Saturday, July 12, 2014

CONTOH ABSTRAK



ABSTRAK

Tulisan yang berjudul Batas Minimal Frekuensi Jima’ Sebagai Pemenuhan Kewajiban Suami Terhadap Istri (Studi Komparatif Tehadap Pendapat ulama’ Mazhab Syafi‘i Dan ulama’ Mazhab Hanbali) ini berbicara tentang kewajiban suami terhadap istri khususnya dalam pemuasan hasrat seksualnya, sehingga perlu diperjelas tentang frekuensinya.
Dalam hal batasan minimal frekuensi persetubuhan, Fuqaha‘ berbeda pendapat. Namun  dalam  penelitian  ini  fokus  kajiannya  adalah  menelaah  dan memperbandingkan pendapat Syafi‘iyyah dan Hanabilah mengenai batas minimal frekuensi jima’ sebagai pemenuhan kewajiban suamai terhadap istri.
Mengingat kajian yang dipilih oleh peneliti adalah kajian pustaka, maka metode yang diambil adalah deskriptif komparatif dengan mengkaji kitab-kitab dan buku- buku yang berkaitan dengan objek penelitian untuk kemudian dipaparkan penemuan datanya mengenai pendapat Syafi‘iyyah dan Hanabilah mengenai batas minimal frekuensi jima’ sebagai pemenuhan kewajiban suami terhadap istri, serta dianalisis secara komparatif dengan mencari persamaan dan perbedaan Syafi‘iyyah dan Hanabilah mengenai batas minimal frekuensi jima’ sebagai pemenuhan kewajiban suamai terhadap istri. Dan ketiga hal tersebutlah yang dijadikan rumusan masalah oleh peneliti.
Sebagai hasil dari pene litian ini adalah pendapat Syafi‘iyah tentang batas minimal frekuensi jima’ sebagai pemenuhan kewajiban suami terhadap istri terbagi dalam tiga pendapat yang berbeda yaitu: Pertama, mayoritas Syafi‘iyah tidak mewajibkan kecuali satu kali. Kedua, tidak wajib sama sekali karena jima’ merupakan hak mutlak suami dan kewajiban bagi istri. Ketiga, pendapat al- Gazali yang menyatakan empat malam satu kali, tapi apabila tidak dapat dipenuhi, batasan minimalnya adalah enam bulan.
Sedangkan menurut Hanabilah batas minimal frekuensi jima’ sebagai pemenuhan kewajiban suami terhadap istri adalah empat bulan satu kali apabila dalam keadaan normal, namun bila terdapat uzur, maka selambat-lambatnya adalah enam bulan satu kali terhitung sejak jima’ sebelumnya.
Persamaan antara dua mazhab ini adalah pendapat Hanbilah secara keseluruhan dengan al- Gazali – bagian dari Syafi‘iyah – yang berpendapat batas minimal frekuensi jima’ sebagai pemenuhan kewajiban suami terhadap istri adalah empat bulan satu kali dalam keadaan normal dan enam bulan satu kali dalam keadaan uzur. Sedangkan perbedaan yang dapat dijumpai adalah dengan pendapat dua golongan Syafi‘iyah lainnya. Meskipun demikian sangat diharapkan adanya kajian ulang terhadap objek tersebut supaya didapatkan kepstian-kepastian yang teruji dengan saangat mendalam, juga penulis beraharap ada yang berkenan memberikan saran kritik demi kesempurnaan tulisan ini.

No comments:

Post a Comment