangan yaitu :
- UUD 1945,
- UUD 1954Pasal 23a ayat (3) UUD 1945:“Calon
hakim agung diusulkan komisi yudisial kepada dewan perwakilan rakyat untuk
mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung
oleh Presiden”.
- Pasal 24b UUD 1945
1. Komisi
Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung
dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan,
keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
2. Anggota
Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum
serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.
3. Anggota
Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan
dewan perwakilan rakyat.
4. Susunan,
kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan Undang-Undang
- UU No 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman
Pasal 34:
Ayat (1)“Ketentuan mengenai syarat
dan tata cara pengangkatan hakim agung dilakukan oleh Komisi Yudisial yang
diatur dengan Undang-Undang”
Ayat (3)“Dalam rangka menjaga
kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim agung dan hakim, pengawasan
dilakukan oleh komisi yudisial yang diatur dalam Undang-Undang.Pemilihan hakim
agung KY bertugas mendaftar, menyeleksi dan menetapkan serta mengajukan calon
hakim agung ke DPR.
- UU No 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial[4].
C. Tujuan Komisi
Yudisial
- Agar
dapat melakukan monitoring secara intensif terhadap penyelenggaraan
kekuasaan kehakiman dengan melibatkan unsur-unsur masyarakat.
- Meningkatkan
efisiensi dan efektifitas kekuasaan kehakiman baik yang menyangkut
rekruitmen hakim agung maupun monitoring perilaku hakim.
- Menjaga
kualitas dan konsistensi putusan lembaga peradilan, karena senantiasa
diawasi secara intensif oleh lembaga yang benar-benar independen.
- Menjadi
penghubung antara kekuasaan pemerintah dan kekuasaan kehakiman untuk
menjamin kemandirian kekuasaan kehakiman[5].
- Mendukung
terwujudnya kekuasaan kehakiman yang mandiri untuk menegakkan hukum
dan keadilan.
- Meningkatkan
integritas, kapasitas, dan profesionalitas hakim sesuai dengan kode etik
dan pedoman perilaku hakim dalam menjalankan kewenangan dan tugasnya[6].
D. Wewenang
Komisi Yudisial
Komisi
Yudisial berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan wewenang lain dalam
rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku
hakim[7].
Tugas Komisi
Yudisial adalah Mengusulkan Pengangkatan Hakim Agung, dengan tugas utama:
1.
Melakukan
pendaftaran calon Hakim Agung;
2.
Melakukan
seleksi terhadap calon Hakim Agung;
3.
Menetapkan
calon Hakim Agung; dan
4.
Mengajukan
calon Hakim Agung ke DPR[8].
E. Pertanggungjawaban
Dan Laporan
Komisi
Yudisial bertanggungjawab kepada publik melalui DPR, dengan cara
menerbitkan laporan tahunan dan membuka akses informasi secara lengkap dan
akurat.
F.
Keanggotaan
- Komposisi keanggotaan Komisi Yudisial terdiri
atas dua mantan hakim, dua orang praktisi hukum, dua orang akademisi
hukum, dan satu anggota masyarakat.
- Anggota Komisi Yudisial adalah pejabat negara,
terdiri dari 7 orang (termasuk Ketua dan Wakil Ketua yang merangkap
Anggota).
- Anggota Komisi Yudisial memegang jabatan selama
masa 5 (lima) tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali untuk 1 (satu)
kali masa jabatan.
SYARAT MENJADI ANGGOTA KOMISI YUDISIAL
- Warga
negara Indonesia.
- Bertaqwa
kepada Tuhan yang Maha Esa.
- Berusia
paling rendah 45 (empat puluh lima) tahun dan paling tinggi 68 (enam puluh
delapan) tahun pada saat proses pemilihan.
- Mempunyai
pengalaman di bidang hukum sekurang-kurangnya 15 (lima belas) tahun.
- Berkomitmen
untuk memperbaiki sistem peradilan di Indonesia
- Memiliki
integritas dan kepribadian yang tidak tercela.
- Memiliki
kemampuan jasmani dan rohani.
- Tidak
pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana kejahatan.
- Melaporkan
daftar kekayaan.
LARANGAN MERANGKAP JABATAN
Anggota Komisi Yudisial dilarang
merangkap jabatan sebagai:
- Pejabat
negara atau penyelenggara negara menurut peraturan perundang-undangan.
- Hakim.
- Advokat.
- Notaris
dan/atau Pejabat Pembuat Akta Tanah.
- Pengusaha,
pengurus atau karyawan badan usaha milik negara atau badan usaha swasta.
- Pegawai
negeri.
- Pengurus
partai politik[9].
.
BAB III
KESIMPULAN
Majelis
Kehormatan Hakim dijelaskan adalah perangkat yang dibentuk oleh Mahkamah Agung
dan Komisi Yudisial yang bertugas memeriksa dan memutus adanya dugaan
pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim.
Dasar Hukum
Komisi Yudisial adalah UUD 1954, UU No 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman
dan UU No 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial.
Komisi Yudisial
berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan wewenang lain dalam rangka
menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
Komisi
Yudisial bertanggungjawab kepada publik melalui DPR, dengan cara
menerbitkan laporan tahunan dan membuka akses informasi secara lengkap dan
akurat.
Komposisi
keanggotaan Komisi Yudisial terdiri atas dua mantan hakim, dua orang praktisi
hukum, dua orang akademisi hukum, dan satu anggota masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
·
http://id.wikipedia.org/wiki/Komisi_Yudisial
·
http://www.komisiyudisial.go.id/statis-14-sejarah-pembentukan.html
·
Undang-Undang Republik Indonesia nomor
18 Tahun 2011 tentang perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang
Komisi Yudisial pasal 1
·
http://www.komisiyudisial.go.id/statis-27-keanggotaan.html
[1]
http://id.wikipedia.org/wiki/Komisi_Yudisial
[2]
http://www.komisiyudisial.go.id/statis-14-sejarah-pembentukan.html
[3] Undang-Undang Republik Indonesia nomor 18 Tahun
2011tentang perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi
Yudisial pasal 1
[4]
http://welookingupdown.wordpress.com/2011/04/25/komisi-yudisial/
[5] http://id.wikipedia.org/wiki/Komisi_Yudisial
[6]
http://www.komisiyudisial.go.id/statis-14-sejarah-pembentukan.html
[7] http://id.wikipedia.org/wiki/Komisi_Yudisial
[8] Undang-Undang Republik Indonesia nomor 18 Tahun
2011tentang perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi
Yudisial pasal 13
[9]
http://www.komisiyudisial.go.id/statis-27-keanggotaan.html
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Pembentukan Komisi Yudisial
Berawal
pada tahun 1968 muncul ide pembentukan Majelis Pertimbangan Penelitian Hakim
(MPPH) yang berfungsi untuk memberikan pertimbangan dalam mengambil keputusan
akhir mengenai saran-saran dan atau usul-usul yang berkenaan dengan
pengangkatan, promosi, pindahan rumah, pemberhentian dan tindakan/hukuman
jabatan para hakim. Namun ide tersebut tidak berhasil dimasukkan dalam
undang-undang tentang Kekuasaan Kehakiman.
Baru
kemudian tahun 1998 muncul kembali dan menjadi wacana yang semakin kuat dan
solid sejak adanya desakan penyatuan atap bagi hakim, yang tentunya memerlukan
pengawasan eksternal dari lembaga yang mandiri agar cita-cita untuk mewujudkan
peradilan yang jujur, bersih, transparan dan profesional dapat tercapai.
Seiring
dengan tuntutan reformasi peradilan, pada Sidang Tahunan MPR tahun 2001 yang
membahas amandemen ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, disepakati beberapa perubahan dan penambahan pasal yang berkenaan dengan
kekuasaan kehakiman, termasuk di dalamnya Komisi Yudisial yang berwenang
mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka
menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
Berdasarkan pada amandemen ketiga itulah dibentuk Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004
tentang Komisi Yudisial yang disahkan di Jakarta pada tanggal 13 Agustus 2004.
Setelah
melalui seleksi yang ketat, terpilih 7 (tujuh) orang yang ditetapkan sebagai
anggota Komisi Yudisial periode 2005-2010 melalui Keputusan Presiden tanggal 2
Juli 2005. Dan selanjutnya pada tanggal 2 Agustus 2005, ketujuh anggota Komisi
Yudisial mengucapkan sumpah dihadapan Presiden, sebagai awal memulai masa
tugasnya[1].
Undang-Undang
Komisi Yudisial juga telah mengalami perubahan. Tanggal 9 November 2011
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengesahkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi
Yudisial. Perubahan Undang-Undang Komisi Yudisial dilakukan setelah Mahkamah
Konstitusi dalam putusannya Nomor 005/PUU-IV/2006 menyatakan beberapa pasal
dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat. Sehingga, Mahkamah Konstitusi merekomendasikan agar dilakukan
perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004[2].
Sedangkan
Majelis Kehormatan Hakim dijelaskan sebagai oleh Undang-Undang sebagai berikut
Majelis Kehormatan Hakim adalah perangkat yang dibentuk oleh Mahkamah Agung dan
Komisi Yudisial yang bertugas memeriksa dan memutus adanya dugaan pelanggaran
Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim[3].
- Dasar
Hukum
Komisi Yudisial negara kita secara jelas
disebut di tiga peraturan perundang-undangan yaitu :
- UUD
1945,
- UUD
1954Pasal 23a ayat (3) UUD 1945:“Calon hakim agung diusulkan komisi
yudisial kepada dewan perwakilan rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan
selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden”.
- Pasal
24b UUD 1945
1.
Komisi
Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung
dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan,
keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
2.
Anggota
Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum
serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.
3.
Anggota
Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan
dewan perwakilan rakyat.
4.
Susunan,
kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan Undang-Undang
- UU
No 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman
Pasal 34:
Ayat (1)“Ketentuan mengenai syarat dan
tata cara pengangkatan hakim agung dilakukan oleh Komisi Yudisial yang diatur
dengan Undang-Undang”
Ayat (3)“Dalam rangka menjaga
kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim agung dan hakim, pengawasan
dilakukan oleh komisi yudisial yang diatur dalam Undang-Undang.Pemilihan hakim
agung KY bertugas mendaftar, menyeleksi dan menetapkan serta mengajukan calon
hakim agung ke DPR.
- UU
No 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial[4].
C.
Tujuan Komisi Yudisial
- Agar
dapat melakukan monitoring secara intensif terhadap penyelenggaraan
kekuasaan kehakiman dengan melibatkan unsur-unsur masyarakat.
- Meningkatkan
efisiensi dan efektifitas kekuasaan kehakiman baik yang menyangkut
rekruitmen hakim agung maupun monitoring perilaku hakim.
- Menjaga
kualitas dan konsistensi putusan lembaga peradilan, karena senantiasa
diawasi secara intensif oleh lembaga yang benar-benar independen.
- Menjadi
penghubung antara kekuasaan pemerintah dan kekuasaan kehakiman untuk
menjamin kemandirian kekuasaan kehakiman[5].
- Mendukung
terwujudnya kekuasaan kehakiman yang mandiri untuk menegakkan hukum
dan keadilan.
- Meningkatkan
integritas, kapasitas, dan profesionalitas hakim sesuai dengan kode etik
dan pedoman perilaku hakim dalam menjalankan kewenangan dan tugasnya[6].
D.
Wewenang Komisi Yudisial
Komisi
Yudisial berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan wewenang lain dalam
rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku
hakim[7].
Tugas
Komisi Yudisial adalah Mengusulkan Pengangkatan Hakim Agung, dengan tugas
utama:
1.
Melakukan
pendaftaran calon Hakim Agung;
2.
Melakukan
seleksi terhadap calon Hakim Agung;
3.
Menetapkan
calon Hakim Agung; dan
4.
Mengajukan calon Hakim Agung ke DPR[8].
E.
Pertanggungjawaban Dan Laporan
Komisi
Yudisial bertanggungjawab kepada publik melalui DPR, dengan cara
menerbitkan laporan tahunan dan membuka akses informasi secara lengkap dan
akurat.
F. Keanggotaan
- Komposisi
keanggotaan Komisi Yudisial terdiri atas dua mantan hakim, dua orang
praktisi hukum, dua orang akademisi hukum, dan satu anggota masyarakat.
- Anggota
Komisi Yudisial adalah pejabat negara, terdiri dari 7 orang (termasuk
Ketua dan Wakil Ketua yang merangkap Anggota).
- Anggota
Komisi Yudisial memegang jabatan selama masa 5 (lima) tahun dan sesudahnya
dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
SYARAT MENJADI ANGGOTA KOMISI YUDISIAL
- Warga
negara Indonesia.
- Bertaqwa
kepada Tuhan yang Maha Esa.
- Berusia
paling rendah 45 (empat puluh lima) tahun dan paling tinggi 68 (enam puluh
delapan) tahun pada saat proses pemilihan.
- Mempunyai
pengalaman di bidang hukum sekurang-kurangnya 15 (lima belas) tahun.
- Berkomitmen
untuk memperbaiki sistem peradilan di Indonesia
- Memiliki
integritas dan kepribadian yang tidak tercela.
- Memiliki
kemampuan jasmani dan rohani.
- Tidak
pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana kejahatan.
- Melaporkan
daftar kekayaan.
LARANGAN MERANGKAP JABATAN
Anggota
Komisi Yudisial dilarang merangkap jabatan sebagai:
- Pejabat
negara atau penyelenggara negara menurut peraturan perundang-undangan.
- Hakim.
- Advokat.
- Notaris
dan/atau Pejabat Pembuat Akta Tanah.
- Pengusaha,
pengurus atau karyawan badan usaha milik negara atau badan usaha swasta.
- Pegawai
negeri.
- Pengurus
partai politik[9].
[3] Undang-Undang Republik Indonesia nomor 18 Tahun
2011tentang perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi
Yudisial pasal 1
[8] Undang-Undang Republik Indonesia nomor 18 Tahun
2011tentang perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi
Yudisial pasal 13
No comments:
Post a Comment