PROSES
PERUBAHAN IUS CONSTITUTUM MENJADI IUS CONSTITUENDUM
Makalah
ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah
“POLITIK
HUKUM DI INDONESIA”
Disusun
oleh :
Asrori
Ibnu Ridlo 1212007
Dosen
Pembimbing :
Muhammad
Makmun, SH.I M.H.I
JURUSAN AHWAL ASY-SYAKHSIYAH FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM
JOMBANG
JOMBANG
2014
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Didalam
ensiklopedi umum dijelaskan, bahwa ius constitutum merupakan hukum yang berlaku
dalam suatu negara pada suatu saat.
Ius
Constituendum adalah hukum yang dicita – citakan oleh pergaulan hidup dan
negara, tetapi belum menjadi kaidah berbentuk undang – undang atau peraturan
lain.
Sudiman
Kartohadiprodjo pernah menyatakan bahwa (Sudiman Kartohadiprojo: 1979): “Hukum
positif dengan nama asing disebut juga: ius constitutum sebagai lawan daripada
ius constituendum, yakni kesemuanya kaidah hukum yang kita cita – citakan
supaya memberi akibat peristiwa – peristiwa dalam sesuatu pergaulan hidup yang
tertentu”.
Titik
tolak pembedaan antara ius constitutum dan ius constituendum diletakkan pada
faktor ruang waktu, yaitu masa kini dan masa mendatang. Dalam hal ini, hukum
diartikan sebagai tata hukum yang diidentikkan dengan istilah hukum positif.
Kecenderungan pengertian tersebut sangat kuat, oleh karena kalangan tertentu
berpendapat bahwa “Setelah diundangkan maka ius constituendum menjadi ius
constitutum.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian Ius Constitutum?
2.
Apa pengertian Ius Constituendum?
3.
Bagaimana proses perubahan Ius
Constitutum menjadi Ius Constituendum?
PEMBAHASAN
A.
Ius Constitutum dan Ius Constituendum
Ius constitutum (hukum positif) yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi
suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu.Singkatnya, Hukum yang
berlaku bagi suatu masyarakat pada suatu waktu, dalam suatu tempat tertentu. contohnya
seperti undang undang dasar 1945.
Hukum dan
perubahan kehidupan masyarakat
Hukum merupakan sarana yang kuat, karena hukum merupakan sarana yang
dapat memaksakan keputusannya dengan eksternal power. Oleh karena itu, hukum
sebagai instrumen perubahan masyarakat bila digunakan dengan tepat akan
merupakan instrumen yang berguna, tetapi bila digunakan dengan salah hukum akan
menjadi instrumen yang berbahaya bagi kehidupan masyarakat.
Peran hukum dalam merubah masyarakat dapat dilakukan secara langsung, dan
dapat pula secara tidak langsung. Peran hukum dalam merubah kehidupan
masyarakat misalnya hukum melarang poligami. Dalam hal demikian hukum
menetapkan langsung hubungan hukum yang berlaku dalam masyarakat.
Peran hukum dalam merubah masyarakat yang tidak langsung misalnya,
penetapan hukum tentang pendirian suatu gedung sekolah di suatu tempat.
Penetapan hukum demikian akan menimbulkan keharusan wajib belajar bagi
anak-anak usia sekolah di wilayah tersebut.
Kenyataan dalam praktik menunjukkan bahwa hukum dapat mengubah kehidupan
masyarakat.
Ius constituendum adalah hukum yang dicita-citakan oleh pergaulan hidup
dan Negara, tetapi belum merupakan kaidah dalam bentuk undang-undang atau
berbagai ketentuan lain. Pendapat yang demikian juga diketengahkan oleh Sudiman
Kartohadiprojo (Purnadi Purbacaraka-Soerjono Soekanto, 1980). Ius Constituendum
juga bisa diartikan hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang.
Secara harfiah ius constituendum adalah hukum yang seharusnya berlaku,
yang meliputi dua pengertian, yakni apa dan bagaimana hukum yang harus
ditetapkan serta apa dan bagaimana penetapan hukum itu.
Bentuk bentuk
Ius Constituendum
Kebanyakan ketentuan hukum itu dirumuskan dalam bentuk kalimat berita,
kalimat bersyarat (hipotesis), kalimat mengharuskan, dan kalimat larangan.
1.
Bahasa sehari-hari dan bahasa hukum
Seharusnya bahasa yang digunakan dalam kehidupan hukum bahasa
sehari-hari, yakni bahasa yang digunakan masyarakat tempat berlakunya hukum tersebut.
Namun kenyataannya dalam pembentukan hukum para ahli sering menggunakan bahasa
khusus, katakanlah bahasa hukum sesuai kekhususan hukum yang bersangkutan.
2.
Peraturan dan ketetapan
Ketentuan hukum yang berlaku umum lazim disebut peraturan, dan ketentuan
hukum yang berlaku khusus lazim disebut ketetapan.
3.
Proses penetapan ketentuan hukum
Proses pembentukan hukum yang
berlaku dalam kehidupan masyarakat pada prinsipnya ada dua macam, yaitu
perundang-undangan dan kebiasaan.
Sahnya Ius
Constituendum
Hukum yang seharusnya berlaku ditetapkan dalam proses politik hukum
haruslah merupakan hukum yang sah, yang berarti berlaku menurut hukum
(rechtsgelding). Agar suatu ketentuan hukum itu merupakan hukum atas ketentuan
hukum yang sah, harus memenuhi beberapa syarat:
a. ditetapkan
oleh alat pemerintahan yang berwenang
b. penetapan
hukum atau ketentuan hukum itu tanpa cacat kehendak
c. bentuk
penetapan hukum atau ketentuan hukum itu sesuai dengan bentuk yang ditetapkan
peraturan yang menjadi dasar penetapan hukum.
d. isi
dan tujuan penetapan hukum atau ketentuan hukum itu sesuai dengan isi dan
tujuan yang ditetapkan peraturan yang menjadi dasar penetapan hukum tersebut.
B.
Proses Perubahan Ius Constitum Menjadi Ius
Constituendum
Ius
constitutum dapat menjadi Ius constituendum dengan beberapa proses yang
dilakukan, yaitu :
1) Unsur-unsur
Ius Constituendum
Ius constitutum suatu ketentuan hukum, ketentuan hukum itu memilki
beberapa unsur di dalamnya. Ius constitutum secara harfiah memang berarti hukum
yang telah ditetapkan. Namun dalam proses politik hukum ius constitutum itu
diartikan juga ketentuan hukum yang belum ditetapkan atau ketentuan hukum yang
belum ada. Contoh peraturan tentang yayasan.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 yang merupakan ius constitutum adalah pasal
1 ayat 1 Indische staatsregeling yang menetapkan bahwa “pelaksanaan
pemerintahan hindia belanda dilakukan oleh gubernur jenderal atas nama raja,
dilakukan sesuai dengan ketentuan IS ini dan dengan memperhatikan petunjuk raja.
Dalam ketentuan tersebut mengandung unsur-unsur:
-
pelaksanaan pemerintahan umum hindia belanda dilakukan
oleh gubernur jenderal.
-
gubernur jenderal dalam melaksanakan tugasnya dilakukan
atas nama raja.
-
gubernur jenderal dalam melaksanakan tugasnya harus
berdasarkan pada ketentuan IS dan petunjuk raja.
2) Unsur-unsur
perubahan kehidupan masyarakat
Perubahan kehidupan masyarakat yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945
mengandung unsur:
-
proklamasi kemerdekaan adanya pernyataan melepaskan
diri dari kekuasaan negara lain.
-
dengan melepaskan diri dari penjajahan bangsa lain,
bangsa Indonesia menetapkan mengambil kekuasaan atas dirinya dii tangannya
sendiri.
-
bangsa Indonesia berubah dari bangsa terjajah menjadi
bangsa merdeka.
3) Membandingkan
unsur-unsur Ius Constitutum dengan unsur-unsur perubahan masyarakat
Ius constitutum pada saat Indonesia merdeka adalah pasal 1 ayat 1 IS,
yang diatur oleh raja Belanda, sedangkan perubahan kehidupan masyarakat yang
terjadi waktu itu dengan adanya proklamasi kemerdekaan telah menegaskan bahwa
Indonesia tidak lagi dijajah dan sudah memegang sendiri kedaulatannya.
Pelaksanaan pemerintahan umum Hindia Belanda, yang telah berubah menjadi
Indonesia, oleh gubernur jenderal, yang melakukan pemerintahan atas nama raja
Belanda tidaklah sesuai dengan kemerdekaan bangsa Indonesia, yang telah
melepaskan diri dari kekuasaan bangsa asing.
4) Pelaku
proses politik hukum
Pelaku proses politik hukum adalah alat pemerintahan dalam arti luas,
yakni alat pemerintahan dalam bidang legislatif, alat pemerintahan dalam bidang
yudikatif.
C. Perubahan Politik Hukum Dalam
Perundang-Undangan
Politik hukum meneruskan perkembangan hukum dengan berusaha menghilangkan
pertentangan antar hukum yang berlaku (positiviteit) dan kenyataan sosial
(sociale werkelijkkheid).
Perubahan politik hukum dalam
konstitusi
Dalam setiap perubahan konstitusi terdapat paradigma perubahan yang harus
dipatuhi oleh pembuat perubahan. Paradigma perubahan itu menjadi “politik
hukum” perubahan konstitusi. Kesulitan perubahan yang diinginkan masyarakat
politik tidak senantiasa sama dengan substansi perubahan yang dikehendaki oleh
anggota lembaga yang memiliki kewenangan melakukan perubahan konstitusi.
Politik hukum konstitusi kurang responsif disebabkan dua hal:
Pertama, panitia telah melakukan beberapa kegiatan untuk menampung
aspirasi masyarakat berbagai lapisan dan pendapat pakar melalui tim ahli BP MPR
yang mempunyai otoritas keilmuan di bidang perubahan konstitusi.
Kedua, masyarakat tidak memperoleh kesempatan dialog lebh luas untuk
menanggapi kembali rancangan perubahan yang telah dihasilkan, selain itu hasil
kesepakatan panitia ad hoc menggambarkan adanya pertarungan kepentingan,
sehingga tidak tercapai rumusan tunggal.
Beberapa perubahan telah terjadi
dalam politik hukum Indonesia tentang:
Perubahan sistem pemilihan umum
Perubahan sistem kelembagaan DPR
Perubahan kekuasaan pemerintah daerah
Perubahan kekuasaan presiden
Perubahan kekuasaan kehakiman
Perubahan politik hukum pemerintahan
daerahDemokrasi dan distribusi kekuasaan
Pergeseran otonomi daerah
Perubahan otonomi daerah
Perubahan paradigma otonomi daerah
Perubahan politik hukum agrariaKurang
responsifnya hukum agraria
Ihwal politik hukum agraria
Perubahan ekonomi politik
Politik Perundang-undangan di
Indonesia
1. Corak
politik perundang-undangan
Ada 3 tataran kebijakan politik perundang-undangan yang terkandung dalam
kerangka dan paradigma staatsidee atau rechrsidee, yaitu:
a. Pada
tatanan politik, tujuan hukum Indonesia adalah tegaknya negara hukum yang
demokratis.
b. Pada
tatanan sosial dan ekonomi, politik hukum bertujuan mewujudkan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
c. Pada
tatanan normatif, politik hukum bertujuan tegaknya keadilan dan kebenaran dalam
setiap segi kehidupan masyarakat.
2. Tingkat
perkembangan masyarakat
Pada masyarakat agraris, tanah masih menjadi dominan dalam kehidupan,
baik di bidang ekonomi, sosial budaya, dan politik.
Sedangkan dalam masyarakat industri tantangan lapangan kerja tidak lagi
berhubungan dengan tanah tetapi pada sumber daya manusia yang cakap dan
terampil untuk bekerja di berbagai corak industri.
Politik hukum dalam masyarakat yang homogen harus berbeda dengan
masyarakat yang heterogen.
3. Pengaruh
global
Politk hukum sekarang dan di masa yang akan datang, harus memperhatikan
pengaruh global. Dalam konteks global politik hukum tidak semata-mata
melindungi kepentingan nasional, tetapi juga harus melindungi kepentingan
internasional, atau lintas negara.
4. Intervensi
asing dalam pembentukan undang-undang
Peraturan perundang-undangan di negara manapun selalu dipengarui oleh
berbagai faktor, seperti keyakinan, agama, pengalaman, pengetahuan, dan juga
kepentingan. Kepentingan itu juga bermacam-macam, seperti kepentingan pribadi,
kelompok (partai), kepentingan rakyat, atau juga kepentingan asing.
D.
Proses Pembentukan Rancangan Undang-Undang
1. Lahirnya Undang-undang
Proses pembuatan undang-undang adalah rentetan kejadian yang bermula dari
perencanaan, pengusulan, pembahasan, dan pengesahan. Semua proses tersebut
dilakukan oleh para aktor, yang dalam sistem demokrasi modern disebut eksekutif
(Presiden beserta jajaran kementriannya) dan legislatif (DPR). Tentang
bagaimana DPR itu, kewenangan serta strukturnya tidak perlu lagi kita bahas
lagi karena telah dibahas pada bab terdahulu. Yang akan dibahas pada bagian ini
adalah bagaimana proses pembentukan sebuah undang-undang.
2. Perencanaan
Kita tentu bertanya dasar apa yang digunakan oleh DPR dan presiden untuk
menentukan Rancangan Undang-undang (RUU) apa saja yang akan dibahas pada suatu
periode tertentu. Sejak tahun 2000, DPR dan pemerintah telah menuangkan
indikator program mereka dalam apa yang disebut dengan Program Pembangunan
Nasional (Undang-undang N0. 25 tahun 2000). Di dalam Program Pembangunan
Nasional (Propenas) itu terdapat indikator pembangunan bidang hukum, salah satu
indikatornya adalah ditetapkannya sekitar 120 butir peraturan
perundang-undangan.
Dari butir-butir Propenas tersebut disusun apa yang disebut dengan
Program Legislasi Nasional (Prolegnas), di mana di dalamnnya terdapat kurang
lebih 200 undang-undang yang rencananya akan diselesaikan dalam lima tahun.
Kemudian dari Prolegnas dibuat prioritas tahunan RUU yang akan dibahas oleh
pemerintah dan DPR, yang disebut Rencana Pembangunan Tahunan (Repeta).
Prolegnas sendiri disusun melalui koordinasi antara DPR yang diwakili
Badan Legislasi dan pemerintah yang diwakili oleh Bappenas. Kemudian proses
pembahasannya sama dengan proses pembahasan undang-undang, hanya saja
melibatkan seluruh perwakilan komisi yang ada di DPR Penyusunan Repeta
dilakukan oleh pemerintah (yang diwakili oleh Menteri Kehakiman dan HAM) dan
Badan Legislasi setelah mendapatkan masukan dari fraksi dan komisi serta dari
Sekretariat Jenderal. Ada beberapa kriteria yang digunakan untuk menyusun
daftar RUU yang akan dimasukan dalam Repeta: (1) adalah yang diperintahkan
langsung oleh undang-undang, (2) yang ditetapkan oleh Ketetapan MPR, (3) yang
terkait dengan perekonomian nasional, dan yang (4) yang terkait dengan
perlindungan terhadap ekonomi sosial. Untuk merespon atas kondisi sosial yang
terjadi di masyarakat, ada batas toleransi 10-20 % untuk membahas RUU di luar
yang ditetapkan dalam Repeta. Pengajuan suatu RUU oleh DPR ataupun pemerintah
selanjutnya berpedoman pada Repeta yang bersangkutan.
3. Usulan Rancangan Undang-Undang
Sebuah RUU dapat berasal dari DPR (usul inisiatif DPR) atau dari
pemerintah. Di dalam DPR sendiri ada beberapa badan yang berhak mengajukan RUU,
yaitu komisi, gabungan komisi, gabungan fraksi atau badan legislasi. Sebelum
sampai pada usul inisiatif DPR, ada beberapa badan yang biasanya melakukan
proses penyiapan suatu RUU. Sebagai ilustrasi, RUU Komisi Anti Korupsi
dipersiapkan oleh Fraksi PPP, sedangkan pada RUU Tata Cara Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (TCP3) dipersiapkan oleh tim asistensi Baleg
(Badan Legislasi).
KESIMPULAN
Ius
constitutum (hukum positif) yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi suatu
masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu.Singkatnya, Hukum yang berlaku
bagi suatu masyarakat pada suatu waktu, dalam suatu tempat tertentu. contohnya
seperti undang undang dasar 1945.
Ius constituendum adalah hukum yang dicita-citakan oleh pergaulan
hidup dan Negara, tetapi belum merupakan kaidah dalam bentuk undang-undang atau
berbagai ketentuan lain. Pendapat yang demikian juga diketengahkan oleh Sudiman
Kartohadiprojo (Purnadi Purbacaraka-Soerjono Soekanto, 1980). Ius Constituendum
juga bisa diartikan hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang.
Ius
constitutum dapat menjadi Ius constituendum dengan beberapa proses yang
dilakukan, yaitu :
·
Unsur-unsur Ius Constituendum
·
Unsur-unsur perubahan kehidupan masyarakat
·
Membandingkan unsur-unsur Ius Constitutum
dengan unsur-unsur perubahan
masyarakat
·
Pelaku proses politik hukum
PEMBAHASAN
A. Ius
Constitutum dan Ius Constituendum
Ius
constitutum (hukum positif) yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi suatu
masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu.Singkatnya, Hukum yang berlaku
bagi suatu masyarakat pada suatu waktu, dalam suatu tempat tertentu. contohnya
seperti undang undang dasar 1945.
Hukum
dan perubahan kehidupan masyarakat
Hukum
merupakan sarana yang kuat, karena hukum merupakan sarana yang dapat memaksakan
keputusannya dengan eksternal power. Oleh karena itu, hukum sebagai instrumen
perubahan masyarakat bila digunakan dengan tepat akan merupakan instrumen yang
berguna, tetapi bila digunakan dengan salah hukum akan menjadi instrumen yang
berbahaya bagi kehidupan masyarakat.
Peran
hukum dalam merubah masyarakat dapat dilakukan secara langsung, dan dapat pula
secara tidak langsung. Peran hukum dalam merubah kehidupan masyarakat misalnya
hukum melarang poligami. Dalam hal demikian hukum menetapkan langsung hubungan
hukum yang berlaku dalam masyarakat.
Peran
hukum dalam merubah masyarakat yang tidak langsung misalnya, penetapan hukum
tentang pendirian suatu gedung sekolah di suatu tempat. Penetapan hukum
demikian akan menimbulkan keharusan wajib belajar bagi anak-anak usia sekolah
di wilayah tersebut.
Kenyataan
dalam praktik menunjukkan bahwa hukum dapat mengubah kehidupan masyarakat.
Ius
constituendum adalah hukum yang dicita-citakan oleh pergaulan hidup dan Negara,
tetapi belum merupakan kaidah dalam bentuk undang-undang atau berbagai
ketentuan lain. Pendapat yang demikian juga diketengahkan oleh Sudiman
Kartohadiprojo (Purnadi Purbacaraka-Soerjono Soekanto, 1980). Ius Constituendum
juga bisa diartikan hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang.
Secara
harfiah ius constituendum adalah hukum yang seharusnya berlaku, yang meliputi
dua pengertian, yakni apa dan bagaimana hukum yang harus ditetapkan serta apa
dan bagaimana penetapan hukum itu.
Bentuk
bentuk Ius Constituendum
Kebanyakan
ketentuan hukum itu dirumuskan dalam bentuk kalimat berita, kalimat bersyarat
(hipotesis), kalimat mengharuskan, dan kalimat larangan.
1.
Bahasa sehari-hari dan bahasa hukum
Seharusnya
bahasa yang digunakan dalam kehidupan hukum bahasa sehari-hari, yakni bahasa
yang digunakan masyarakat tempat berlakunya hukum tersebut. Namun kenyataannya
dalam pembentukan hukum para ahli sering menggunakan bahasa khusus, katakanlah
bahasa hukum sesuai kekhususan hukum yang bersangkutan.
2.
Peraturan dan ketetapan
Ketentuan
hukum yang berlaku umum lazim disebut peraturan, dan ketentuan hukum yang
berlaku khusus lazim disebut ketetapan.
3.
Proses penetapan ketentuan hukum
Proses pembentukan hukum yang berlaku dalam
kehidupan masyarakat pada prinsipnya ada dua macam, yaitu perundang-undangan
dan kebiasaan.
Sahnya
Ius Constituendum
Hukum
yang seharusnya berlaku ditetapkan dalam proses politik hukum haruslah
merupakan hukum yang sah, yang berarti berlaku menurut hukum (rechtsgelding).
Agar suatu ketentuan hukum itu merupakan hukum atas ketentuan hukum yang sah,
harus memenuhi beberapa syarat:
a. ditetapkan
oleh alat pemerintahan yang berwenang
b. penetapan
hukum atau ketentuan hukum itu tanpa cacat kehendak
c. bentuk
penetapan hukum atau ketentuan hukum itu sesuai dengan bentuk yang ditetapkan
peraturan yang menjadi dasar penetapan hukum.
d. isi dan
tujuan penetapan hukum atau ketentuan hukum itu sesuai dengan isi dan tujuan
yang ditetapkan peraturan yang menjadi dasar penetapan hukum tersebut.
B.
Proses Perubahan Ius Constitum Menjadi Ius
Constituendum
Ius
constitutum dapat menjadi Ius constituendum dengan beberapa proses yang
dilakukan, yaitu :
1) Unsur-unsur
Ius Constituendum
Ius
constitutum suatu ketentuan hukum, ketentuan hukum itu memilki beberapa unsur
di dalamnya. Ius constitutum secara harfiah memang berarti hukum yang telah
ditetapkan. Namun dalam proses politik hukum ius constitutum itu diartikan juga
ketentuan hukum yang belum ditetapkan atau ketentuan hukum yang belum ada.
Contoh peraturan tentang yayasan.
Pada
tanggal 17 Agustus 1945 yang merupakan ius constitutum adalah pasal 1 ayat 1
Indische staatsregeling yang menetapkan bahwa “pelaksanaan pemerintahan hindia
belanda dilakukan oleh gubernur jenderal atas nama raja, dilakukan sesuai
dengan ketentuan IS ini dan dengan memperhatikan petunjuk raja. Dalam ketentuan
tersebut mengandung unsur-unsur:
-
pelaksanaan pemerintahan umum hindia belanda
dilakukan oleh gubernur jenderal.
-
gubernur jenderal dalam melaksanakan tugasnya
dilakukan atas nama raja.
-
gubernur jenderal dalam melaksanakan tugasnya
harus berdasarkan pada ketentuan IS dan petunjuk raja.
2) Unsur-unsur
perubahan kehidupan masyarakat
Perubahan
kehidupan masyarakat yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945 mengandung
unsur:
-
proklamasi kemerdekaan adanya pernyataan
melepaskan diri dari kekuasaan negara lain.
-
dengan melepaskan diri dari penjajahan bangsa
lain, bangsa Indonesia menetapkan mengambil kekuasaan atas dirinya dii
tangannya sendiri.
-
bangsa Indonesia berubah dari bangsa terjajah
menjadi bangsa merdeka.
3) Membandingkan
unsur-unsur Ius Constitutum dengan unsur-unsur perubahan masyarakat
Ius
constitutum pada saat Indonesia merdeka adalah pasal 1 ayat 1 IS, yang diatur
oleh raja Belanda, sedangkan perubahan kehidupan masyarakat yang terjadi waktu
itu dengan adanya proklamasi kemerdekaan telah menegaskan bahwa Indonesia tidak
lagi dijajah dan sudah memegang sendiri kedaulatannya.
Pelaksanaan
pemerintahan umum Hindia Belanda, yang telah berubah menjadi Indonesia, oleh
gubernur jenderal, yang melakukan pemerintahan atas nama raja Belanda tidaklah
sesuai dengan kemerdekaan bangsa Indonesia, yang telah melepaskan diri dari
kekuasaan bangsa asing.
4) Pelaku
proses politik hukum
Pelaku
proses politik hukum adalah alat pemerintahan dalam arti luas, yakni alat
pemerintahan dalam bidang legislatif, alat pemerintahan dalam bidang yudikatif.
C. Perubahan Politik Hukum Dalam
Perundang-Undangan
Politik
hukum meneruskan perkembangan hukum dengan berusaha menghilangkan pertentangan
antar hukum yang berlaku (positiviteit) dan kenyataan sosial (sociale
werkelijkkheid).
Perubahan politik hukum dalam konstitusi
Dalam
setiap perubahan konstitusi terdapat paradigma perubahan yang harus dipatuhi
oleh pembuat perubahan. Paradigma perubahan itu menjadi “politik hukum”
perubahan konstitusi. Kesulitan perubahan yang diinginkan masyarakat politik
tidak senantiasa sama dengan substansi perubahan yang dikehendaki oleh anggota
lembaga yang memiliki kewenangan melakukan perubahan konstitusi. Politik hukum
konstitusi kurang responsif disebabkan dua hal:
Pertama,
panitia telah melakukan beberapa kegiatan untuk menampung aspirasi masyarakat
berbagai lapisan dan pendapat pakar melalui tim ahli BP MPR yang mempunyai
otoritas keilmuan di bidang perubahan konstitusi.
Kedua,
masyarakat tidak memperoleh kesempatan dialog lebh luas untuk menanggapi
kembali rancangan perubahan yang telah dihasilkan, selain itu hasil kesepakatan
panitia ad hoc menggambarkan adanya pertarungan kepentingan, sehingga tidak
tercapai rumusan tunggal.
Beberapa perubahan telah terjadi dalam politik
hukum Indonesia tentang:
Perubahan sistem pemilihan umum
Perubahan sistem kelembagaan DPR
Perubahan kekuasaan pemerintah daerah
Perubahan kekuasaan presiden
Perubahan kekuasaan kehakiman
Politik Perundang-undangan di Indonesia
1.
Corak politik perundang-undangan
Ada 3
tataran kebijakan politik perundang-undangan yang terkandung dalam kerangka dan
paradigma staatsidee atau rechrsidee, yaitu:
a.
Pada tatanan politik, tujuan hukum Indonesia
adalah tegaknya negara hukum yang demokratis.
b.
Pada tatanan sosial dan ekonomi, politik hukum
bertujuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
c.
Pada tatanan normatif, politik hukum bertujuan
tegaknya keadilan dan kebenaran dalam setiap segi kehidupan masyarakat.
2.
Tingkat perkembangan masyarakat
Pada
masyarakat agraris, tanah masih menjadi dominan dalam kehidupan, baik di bidang
ekonomi, sosial budaya, dan politik.
Sedangkan
dalam masyarakat industri tantangan lapangan kerja tidak lagi berhubungan
dengan tanah tetapi pada sumber daya manusia yang cakap dan terampil untuk
bekerja di berbagai corak industri.
Politik
hukum dalam masyarakat yang homogen harus berbeda dengan masyarakat yang
heterogen.
3.
Pengaruh global
Politk
hukum sekarang dan di masa yang akan datang, harus memperhatikan pengaruh
global. Dalam konteks global politik hukum tidak semata-mata melindungi kepentingan
nasional, tetapi juga harus melindungi kepentingan internasional, atau lintas
negara.
4.
Intervensi asing dalam pembentukan
undang-undang
Peraturan
perundang-undangan di negara manapun selalu dipengarui oleh berbagai faktor,
seperti keyakinan, agama, pengalaman, pengetahuan, dan juga kepentingan.
Kepentingan itu juga bermacam-macam, seperti kepentingan pribadi, kelompok
(partai), kepentingan rakyat, atau juga kepentingan asing.
D.
Proses Pembentukan Rancangan Undang-Undang
1. Lahirnya Undang-undang
Proses
pembuatan undang-undang adalah rentetan kejadian yang bermula dari perencanaan,
pengusulan, pembahasan, dan pengesahan. Semua proses tersebut dilakukan oleh
para aktor, yang dalam sistem demokrasi modern disebut eksekutif (Presiden
beserta jajaran kementriannya) dan legislatif (DPR). Tentang bagaimana DPR itu,
kewenangan serta strukturnya tidak perlu lagi kita bahas lagi karena telah
dibahas pada bab terdahulu. Yang akan dibahas pada bagian ini adalah bagaimana
proses pembentukan sebuah undang-undang.
2. Perencanaan
Kita
tentu bertanya dasar apa yang digunakan oleh DPR dan presiden untuk menentukan
Rancangan Undang-undang (RUU) apa saja yang akan dibahas pada suatu periode
tertentu. Sejak tahun 2000, DPR dan pemerintah telah menuangkan indikator
program mereka dalam apa yang disebut dengan Program Pembangunan Nasional
(Undang-undang N0. 25 tahun 2000). Di dalam Program Pembangunan Nasional
(Propenas) itu terdapat indikator pembangunan bidang hukum, salah satu
indikatornya adalah ditetapkannya sekitar 120 butir peraturan
perundang-undangan.
Dari
butir-butir Propenas tersebut disusun apa yang disebut dengan Program Legislasi
Nasional (Prolegnas), di mana di dalamnnya terdapat kurang lebih 200
undang-undang yang rencananya akan diselesaikan dalam lima tahun. Kemudian dari
Prolegnas dibuat prioritas tahunan RUU yang akan dibahas oleh pemerintah dan
DPR, yang disebut Rencana Pembangunan Tahunan (Repeta).
Prolegnas
sendiri disusun melalui koordinasi antara DPR yang diwakili Badan Legislasi dan
pemerintah yang diwakili oleh Bappenas. Kemudian proses pembahasannya sama
dengan proses pembahasan undang-undang, hanya saja melibatkan seluruh
perwakilan komisi yang ada di DPR Penyusunan Repeta dilakukan oleh pemerintah
(yang diwakili oleh Menteri Kehakiman dan HAM) dan Badan Legislasi setelah
mendapatkan masukan dari fraksi dan komisi serta dari Sekretariat Jenderal. Ada
beberapa kriteria yang digunakan untuk menyusun daftar RUU yang akan dimasukan
dalam Repeta: (1) adalah yang diperintahkan langsung oleh undang-undang, (2)
yang ditetapkan oleh Ketetapan MPR, (3) yang terkait dengan perekonomian
nasional, dan yang (4) yang terkait dengan perlindungan terhadap ekonomi
sosial. Untuk merespon atas kondisi sosial yang terjadi di masyarakat, ada
batas toleransi 10-20 % untuk membahas RUU di luar yang ditetapkan dalam
Repeta. Pengajuan suatu RUU oleh DPR ataupun pemerintah selanjutnya berpedoman
pada Repeta yang bersangkutan.
3. Usulan Rancangan Undang-Undang
Sebuah
RUU dapat berasal dari DPR (usul inisiatif DPR) atau dari pemerintah. Di dalam
DPR sendiri ada beberapa badan yang berhak mengajukan RUU, yaitu komisi,
gabungan komisi, gabungan fraksi atau badan legislasi. Sebelum sampai pada usul
inisiatif DPR, ada beberapa badan yang biasanya melakukan proses penyiapan
suatu RUU. Sebagai ilustrasi, RUU Komisi Anti Korupsi dipersiapkan oleh Fraksi
PPP, sedangkan pada RUU Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(TCP3) dipersiapkan oleh tim asistensi Baleg (Badan Legislasi).
No comments:
Post a Comment