Tuesday, July 22, 2014

Contoh Mata Kuliah Etika Profesi Penegak Hukum

MAJELIS KEHORMATAN HAKIM & KOMISI YUDISIAL
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah
“ETIKA PROFESI PENEGAK HUKUM”





Disusun oleh :
Asrori Ibnu Ridlo 1212007

Dosen Pembimbing :
H Ilham Tohari, M.Hi.

 JURUSAN AHWAL ASY-SYAKHSIYAH FAKULTAS AGAMA ISLAM         UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM JOMBANG          
2012






BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kelahiran Komisi Yudisial merupakan respon masyarakat untuk memperbaiki pengadilan yang tercemar dari praktik-praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (Thohari, 2004). Komisi Yudisial dipandang perlu untuk menjawab beberapa masalah internal yang dihadapi Mahkamah Agung sebagai pemegang kekuasaan kehakiman tertinggi hingga tingkat bawah. Dalam proses kelahiran dan pembentukannya Komisi Yudisial tidak dapat lepas dari perjuangan dan dorongan masyarakat sipil (civil society). Naskah akademis Undang-undang Komisi Yudisial dan usulan draft mengenai Undang-undang Komisi Yudisial pada tahun 2004 disiapkan oleh CSO (civil society organization) yang peduli pada reformasi hukum dan peradilan.
Secara kelembagaan Komisi Yudisial hanya ada di Jakarta sebagai ibukota negara namun wewenang dan tugasnya menjangkau seluruh wilayah Indonesia.3 Wewenang Komisi Yudisial yang tertera dalam Undang-undang Dasar 1945 adalah mengusulkan pengangkatan hakim agung; dan wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim.


B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah Komisi Yudisial?
2.      Apa tugas dan wewenang Komisi Yudisial?
3.      Apa dasar hokum Komisi Yudisial?





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Pembentukan Komisi Yudisial
Berawal pada tahun 1968 muncul ide pembentukan Majelis Pertimbangan Penelitian Hakim (MPPH) yang berfungsi untuk memberikan pertimbangan dalam mengambil keputusan akhir mengenai saran-saran dan atau usul-usul yang berkenaan dengan pengangkatan, promosi, pindahan rumah, pemberhentian dan tindakan/hukuman jabatan para hakim. Namun ide tersebut tidak berhasil dimasukkan dalam undang-undang tentang Kekuasaan Kehakiman.
Baru kemudian tahun 1998 muncul kembali dan menjadi wacana yang semakin kuat dan solid sejak adanya desakan penyatuan atap bagi hakim, yang tentunya memerlukan pengawasan eksternal dari lembaga yang mandiri agar cita-cita untuk mewujudkan peradilan yang jujur, bersih, transparan dan profesional dapat tercapai.
Seiring dengan tuntutan reformasi peradilan, pada Sidang Tahunan MPR tahun 2001 yang membahas amandemen ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, disepakati beberapa perubahan dan penambahan pasal yang berkenaan dengan kekuasaan kehakiman, termasuk di dalamnya Komisi Yudisial yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Berdasarkan pada amandemen ketiga itulah dibentuk Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial yang disahkan di Jakarta pada tanggal 13 Agustus 2004.
Setelah melalui seleksi yang ketat, terpilih 7 (tujuh) orang yang ditetapkan sebagai anggota Komisi Yudisial periode 2005-2010 melalui Keputusan Presiden tanggal 2 Juli 2005. Dan selanjutnya pada tanggal 2 Agustus 2005, ketujuh anggota Komisi Yudisial mengucapkan sumpah dihadapan Presiden, sebagai awal memulai masa tugasnya[1].
Undang-Undang Komisi Yudisial juga telah mengalami perubahan. Tanggal 9 November 2011 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengesahkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial. Perubahan Undang-Undang Komisi Yudisial dilakukan setelah Mahkamah Konstitusi dalam putusannya Nomor 005/PUU-IV/2006 menyatakan beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Sehingga, Mahkamah Konstitusi merekomendasikan agar dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004[2].
Sedangkan Majelis Kehormatan Hakim dijelaskan sebagai oleh Undang-Undang sebagai berikut Majelis Kehormatan Hakim adalah perangkat yang dibentuk oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial yang bertugas memeriksa dan memutus adanya dugaan pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim[3].

  1. Dasar Hukum
Komisi Yudisial negara kita secara jelas disebut di tiga peraturan perundang-undangan yaitu :
  • UUD 1945,
  1. UUD 1954Pasal 23a ayat (3) UUD 1945:“Calon hakim agung diusulkan komisi yudisial kepada dewan perwakilan rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden”.
  2. Pasal 24b UUD 1945
1.      Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
2.      Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.
3.      Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan dewan perwakilan rakyat.
4.      Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan Undang-Undang
  • UU No 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman
Pasal 34:
Ayat (1)“Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan hakim agung dilakukan oleh Komisi Yudisial yang diatur dengan Undang-Undang”
Ayat (3)“Dalam rangka menjaga kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim agung dan hakim, pengawasan dilakukan oleh komisi yudisial yang diatur dalam Undang-Undang.Pemilihan hakim agung KY bertugas mendaftar, menyeleksi dan menetapkan serta mengajukan calon hakim agung ke DPR.
  • UU No 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial[4].


C.    Tujuan Komisi Yudisial

  1. Agar dapat melakukan monitoring secara intensif terhadap penyelenggaraan kekuasaan kehakiman dengan melibatkan unsur-unsur masyarakat.
  2. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kekuasaan kehakiman baik yang menyangkut rekruitmen hakim agung maupun monitoring perilaku hakim.
  3. Menjaga kualitas dan konsistensi putusan lembaga peradilan, karena senantiasa diawasi secara intensif oleh lembaga yang benar-benar independen.
  4. Menjadi penghubung antara kekuasaan pemerintah dan kekuasaan kehakiman untuk menjamin kemandirian kekuasaan kehakiman[5].
  5. Mendukung terwujudnya kekuasaan kehakiman yang mandiri  untuk menegakkan hukum dan keadilan.
  6. Meningkatkan integritas, kapasitas, dan profesionalitas hakim sesuai dengan kode etik dan pedoman perilaku hakim dalam menjalankan kewenangan dan tugasnya[6].

D.    Wewenang Komisi Yudisial

Komisi Yudisial berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim[7].
Tugas Komisi Yudisial adalah Mengusulkan Pengangkatan Hakim Agung, dengan tugas utama:
1.      Melakukan pendaftaran calon Hakim Agung;
2.      Melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung;
3.      Menetapkan calon Hakim Agung; dan
4.      Mengajukan calon Hakim Agung ke DPR[8].

E.     Pertanggungjawaban Dan Laporan

Komisi Yudisial bertanggungjawab kepada publik melalui DPR, dengan cara menerbitkan laporan tahunan dan membuka akses informasi secara lengkap dan akurat.

F.     Keanggotaan
  1. Komposisi keanggotaan Komisi Yudisial terdiri atas dua mantan hakim, dua orang praktisi hukum, dua orang akademisi hukum, dan satu anggota masyarakat.
  2. Anggota Komisi Yudisial adalah pejabat negara, terdiri dari 7 orang (termasuk Ketua dan Wakil Ketua yang merangkap Anggota).
  3. Anggota Komisi Yudisial memegang jabatan selama masa 5 (lima) tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.

SYARAT MENJADI ANGGOTA KOMISI YUDISIAL
  1. Warga negara Indonesia.
  2. Bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa.
  3. Berusia paling rendah 45 (empat puluh lima) tahun dan paling tinggi 68 (enam puluh delapan) tahun pada saat proses pemilihan.
  4. Mempunyai pengalaman di bidang hukum sekurang-kurangnya 15 (lima belas) tahun.
  5. Berkomitmen untuk memperbaiki sistem peradilan di Indonesia
  6. Memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.
  7. Memiliki kemampuan jasmani dan rohani.
  8. Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana kejahatan.
  9. Melaporkan daftar kekayaan.



LARANGAN MERANGKAP JABATAN
Anggota Komisi Yudisial dilarang merangkap jabatan sebagai:
  1. Pejabat negara atau penyelenggara negara menurut peraturan perundang-undangan.
  2. Hakim.
  3. Advokat.
  4. Notaris dan/atau Pejabat Pembuat Akta Tanah.
  5. Pengusaha, pengurus atau karyawan badan usaha milik negara atau badan usaha swasta.
  6. Pegawai negeri.
  7. Pengurus partai politik[9].
.
BAB III
KESIMPULAN

Majelis Kehormatan Hakim dijelaskan adalah perangkat yang dibentuk oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial yang bertugas memeriksa dan memutus adanya dugaan pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim.
Dasar Hukum Komisi Yudisial adalah UUD 1954, UU No 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman dan UU No 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial.
Komisi Yudisial berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
Komisi Yudisial bertanggungjawab kepada publik melalui DPR, dengan cara menerbitkan laporan tahunan dan membuka akses informasi secara lengkap dan akurat.
Komposisi keanggotaan Komisi Yudisial terdiri atas dua mantan hakim, dua orang praktisi hukum, dua orang akademisi hukum, dan satu anggota masyarakat.





DAFTAR PUSTAKA

·         http://id.wikipedia.org/wiki/Komisi_Yudisial
·         http://www.komisiyudisial.go.id/statis-14-sejarah-pembentukan.html
·         Undang-Undang Republik Indonesia nomor 18 Tahun 2011 tentang perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial pasal 1
·        http://www.komisiyudisial.go.id/statis-27-keanggotaan.html






[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Komisi_Yudisial
[2] http://www.komisiyudisial.go.id/statis-14-sejarah-pembentukan.html
[3] Undang-Undang Republik Indonesia nomor 18 Tahun 2011tentang perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial pasal 1
[4] http://welookingupdown.wordpress.com/2011/04/25/komisi-yudisial/
[5] http://id.wikipedia.org/wiki/Komisi_Yudisial
[6] http://www.komisiyudisial.go.id/statis-14-sejarah-pembentukan.html
[7] http://id.wikipedia.org/wiki/Komisi_Yudisial
[8] Undang-Undang Republik Indonesia nomor 18 Tahun 2011tentang perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial pasal 13
[9] http://www.komisiyudisial.go.id/statis-27-keanggotaan.html







BAB II
PEMBAHASAN

A.      Sejarah Pembentukan Komisi Yudisial

Berawal pada tahun 1968 muncul ide pembentukan Majelis Pertimbangan Penelitian Hakim (MPPH) yang berfungsi untuk memberikan pertimbangan dalam mengambil keputusan akhir mengenai saran-saran dan atau usul-usul yang berkenaan dengan pengangkatan, promosi, pindahan rumah, pemberhentian dan tindakan/hukuman jabatan para hakim. Namun ide tersebut tidak berhasil dimasukkan dalam undang-undang tentang Kekuasaan Kehakiman.
Baru kemudian tahun 1998 muncul kembali dan menjadi wacana yang semakin kuat dan solid sejak adanya desakan penyatuan atap bagi hakim, yang tentunya memerlukan pengawasan eksternal dari lembaga yang mandiri agar cita-cita untuk mewujudkan peradilan yang jujur, bersih, transparan dan profesional dapat tercapai.
Seiring dengan tuntutan reformasi peradilan, pada Sidang Tahunan MPR tahun 2001 yang membahas amandemen ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, disepakati beberapa perubahan dan penambahan pasal yang berkenaan dengan kekuasaan kehakiman, termasuk di dalamnya Komisi Yudisial yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Berdasarkan pada amandemen ketiga itulah dibentuk Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial yang disahkan di Jakarta pada tanggal 13 Agustus 2004.
Setelah melalui seleksi yang ketat, terpilih 7 (tujuh) orang yang ditetapkan sebagai anggota Komisi Yudisial periode 2005-2010 melalui Keputusan Presiden tanggal 2 Juli 2005. Dan selanjutnya pada tanggal 2 Agustus 2005, ketujuh anggota Komisi Yudisial mengucapkan sumpah dihadapan Presiden, sebagai awal memulai masa tugasnya[1].
Undang-Undang Komisi Yudisial juga telah mengalami perubahan. Tanggal 9 November 2011 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengesahkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial. Perubahan Undang-Undang Komisi Yudisial dilakukan setelah Mahkamah Konstitusi dalam putusannya Nomor 005/PUU-IV/2006 menyatakan beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Sehingga, Mahkamah Konstitusi merekomendasikan agar dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004[2].
Sedangkan Majelis Kehormatan Hakim dijelaskan sebagai oleh Undang-Undang sebagai berikut Majelis Kehormatan Hakim adalah perangkat yang dibentuk oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial yang bertugas memeriksa dan memutus adanya dugaan pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim[3].
  1. Dasar Hukum
Komisi Yudisial negara kita secara jelas disebut di tiga peraturan perundang-undangan yaitu :
  • UUD 1945,
  1. UUD 1954Pasal 23a ayat (3) UUD 1945:“Calon hakim agung diusulkan komisi yudisial kepada dewan perwakilan rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden”.
  2. Pasal 24b UUD 1945
1.       Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
2.       Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.
3.       Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan dewan perwakilan rakyat.
4.       Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan Undang-Undang
  • UU No 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman
Pasal 34:
Ayat (1)“Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan hakim agung dilakukan oleh Komisi Yudisial yang diatur dengan Undang-Undang”
Ayat (3)“Dalam rangka menjaga kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim agung dan hakim, pengawasan dilakukan oleh komisi yudisial yang diatur dalam Undang-Undang.Pemilihan hakim agung KY bertugas mendaftar, menyeleksi dan menetapkan serta mengajukan calon hakim agung ke DPR.
  • UU No 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial[4].

C.      Tujuan Komisi Yudisial

  1. Agar dapat melakukan monitoring secara intensif terhadap penyelenggaraan kekuasaan kehakiman dengan melibatkan unsur-unsur masyarakat.
  2. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kekuasaan kehakiman baik yang menyangkut rekruitmen hakim agung maupun monitoring perilaku hakim.
  3. Menjaga kualitas dan konsistensi putusan lembaga peradilan, karena senantiasa diawasi secara intensif oleh lembaga yang benar-benar independen.
  4. Menjadi penghubung antara kekuasaan pemerintah dan kekuasaan kehakiman untuk menjamin kemandirian kekuasaan kehakiman[5].
  5. Mendukung terwujudnya kekuasaan kehakiman yang mandiri  untuk menegakkan hukum dan keadilan.
  6. Meningkatkan integritas, kapasitas, dan profesionalitas hakim sesuai dengan kode etik dan pedoman perilaku hakim dalam menjalankan kewenangan dan tugasnya[6].

D.      Wewenang Komisi Yudisial

Komisi Yudisial berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim[7].
Tugas Komisi Yudisial adalah Mengusulkan Pengangkatan Hakim Agung, dengan tugas utama:
1.       Melakukan pendaftaran calon Hakim Agung;
2.       Melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung;
3.       Menetapkan calon Hakim Agung; dan
4.       Mengajukan calon Hakim Agung ke DPR[8].

E.      Pertanggungjawaban Dan Laporan

Komisi Yudisial bertanggungjawab kepada publik melalui DPR, dengan cara menerbitkan laporan tahunan dan membuka akses informasi secara lengkap dan akurat.
F.       Keanggotaan
  1. Komposisi keanggotaan Komisi Yudisial terdiri atas dua mantan hakim, dua orang praktisi hukum, dua orang akademisi hukum, dan satu anggota masyarakat.
  2. Anggota Komisi Yudisial adalah pejabat negara, terdiri dari 7 orang (termasuk Ketua dan Wakil Ketua yang merangkap Anggota).
  3. Anggota Komisi Yudisial memegang jabatan selama masa 5 (lima) tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.

SYARAT MENJADI ANGGOTA KOMISI YUDISIAL
  1. Warga negara Indonesia.
  2. Bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa.
  3. Berusia paling rendah 45 (empat puluh lima) tahun dan paling tinggi 68 (enam puluh delapan) tahun pada saat proses pemilihan.
  4. Mempunyai pengalaman di bidang hukum sekurang-kurangnya 15 (lima belas) tahun.
  5. Berkomitmen untuk memperbaiki sistem peradilan di Indonesia
  6. Memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.
  7. Memiliki kemampuan jasmani dan rohani.
  8. Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana kejahatan.
  9. Melaporkan daftar kekayaan.

LARANGAN MERANGKAP JABATAN
Anggota Komisi Yudisial dilarang merangkap jabatan sebagai:
  1. Pejabat negara atau penyelenggara negara menurut peraturan perundang-undangan.
  2. Hakim.
  3. Advokat.
  4. Notaris dan/atau Pejabat Pembuat Akta Tanah.
  5. Pengusaha, pengurus atau karyawan badan usaha milik negara atau badan usaha swasta.
  6. Pegawai negeri.
  7. Pengurus partai politik[9].



[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Komisi_Yudisial
[2] http://www.komisiyudisial.go.id/statis-14-sejarah-pembentukan.html
[3] Undang-Undang Republik Indonesia nomor 18 Tahun 2011tentang perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial pasal 1
[4] http://welookingupdown.wordpress.com/2011/04/25/komisi-yudisial/
[5] http://id.wikipedia.org/wiki/Komisi_Yudisial
[6] http://www.komisiyudisial.go.id/statis-14-sejarah-pembentukan.html
[7] http://id.wikipedia.org/wiki/Komisi_Yudisial
[8] Undang-Undang Republik Indonesia nomor 18 Tahun 2011tentang perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial pasal 13
[9] http://www.komisiyudisial.go.id/statis-27-keanggotaan.html

No comments:

Post a Comment