PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Menurut pandangan umum
manusia disebut sebagai makhluk social yang mana berarti bahwa setiap manusia
tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup tanpa bantuan dari orang lain sehingga
dibutuhkan suatu tindakan interaksi dengan manusia yang lain dalam bentuk
hubungan timbal balik sehingga suatu bentuk kehidupan akan berjalan dengan
baik.
Sedangkan menurut
pandangan islam, hubungan antar sesama makhluk disebut hablum minan naas, oleh
karena membutuhkan bantuan orang lain maka dibutuhkan suatu tindakan yang
disebut muammalah, karena muammalah terbagi menjadi beberapa macam, maka
makalah ini menghususkan pada bab syirkah atau perkongsian, dikarenakan banyak
sekali praktek perkongsian disekitar kita sehingga perlu untuk dipelajari.
B. Rumusan masalah
1.
Apakah yang dimaksud dengan syirkah atau
perkongsian itu?
2.
Apa sajakah macam-macam dari syirkah
atau perkongsian itu?
3. Bagaimana
ketetapan hukum syirkah atau perkongsian itu?
PEMBAHASAN
A. Defenisi dan Dasar Hukum Usaha Bersama (Syirkah) dalam Islam
Syirkah dari segi bahasa adalah (al ikhtilath) yaitu
penggabungan dua harta atau lebih menjadi satu bagian utuh. Sedang menurut
Istilah syari’, makna syirkah adalah hak kepemilikan suatu hal (yaitu
kerjasama dalam usaha atau sekedar kepemilikan suatu benda) oleh dua orang atau
lebih sesuai prosentase tertentu.
Hukum melakukan syirkah adalah mubah, dengan dalil dari
Alquran dan As sunnah serta Ijma’
Dasar dari Alqur’an adalah Firman Allah Ta’ala : {فهم شركاء في الثلث} [النساء:12/4] “maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu”.
Adapun dasar dari Sunnah Dalam syirkah ada keberkahan
dari Allah Ta’ala dalam bentuk perlindungan dan kemudahan dalam menjalankan
usaha selama tidak terjadi penghianatan.
ففي الحديث القدسي فيما يروى عن أبي
هريرة رفعه إلى النبي صلّى الله عليه وسلم قال: إن الله عز وجل يقول: «أنا ثالث
الشريكين ما لم يخن أحدهما صاحبه، فإذا خانه خرجت من بينهما» رواه أبو داود
Dalam hadit qudsi , sebagaimana yang diriwayatkan oleh abu
huroiroh dari Rasulullah Shalallhu alaihi wasalam bersabda: sesungguhnya Allah
azza wajala berkata : "Aku adalah pihak ketiga (Yang Maha Melindungi) bagi
dua orang yang melakukan syirkah, selama salah seorang diantara mereka tidak
berkhianat kepada peseronya. Apabila diantara mereka ada yang berkhianat, maka
Aku akan keluar dari mereka (tidak melindungi)”.
B. Rukun dan Syarat Syirkah
Rukun Syirkah adalah sesuatu yang harus ada ketika syirkah
itu berlangsung. Rukun syirkah yang pokok ada 3 (tiga) yaitu:
1. Akad (ijab-kabul), disebut juga
shighat;
2. Dua pihak yang berakad (‘âqidâni),
syaratnya harus memiliki kecakapan (ahliyah) melakukan tasharruf (pengelolaan
harta);
3. Obyek akad (mahal), disebut juga
ma’qûd ‘alayhi, yang mencakup pekerjaan (amal) dan/atau modal (mâl).
Menurut ulama Hanafiah, rukun syirkah hanya ijab dan qabul
atau serah terima. Sedangkan orang yang berakad dan obyek akad bukan termasuk
rukun, tapi syarat. Dan menurut jumhur ulama, rukun syirkah meliputi shighat
(lafaz) ijab dan qabul, kedua orang yang berakad, dan obyek akad.
Syarat
Syirkah merupakan perkara penting yang harus ada sebelum dilaksanakan syirkah.
Jika syarat tidak terwujud, maka akad syirkah itu batal.
Adapun syarat sah akad ada 2 (dua) yaitu:
1. Obyek akadnya berupa tasharruf,
yaitu aktivitas pengelolaan harta dengan melakukan akad-akad, misalnya akad
jual-beli;
2. Obyek akadnya dapat diwakilkan
(wakalah), agar keuntungan syirkah menjadi hak bersama di antara para syarîk
(mitra usaha).
C. Macam-Macam
Syirkah
Syirkah
Al-Amlak (perserikatan dalam pemilikan)
Syirkah
Al-‘Uqud (perserikatan berdasarkan suatu akad)
1. Syirkah Al-Amlak
Menurut Sayyid Sabiq, syirkah
al-amlak adalah bila lebih dari satu orang memiliki suatu jenis barang tanpa
didahului aqad, baik bersifat ikhtiari atau jabari. Syirkah al-amlak terbagi
dua :
a.
Ikhtiari (perserikatan yang dilandasi
pilihan orang yang berserikat), yaitu perserikatan yang muncul akibat tindakan
hukum orang yang berserikat, seperti dua orang sepakat membeli suatu barang,
atau mereka menerima harta hibah secara berserikat. Maka barang atau harta
tersebut menjadi harta serikat bagi mereka berdua.
b. Jabari (perserikatan yang muncul secara
paksa, bukan atas keinginan orang yang berserikat), seperti harta warisan,
menjadi milik bersama orang-orang yang berhak menerima warisan.
Status harta dalam syirkah al-amlak adalah sesuai hak
masing-masing, bersifat mandiri secara hukum. Jika masing-masing ingin
bertindak hukum terhadap harta serikat itu, harus ada izin dari mitranya. Hukum
yang terkait dengan syirkah al-amlak dibahas secara luas dalam bab wasiat,
waris, hibah dan wakaf.
. Syirkah Al-‘Uqud
Akad yang disepakati dua orang atau
lebih untuk mengikatkan diri dalam perserikatan modal dan keuntungannya.
Syirkah al-‘uqud terbagi lima:
a.
Syirkah al-‘inan (شركة العنان), yaitu
perserikatan dalam modal (harta) antara dua orang atau lebih, yang tidak harus
sama jumlahnya. Keuntungan dan kerugian dibagi dua sesuai prosentase yang telah
disepakati. Sedangkan kerugian menjadi tanggung jawab orang-orang yang
berserikat sesuai dengan prosentase penyertaan modal/saham masing-masing. Para
ulama sepakat, hukumnya boleh.
b. Syirkah Abdan/A’mal, perserikatan
yang dilakukan oleh dua pihak untuk menerima suatu pekerjaan, seperti kerjasama
seprofesi antara dua orang arsitek atau tukang kayu dan pandai besi untuk
menggarap sebuah proyek. Hasil atau imbalan yang diterima dibagi bersama sesuai
kesepakatan. Menurut ulama Malikiyah, Hanafiyah, Hanabilah dan Zaidiyah
hukumnya boleh. Ulama Malikiyah mengajukan syarat, yaitu bahwa kerja yang
dilakukan harus sejenis, satu tempat, serta hasil yang diperoleh dibagi menurut
kuantitas kerja masing-masing. Menurut ulama Syafi’iyah, Syi’ah Imamiyah,
perserikatan seperti ini hukumnya tidak sah, karena yang menjadi obyek
perserikatan adalah harta/modal, bukan kerja, disamping pula, kerja seperti ini
tidak dapat diukur, sehingga dapat menimbulkan penipuan yang membawa kepada
perselisihan.
c.
Syirkah al-Mudharabah, persetujuan
antara pemilik modal dengan pengelola untuk mengelola uang dalam bentuk usaha
tertentu, keuntungannya dibagi sesuai kesepakatan bersama, sedangkan kerugian
menjadi tanggungan pemilik modal saja.
d. Syirkah Wujuh, serikat yang
dilakukan dua orang atau lebih yang tidak punya modal sama sekali, dan mereka
melakukan suatu pembelian dengan kredit serta menjualnya dengan harga tunai;
sedangkan keuntungannya dibagi bersama. Mirip seperti kerja makelar barang,
bukan makelar kasus (markus). Ulama Hanafiah, Hanabilah dan Zaidiyah menyatakan
hukumnya boleh, karena masing-masing pihak bertindak sebagai wakil dari pihak
lain, sehingga pihak lain itupun terikat pada transaksi yang dilakukan mitra
serikatnya. Sedangkan ulama Malikiyah, Syafi’iyah menyatakan tidak sah dan
tidak dibolehkan, karena modal dan kerja dalam perserikatan ini tidak jelas.
e.
Syirkah Mufawadhah, perserikatan dua
orang atau lebih pada suatu obyek, dengan syarat masing-masing pihak memasukkan
modal yang sama jumlahnya, serta melakukan tindakan hukum (kerja) yang sama
pula. Jika mendapat keuntungan dibagi rata, dan jika berbeda tidak sah.
Masing-masing pihak hanya boleh melakukan transaksi jika mendapat persetujuan
dari pihak lain (sebagai wakilnya), jika tidak, maka transaksi itu tidak sah.
Ulama Hanafiah dan Zaidiyah menyatakan bentuk perserikatan seperti ini
dibolehkan. Sedangkan ulama Syafi’iyah dan Hanabilah menyatakan tidak boleh,
karena sulit untuk menentukan prinsip kesamaan modal, kerja dan keuntungan
dalam perserikatan itu, disamping tidak ada satu dalilpun yang shahih yang bisa
dijadikan dasar hukum. Tetapi mereka membolehkan Mufawadhah seperti pandangan
Malikiyah, yaitu boleh mufawadhah jika masing-masing pihak yang berserikat
dapat bertindak hukum secara mutlak dan mandiri terhadap modal kerja, tanpa
minta izin dan musyawarah dengan mitra serikatnya.
Sedangkan di Indonesia perseroan
atau serikat tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam dua bentuk, yaitu:
1. Perkumpulan
yang tidak berbadan hukum.
2. Perkumpulan
yang berbadan hukum.
Adapun
perkumpulan (serikat) yang tidak berbadan hukum itu terdiri dari:
1)
Persekutuan perdata
2)
Persekutuan firma, dan
3)
Persekutuan komanditer.
Sedangkan
persekutuan yang berbadan hukum itu seperti:
1)
Perseroan Terbatas (PT),
2)
Koperasi, dan
3)
Perkumpulan saling menanggung.
Menyangkut pendirian perkumpulan/serikat yang tidak
berbadan hukum, bahwa dapat dikatakan bahwa pendiriannya tidak perlu
mendapatkan pengesahan dari pemerintah, misalnya:
Untuk
mendirikan persekutuan perdata tidak perlu ada formaliitas sedkitpun,
pendiriannya cukup dilakukan dengan adanya kesepakatan para pihak, pendaftaran
dan pengumuman tidak perlu dilakukan.
1)
Untuk mendirikan persekutuan firma,
biasanya didirikan dengan Akta Notaris, setelah didirikan kemudian didaftarkan
di Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat dan diumumkan dalam berita Negara
Republik Indonesia.
2)
Untuk mendirikan persekutuan komanditer,
cukup dilakukan sebagaimana halnya pendirian Persekutuan Firma.
Berbeda hanya dengan mendirikan sebuah Serikat yang
berbadan hukum, yang mana pendirian suatu Serikat yang berbadan hukum
disyaratkan adanya pengesahan dari Pemerintah. Pengesahan Pemerintah ini dimaksudkan sebagai tindakan preventif,
misalnya:
1)
Dalam hal mendirikan suatu serikatyang
berbentuk Perseroan Terbatas, pendiriannya dilakukan dengan Akta Notaris, dan kemudian
akta pendirian tersebut mutlak diperlukan pengesahan akta pendirian dan
Anggaran Dasarnya oleh Pemerintah, dalam hal ini Mentri Kehakiman.
2)
Untuk mendirikan perkumpulan yang
berbentuk Koperasi, akta perdiriannya mutlak disahkan oleh Pemerintah, dalam
hal ini Mentri yang diserahi untuk melaksanakan urusan perkoperasian.
D. Sifat Akad Perkongsian dan
Kewenangan
1. hukum
kepastian (luzum) syirkah
Kebanyakan ulama fiqih
berpendapat bahwa akad syirkah dibolehkan, tetapi tidak lazim. Oleh karena itu, salah seorang yang bersekutu dibolehkan membatalakan akad atas sepengetahuan rekannya untuk menghindari kemadlaratan.
2. kewenangan
syarik (yang berserikat)
Para ahli
fiqih sepakat bahwa kewenangan syarik perkongsian adalah amanah, seperti dalam
titipan, karena memegang atau menyerahkan harta atas izin rekannya.
E. Hal yang Membatalkan Syirkah
1. pembatalan
syirkah secara umum
·
pembatalan dari salah seorang yang bersekutu
·
meninggalnya salah seorang syarik
·
salah seorang syarik murtad atau membelot ketika
perang
·
gila
2. pembatalan
syirkah secara khusus
·
harta syirkah rusak (syirkah amwal)
·
tidak ada kesamaan modal (syirkah mufawidhah)
F. Hikmah Syirkah
Syirkah mengandung hikmah yang sangat besar, baik bagi
pelakunya maupun bagi masyarakat luas, diantaranya sebagai berikut :
1.
Terkumpulnya modal dengan jumlah
yang sangat besar, sehingga dapat digunakan untuk mengadakan
pekerjaan-pekerjaan besar pula.
2.
Dapat memperlancar laju perkembangan
ekonomi makro.
3.
Terciptanya lapangan pekerjaan yang
lebih luas dan mandiri.
4.
Terjalinnya rasa persaudaraan di
antara sesama pemegang modal dan mitra kerja yang lain.
5.
Pemikiran untuk memajukan perusahaan
menjadi lebih banyak karena berasal dari banyak orang.
PENUTUP
Kesimpulan
Manusia tidak dapat hidup sendirian, pasti membutuhkan orang
lain dalam memenuhi kebutuhan. Ajaran Islam mengajarkan agar kita menjalin
kerjasama dengan siapapun terutama dalam bidang ekonomi dengan prinsip saling
tolong-menolong dan saling menguntungkan (mutualisme), tidak menipu dan tidak
merugikan. Tanpa kerjasama maka kita sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Syirkah pada hakikatnya adalah sebuah kerjasama saling
menguntungkan dalam mengembangkan potensi yang dimiliki baik berupa harta atau
pekerjaan. Oleh karena itu Islam menganjurkan umatnya untuk bekerja sama sesuai
prinsip di atas.
Hukum syirkah sendiri adalah boleh (mubah/halal) sebagaimana
kebolehan kita makan, minum dan lain-lain sejauh tidak ada hal yang melarangnya
(mengharamkannya di dalam Qur’an maupun Sunnah).
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Surat An Nisa’
Syafei,
Rachmat Prof. Dr. H. Ma.2000.Fiqih Muammalah. Bandung: CV:Pustaka setia
Umari
, Barmawi drs. H. 1986.ilmu Fiqih Ibadah Muammalah Munakahat.Solo:CV. Ramadhan
No comments:
Post a Comment