PENTINGNYA TAAT KEPADA ATURAN DALAM ISLAM
Pentingnya Taat kepada Aturan dalam Islam
Taat memiliki arti tunduk (kepada Allah Swt., pemerintah, dsb.) tidak berlaku curang, dan atau setia. Aturan adalah tindakan atau perbuatan yang harus dijalankan. Taat pada aturan adalah sikap tunduk kepada tindakan atau perbuatan yang telah dibuat baik oleh Allah Swt., nabi, pemimpin, atau yang lainnya. Di sekolah terdapat aturan, di rumah terdapat aturan, di lingkungan masyarakat terdapat aturan, di mana saja kita berada, pasti ada aturannya. Aturan dibuat tentu saja dengan maksud agar terjadi ketertiban dan ketenteraman. Mustahil aturan dibuat tanpa ada tujuan. Oleh karena itu, wajib hukumnya kita menaati aturan yang berlaku.
Aturan yang paling tinggi adalah aturan yang dibuat oleh Allah Swt., yaitu terdapat pada al-Qur’an. Sementara di bawahnya ada aturan yang dibuat oleh Nabi Muhammad saw., yang disebut sunah atau hadis. Di bawahnya lagi ada aturan yang dibuat oleh pemimpin, baik pemimpin pemerintah, negara, daerah, maupun pemimpin yang lain, termasuk pemimpin keluarga.
Peranan pemimpin sangatlah penting.
Sebuah institusi, dari terkecil sampai pada suatu negara sebagai institusi
terbesar, tidak akan tercapai kestabilannya tanpa ada pemimpin. Tanpa adanya
seorang pemimpin dalam sebuah negara, tentulah negara tersebut akan menjadi
lemah dan mudah terombang-ambing oleh kekuatan luar. Oleh karena itu, Islam
memerintahkan umatnya untuk taat kepada pemimpin karena dengan ketaatan rakyat
kepada pemimpin (selama tidak maksiat), akan terciptalah keamanan dan
ketertiban serta kemakmuran.
Peranan pemimpin sangatlah penting. Sebuah institusi, dari terkecil sampai pada suatu negara sebagai institusi terbesar, tidak akan tercapai kestabilannya tanpa ada pemimpin. Tanpa adanya seorang pemimpin dalam sebuah negara, tentulah negara tersebut akan menjadi lemah dan mudah terombang-ambing oleh kekuatan luar. Oleh karena itu, Islam memerintahkan umatnya untuk taat kepada pemimpin karena dengan ketaatan rakyat kepada pemimpin (selama tidak maksiat), akan terciptalah keamanan dan ketertiban serta kemakmuran.
Peranan pemimpin sangatlah penting. Sebuah institusi, dari terkecil sampai pada suatu negara sebagai institusi terbesar, tidak akan tercapai kestabilannya tanpa ada pemimpin. Tanpa adanya seorang pemimpin dalam sebuah negara, tentulah negara tersebut akan menjadi lemah dan mudah terombang-ambing oleh kekuatan luar. Oleh karena itu, Islam memerintahkan umatnya untuk taat kepada pemimpin karena dengan ketaatan rakyat kepada pemimpin (selama tidak maksiat), akan terciptalah keamanan dan ketertiban serta kemakmuran.
Pengertian
Ulil Amri
Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur'an yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan)) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S. an-Nisa/4: 59)
Asbabu al-Nuzul atau sebab turunnya ayat ini menurut Ibn Abbas adalah berkenaan dengan Abdullah bin Huzaifah bin Qays as-Samhi ketika Rasulullah saw. mengangkatnya menjadi pemimpin dalam sariyyah (perang yang tidak diikuti oleh Rasulullah saw.). As-Sady berpendapat bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Amr bin Yasir dan Khalid bin Walid ketika keduanya diangkat oleh Rasulullah saw. sebagai pemimpin dalam sariyah.
Q.S. an-Nisa/4: 59 memerintahkan kepada kita untuk menaati perintah Allah Swt., perintah Rasulullah saw., dan ulil amri. Tentang pengertian ulil amri, di bawah ini ada beberapa pendapat.
1. Abu Jafar Muhammad
Arti ulil amri adalah umara, ahlul ‘ilmi wal fiqh (mereka yang memiliki ilmu dan pengetahuan akan fiqh). Sebagian ulama yang lain bin Jarir at-Thabari berpendapat bahwa sahabat-sahabat Rasulullah saw. itulah yang dimaksud dengan ulil amri.
2. Al-Mawardi
Ada empat pendapat dalam mengartikan kalimat "ulil amri", yaitu: (1) umara (para pemimpin yang konotasinya adalah pemimpin masalah keduniaan), (2) ulama dan fuqaha, (3) sahabat-sahabat Rasulullah saw., (4) dua sahabat saja, yaitu Abu Bakar dan Umar.
3. Ahmad Mustafa al-Maraghi
Bahwa ulil amri itu adalah umara, ahli hikmah, ulama, pemimpin pasukan dan seluruh pemimpin lainnya.
Kita memang diperintah oleh Allah Swt. untuk taat kepada ulil amri (apa pun pendapat yang kita pilih tentang makna ulil amri). Namun, perlu diperhatikan bahwa perintah taat kepada ulil amri tidak digandengkan dengan kata “taat”; sebagaimana kata “taat” yang digandengkan dengan Allah Swt. dan rasul-Nya. Quraish Shihab, Mufassir Indonesia, memberi ulasan yang menarik: “Tidak disebutkannya kata “taat” pada ulil amri untuk memberi isyarat bahwa ketaatan kepada mereka tidak berdiri sendiri, tetapi berkaitan atau bersyarat dengan ketaatan kepada Allah Swt. dan rasul-Nya. Artinya, apabila perintah itu bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Allah dan rasul-Nya, tidak dibenarkan untuk taat kepada mereka.
Lebih lanjut Rasulullah saw. menegaskan dalam hadis yang Artinya:
“Dari Abi Abdurahman, dari Ali sesungguhnya Rasulullah bersabda... Tidak boleh taat terhadap perintah bermaksiat kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam hal yang makruf.” (H.R. Muslim)
Umat Islam wajib menaati perintah Allah Swt. dan rasul-Nya dan diperintahkan pula untuk mengikuti atau menaati pemimpinnya. Tentu saja, apabila pemimpinnya memerintahkan kepada hal-hal yang baik. Apabila pemimpin tersebut mengajak kepada kemungkaran, wajib hukumnya untuk menolak.
Salat merupakan salah satu perintah Allah Swt. dan rasul-Nya yang harus kita taati. Menunaikan salat berarti menaati perintah Allah Swt. dan rasul-Nya.Taat merupakan salah satu perilaku terpuji yang patut dimiliki oleh muslim. Dalam bab ini kita akan mempelajari beberapa perilaku terpuji dan salah satunya adalah taat. Mari kita simak uraian dalam bab ini.
A.Tawadu
1.Pengertian dan Contoh Tawadu
Tawadu artinya sikap rendah hati. Sikap ini merupakan sikap
seseorang yang tidak ingin menonjolkan diri dengan sesuatu yang ada pada dirinya. Kebaikan yang dikaruniakan Allah Swt. kepadanya baik berupa harta, kepandaian, kecantikan fisik, dan beragam karunia Allah Swt. lainnya tidak membuat dirinya lupa. Orang yang bersikap tawadu senantiasa ingat bahwa semua yang ada padanya adalah milik Allah Swt. semata. Oleh karena itu, seorang yang tawadu tidak akan menghina orang lain dengan apa pun yang diamanatkan Allah Swt. kepadanya. Cara bicara orang yang tawadu senantiasa lembut dan merendah
sekaligus memiliki rasa percaya diri yang kuat. Ia selalu berusaha berbuat yang terbaik tanpa ingin kebaikannya diketahui orang lain. Ia lebih suka menyampaikan kebaikan orang lain meskipun kebaikannya jauh lebih banyak. Tidak tersinggung apalagi
marah saat orang lain menyampaikan keburukannya kepadanya. Istigfar menghiasi bibirnya jika ada kritikan kepadanya. Bukan sebagai pemanis bibir, melainkan muncul dari hati yang merasa lalai atau tidak berhati-hati sehingga ada salah yang tanpa
sengaja ia lakukan.Sikap di atas berbeda dari rasa rendah diri. Rasa rendah diri berasal dari ketidakmampuan memandang dirinya dan orang lain dengan benar. Ketidakmampuan itu menyebabkan orang yang rendah diri salah menilai
dirinya sebagai tidak baik, tidak mampu, tidak tampan atau cantik, atau tidak pantas. Pada saat yang sama ia menilai orang lain sebagai sangat baik, sangat pandai, lebih tampan atau cantik, dan lebih pantas untuk sesuatu hal. Oleh karena itu, orang yang salah menilai diri cenderung merasa minder, tidak mampu, dan tidak percaya diri. Selain berbeda dengan rendah diri, sikap tawadu merupakan kebalikan dengan sikap sombong. Sikap sombong muncul dari kesalahan menilai diri sebagai lebih baik,
lebih mampu, lebih kaya, atau rasa lebih lainnya. Orang yang sombong merasa bahwa kelebihan yang ada padanya semata merupakan hasil kerja yang ia lakukan. Ia tidak melihat kehadiran Allah Swt. dalam kehidupan- nya. Dengan pandangan seperti itu, wajar jika orang yang sombong senang membandingkan dirinya dengan orang lain. Saat ia melihat orang lain lebih dari dirinya, ia merasa iri dan berbuat dengki. Sebaliknya, saat ia menemukan orang yang ia rasa lebih rendah darinya, ia merasa tinggi
hati dan merendahkan orang lain. Sombong merupakan sikap tercela yang harus kita jauhi. Selain mencela sikap sombong, Allah Swt. juga memberikan anjuran kepada kita untuk bersikap tawadu. Salah satu anjuran Allah Swt. itu terdapat dalam Surah Luqman [31] ayat 19.
Waqsid fi masyyika wagdud min sautik(a), inna ankaral-aswati lasautul hamir(i)..
Artinya: Dan sederhanakanlah dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai. (Q.S.Lugman [31]: 19)
Dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang lain juga banyak ditemukan perintah untuk merendahkan diri. Kita dianjurkan untuk bertawadu dan menjauhi sikap sombong, meskipun memiliki harta kekayaan, keturunan, atau kedudukan yang tinggi (Husaini A. Majid Hasyim. 2005. Halaman 415).
Contoh perilaku tawadu dapat ditemukan dalam uraian berikut.
Ahmad seorang anak yang cerdas dan senantiasa menjadi juara kelas. Ahmad tidak merasa sombong atau tinggi hati karena kecerdasannya. Ia senantiasa membantu teman-temannya dengan belajar kelompok. Ia merasa bahwa kecerdasannya merupakan karunia Allah Swt. yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Sikap Ahmad dikategorikan sebagai perilaku tawadu. Ia tidak merasa sombong atas karunia kecerdasan. Justru ia merasa bahwa ilmu dan kecerdasannya belum apa-apa dibanding ilmu Allah Swt. Oleh karena itu, ia tidak tinggi hati dan memanfaatkan kecerdasannya untuk membantu teman-temannya.
2.Berperilaku Tawadu dalam Keseharian
Sebagai sikap yang baik, sikap tawadu tentu juga membawa akibat
yang baik. Hal ini disampaikan oleh Rasulullah saw. dalam salah satu hadisnya yang diriwayatkan oleh Baihaqi yang artinya, ”Barang siapa bersikap tawadu karena mencari rida Allah Swt. Allah akan meninggikan derajatnya. Ia akan menganggap dirinya tiada berharga namun dalam pandangan orang lain ia sangat terhormat. Sebaliknya, barang siapa menyombongkan diri, Allah akan menghinakan dirinya. Ia menganggap dirinya
terhormat padahal dalam pandangan orang lain ia sangat hina . . . .”
Tawadu merupakan perilaku terpuji yang harus diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari. Tawadu akan muncul dengan membiasakan
perilaku-perilaku terpuji. Di antara perilaku terpuji yang dapat
menimbulkan tawadu sebagai berikut.
a.Menyadari bahwa setiap manusia memiliki kelebihan.
b.Merasa cukup dengan karunia Allah Swt.
c.Menyadari bahwa hanya Allah Swt. yang pantas untuk sombong.
d.Menyadari kelemahan manusia.
B.Taat
1.Pengertian dan Contoh Taat
Kata taat berasal dari bahasa Arab Ta’at. Kata ini memiliki makna
. mengikuti atau menuruti. Secara istilah taat berarti mengikuti dan
menuruti keinginan atau perintah dari luar diri kita. Dengan kata lain, taat artinya tunduk, patuh saat kita mendapat perintah atau larangan untuk dihindari.
Contoh perilaku taat dapat ditemukan dalam uraian berikut. Zahra
duduk di kelas VII SMP Bina Mulia. Sebagai seorang muslim, Zahra menunaikan salat tepat waktu, menunaikan puasa Ramadan, dan puasa sunah. Tidak lupa setiap hari Jumat Zahra memiliki agenda rutin yaitu bersedekah. Zahra melakukannya dengan ikhlas tanpa menginginkan pujian dari teman atau orang
tuanya.
Sikap yang ditunjukkan oleh Zahra termasuk kategori perilaku taat.
Zahra menaati perintah Allah Swt. dan rasul-Nya. Perilaku Zahra
hendaknya diteladani dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana cara menerapkan perilaku taat dalam keseharian? Simaklah uraian berikut untuk mengetahuinya.
2.Berperilaku Taat dalam Keseharian
Memiliki sifat taat akan memberikan akibat yang baik bagi pemiliknya. Jika setiap orang telah memahami maksud sikap ini, ia akan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, dapat dipastikan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara akan berjalan dengan harmonis.
Dalam Islam terdapat tiga tingkatan objek ketaatan. Ketiganya adalah Allah Swt., Rasulullah saw., dan ulil amri. Hal ini tertera dalam Al-Qur’an
-Surah an-Nisa’ [4] ayat 59.
- - - - -
Ya ayyuhal-lazina amanu ati‘ullaha wa ati‘ur-rasula wa ulil-amri minkum
. .
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul -(Muhammad saw), dan ulil amri di antara kamu . . .
(Q.S. an-Nisa’[4]: 59)
Dalam ayat di atas dengan jelas Allah Swt. memberitahukan tiga objek ketaatan manusia. Islam menuntut untuk ketaatan kepada ketiganya dengan model yang berbeda. Penerapan ketaatan dalam kehidupan dapat dilakukan dengan mengacu pada kandungan ayat di atas.
a.Ketaatan kepada Allah Swt.
Ketaatan kepada Allah menempati posisi ketaatan tertinggi.
Sebagai seorang muslim, tidak ada satu pun di dunia ini yang dapat mengalahkan ketaatan kita kepada Allah Swt. Saat Allah Swt. menginginkan sesuatu dari kita, kita harus menaati-Nya. Inilah makna keislaman kita kepada Allah Swt. Menunaikan perintah Allah Swt. dan menjauhi larangan-Nya merupakan cara
menunjukkan ketaatan kepada Allah Swt. Misalnya, menunaikan
salat, membayar zakat, dan menunaikan ibadah haji.
b.Ketaatan kepada Nabi Muhammad saw.
Ketaatan kepada rasul memiliki posisi sejajar dengan ketaatan
kepada Allah Swt. Mengapa demikian? Hal ini karena apa pun yang
disampaikan, dilakukan, serta diinginkan Rasulullah saw. merupakan wahyu dari Allah Swt. Pada saat yang sama, Allah Swt. senantiasa menjaga kehidupan rasul berikut segala gerak-gerik yang dilakukan beliau. Sedikit saja beliau bergeser dari kebenaran, Allah Swt. segera mengingatkannya. Dengan adanya penjagaan Allah Swt. ini Rasulullah menjadi seorang yang maksum atau terjaga dari kesalahan. Dengan kedudukannya yang sedemikian istimewa, Allah Swt. menempatkan Rasulullah saw. dalam posisi yang terhormat dalam ketaatan seorang muslim. Allah menyatakan bahwa menaati Rasulullah sama dengan menaati Allah Swt. Dengan demikian, ketaatan kepada Rasulullah saw. merupakan prioritas yang sama dengan ketaatan kepada Allah Swt. Meskipun begitu, kita tidak boleh menganggap Rasulullah saw. sejajar dengan kedudukan Allah Swt. sebagai Tuhan. Menyamakan Rasulullah saw. dengan Allah Swt.
sebagai Tuhan merupakan tindakan kemusyrikan karena Rasulullah
hanyalah manusia biasa yang diberi wahyu oleh Allah Swt. Menaati
perintah Allah Swt. dan menjauhi larangan-Nya berarti menaati rasulNya. Hal ini karena perintah rasul berarti perintah Allah Swt.
c.Ketaatan kepada Ulil Amri
Ketaatan tingkat ketiga adalah taat kepada ulil amri. Sebagian
ulama menafsirkan kata ulil amri di sini terbatas pada pemerintah di negara kita berada. Oleh karena itu, kita juga harus taat pada berbagai peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Semua peraturan itu disusun untuk menjaga keteraturan dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagian ulama yang lain meluaskan makna ulil amri ini. Mereka tidak membatasi makna ulil amri sebatas pemerintah saja, tetapi segala hal atau aturan atau sistem yang ada di sekitar dan terkait dengan kita. Oleh karena itu, taat kepada ulil amri dapat diartikan sebagai taat pada orang tua, taat pada aturan masyarakat, taat pada norma yang berlaku hingga taat pada janji kita kepada teman. Ketaatan kepada ulil amri ini ada syarat-syarat tertentu. Syarat tertentu itu adalah tidak boleh bertentangan dengan aturan Allah Swt. dan rasul-Nya. Ketika bertentangan dengan aturan Allah Swt. dan rasul-Nya, perintah ulil amri harus kita tinggalkan. Kita juga dianjurkan untuk bersikap taat kepada guru. Ketaatan kepada guru ditunjukkan dengan mematuhi perintahnya, menghormati, dan bersikap peduli. Kita patuhi perintah dan tugas yang guru berikan kepada kita, baik itu tugas sekolah maupun tugas luar.Kita juga wajib menghormatinya, misalnya dengan berkata dan bersikap sopan kepadanya. Sikap peduli kepada guru dapat ditunjukkan dengan selalu mengingat jasa baiknya, mendoakannya,
dan berbuat sesuatu yang menyenangkan hatinya.
C.Qanaah
1.Pengertian dan Contoh Qanaah
Qanaah merupakan sikap rela menerima atau merasa cukup dengan apa yang didapat serta menjauhkan diri dari sifat tidak puas dan merasa kekurangan yang berlebih-lebihan. Qanaah muncul dalam kehidupan seseorang berupa sikap rela menerima keputusan Allah Swt. yang berlaku bagi dirinya. Sikap ini muncul bukan dari sikap pasif menunggu tanpa berbuat yang terbaik. Sikap ini muncul dari keyakinan yang kuat kepada Allah Swt. setelah berusaha sebaik mungkin. Orang yang memiliki sikap qanaah sadar bahwa untuk mencapai suatu keinginan, harus dilakukan dengan usaha. Usaha yang dilakukan
pun bukan sekadar berusaha tanpa perencanaan dan kesungguhan. Ketika hasil dari usaha tersebut belum sesuai dengan keinginan, orang yang qanaah menerimanya dengan ikhlas, rida, dan lapang dada.
Misalnya, ketika menghadapi ulangan kalian telah belajar sungguh-
sungguh dan berdoa serta bertawakal kepada Allah Swt. Akan tetapi, hasil ulangan tersebut tidak sesuai dengan keinginan. Kita harus menerimanya dengan ikhlas. Sikap qanaah terkait erat dengan sikap syukur kepada Allah Swt. Perbedaannya sikap qanaah lebih menekankan rasa rela menerima
ketentuan Allah swt, sementara syukur lebih menekankan rasa terima kasih dan harapan kepada Allah Swt. Kedua sikap ini berjalan beriringan dalam setiap kejadian. Misalnya dalam masalah rezeki. Perbedaan dalam masalah rezeki menuntut setiap orang untuk melatih sikap qanaah dan sekaligus syukur. Bagi mereka yang berlapang rezeki, sikap qanaah ditunjukkan dengan hidup sederhana dan bersyukur dengan cara berbagi karunia Allah Swt. kepada saudara yang masih kekurangan. Bagi mereka yang bersempit rezeki, sikap qanaah muncul dengan rasa rela menerima keadaan yang diberikan Allah Swt. dan bersyukur dengan berusaha lebih keras lagi menyongsong karunia-Nya. Contoh qanaah dapat ditemukan dalam uraian berikut. Arif hendak mengikuti lomba badminton antarsekolah. Oleh karena itu, ia berlatih keras dan tidak lupa memohon keberhasilan usahanya. Sewaktu pertandingan berlangsung Arif berusaha sekuat tenaga untuk memenangkan pertandingan. Dia mengeluarkan seluruh kemampuannya, tetapi apa daya dia harus kalah. Kekalahan tersebut diterima dengan lapang dada dan ikhlas.
2.Berperilaku Qanaah dalam Keseharian
Perilaku qanaah harus diteladani kemudian diterapkan dalam
kehidupan. Qanaah merupakan perilaku terpuji yang membawa banyak manfaat bagi kehidupan. Perilaku qanaah dapat diterapkan dengan melakukan hal-hal berikut.
a.Bersyukur terhadap nikmat Allah Swt.
b.Berusaha sekuat tenaga untuk menggapai keinginan.
c.Menerima ketentuan Allah Swt. dengan ikhlas setelah usaha dilakukan dengan maksimal.
d.Mengingat dan memikirkan nikmat yang dikaruniakan Allah Swt.
kepada kita.
Perilaku qanaah akan membawa kita mudah meraih kesuksesan.
Orang yang qanaah bersikap wajar dalam menghadapi sesuatu, baik yang menyenangkan maupun menyedihkan. Ia tidak mau larut dalam kesedihan ataupun lalai dalam kegembiraan. Berperilaku qanaah dalam
keseharian perlu diterapkan pada saat mendapatkan rezeki, ditimpa musibah, meraih prestasi, atau mendapatkan kegagalan.
D.Sabar
1.Pengertian dan Contoh Sabar
Sabar artinya menahan diri dalam menanggung suatu penderitaan,
baik dalam menemukan sesuatu yang tidak dingini ataupun dalam bentuk kehilangan sesuatu yang disenangi. Menurut al-Gazali, sabar berarti suatu kondisi mental dalam mengendalikan nafsu yang tumbuhnya adalah atas dorongan ajaran agama. Kesabaran mutlak diperlukan dalam menghadapi kehidupan di dunia. Hal ini karena hidup tidak lepas dari kenyataan bahwa setiap orang selalu bersenTuhan dengan nikmat dan cobaan dalam menjalani kehidupan di dunia. Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita dihadapkan pada berbagai keadaan yang menuntut kita bersikap dengan tepat. Adakalanya kita dihadapkan dengan masalah hidup. Sakit yang tidak kunjung sembuh, ingin sepeda motor tetapi tidak memiliki cukup uang untuk membelinya, atau masalah lain yang tidak mengenakkan hati. Adakalanya pula kita
dihadapkan pada beratnya ketaatan kepada Allah Swt. Misalnya, saat terlelap tidur harus bangun untuk salat Subuh. Semua keadaan ini menuntut sikap yang tepat untuk menghadapinya.
2.Berperilaku Sabar dalam Keseharian
Sabar merupakan perilaku terpuji yang harus diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari. Penerapan perilaku sabar dalam kehidupan
menyangkut dua hal sebagai berikut.
a.Sabar dalam Menghadapi Cobaan Hidup
Kata cobaan hidup sering ditujukan pada kondisi saat kita merasa
tidak nyaman dengan kondisi itu. Cobaan yang datang bisa berupa
bencana banjir, tanah longsor, sakit, kematian, kemiskinan, dan
beberapa contoh lainnya. Dalam keadaan seperti ini, kesabaran
merupakan kunci untuk menghadapinya. Berkaitan dengan perilaku
sabar Allah Swt. berfirman seperti berikut.
Wa lanabluwannakum bisyai’im minal-khaufi wal-ju’i wa naqsim
minal-amwali wal-anfusi was-samarat(i), wa basysyiris-sabirin(a).
Allazina iza asabathum musibah(tun), qalu inna lillahi wa inna ilaihi
raji‘un(a).
Artinya: Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar,
(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka
berkata ”Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun” (sesungguhnya kami
milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali). (Q.S. al-Baqarah
[2]: 155–156)
b.Sabar dalam Menjalankan Ketaatan kepada Allah Swt.
Melaksanakan perintah Allah Swt. dan rasul-Nya bukan hal yang
mudah dan di sinilah kesabaran diperlukan. Misalnya, untuk
menjalankan perintah zakat kita harus bersabar karena godaan untuk tidak mengeluarkan harta dan berbagi dengan orang lain akan muncul. Selain dalam menjalankan perintah Allah Swt., kita harus sabar dalam menahan diri dari kemaksiatan. Kemaksiatan sering muncul sebagai kenikmatan dunia dan tidak jarang kita tergoda untuk mencicipinya. Padahal di balik maksiat itu terdapat bahaya yang mengancam kebaikan kita sebagai manusia. Oleh karena itu, Allah Swt. melarang kita berbuat maksiat.
Di sinilah kesabaran diperlukan.
1.Tawadu artinya sikap rendah hati. Tawadu merupakan sikap seseorang yang tidak
ingin menonjolkan diri dengan sesuatu yang ada pada dirinya.
2.Taat secara bahasa berarti mengikuti atau menuruti.
3.Tiga objek ketaatan dalam Islam sebagai berikut.
a.Ketaatan kepada Allah Swt.
b.Ketaatan kepada Nabi Muhammad saw.
c.Ketaatan kepada ulil amri.
4.Qanaah dapat berupa sikap rela menerima cobaan dan ujian dari Allah Swt. yang berlaku bagi dirinya.
5.Sabar dapat diartikan dengan sikap tahan dalam menghadapi cobaan dan tabah.
6.Sabar dapat diterapkan dalam hal-hal berikut.
a.Sabar dalam menghadapi cobaan hidup.
b.Sabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah Swt. dan menjauhi larangan Nya.
makasih penjelasannya. bermanfaat bgt buat bantu tgs saya
ReplyDeleteBagus membantu UAS saya
ReplyDeletebagus. buat bantu tugas sekolah kak
ReplyDeleteMembantu mencari materi uas
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteTRIMAKASIH INI CUKUP MEMBANTU BAGI SAYA
ReplyDeleteNice but better
ReplyDelete