Monday, March 10, 2014

PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK



 BROKEN HOME DAN PENGARUH NEGATIVENYA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PEhttp://setofschoolwork.blogspot.com/SERTA DIDIK

Rumusan nonpenelitian ini disusun untuk mengetahui pengaruh negative siswa yang berasal dari kehidupan keluarga  yang tidak utuh dalam artian tidak harmonis (broken home ) terhadap hasil belajar siswa.Tujuan penulisan ini yaitu untuk jelaskan apakah ada perbedaan pencapaian hasil belajar siswa yang berasal dari keluarga tidak utuh(broken home) dan keluarga utuh.Masalah ini dikaji dari berbagai sumber untuk mendukung permasalahan tersebut. Peningkatan hasil belajar siswa bukan saja tergantung  dari individu tersebut tetapi factor luar  sangat mempengaruhi hasil belajar siswa terutama lingkungan keluarga.Istilah broken home bukanlah istilah yang sepelah tetapi berpengaruh negative terhadap kejiwaan anak maka dengan demikian akan menghambat konsentrasi belajar. Anak yang datang dari keluarga yang broken home prestasi belajarnya sangat rendah dibandingkan dengan anak yang berasal dari keluarga yang utuh. Dapat disimpulkan bahwa keberadaan atau keutuhan keluarga sangat berpengaruh terhadap anak dalam proses belajar disekolah.
Kata kunci: broken home berdampak negative terhadap pendidikan anak.


ABSTRACT

Nonpenelitian formulation is designed to determine the effect of negative students from non-intact family life in the sense of harmony (broken home) on learning outcomes siswa.Tujuan this paper is to determine whether there are differences in student achievement from non-intact families (broken home) and family utuh.Masalah is examined from a variety of sources to support the issue. Improved student learning outcomes not only depend on the individual but external factors influence student learning outcomes, especially the family. The term broken home is not a term that sepelah but negative effect on the child's psyche will thereby inhibit learning concentration. Children who come from a broken home is very low academic achievement than children from intact families. It can be concluded that the presence or the family unit is very influential on the child in the learning process in schools.
Keywords: broken home negative impact on children's education
 

BAB I

PENDAHULUAN

  

Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat penting untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Melalui pendidikan diharapkan anak didik memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap yang sangat diperlukan untuk memecahkan persoalan yang dihadapi. Pendidikan memiliki peran penting dalam mencerdaskan bangsa. Proses belajar tidak selalu berhasil, hasil yang dicapai antara peserta didik yang satu dengan yang lain memiliki perbedaan. berhasil tidaknya proses belajar mengajar tergantung dari faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar peserta didik. Factor yang datang berupa factor intrinsik dan ekstrinsik.
Peningkatan prestasi belajar peserta didik bukan hanya tergantung dari individu itu. Akan tetapi prestasi belajar yang merupakan faktor dari luar juga sangat besar pengaruhnya. Pada dasarnya individu memiliki kemampuan yang sama dalam belajar, namun ada beberapa hal yang mempengaruhi sehingga terjadi suatu perbedaan dalam mencapai prestasi belajar. Peserta didik yang mengalami satu masalah, sebagian ada yang berusaha mengatasinya dan berhasil keluar dari masalahnya, tetapi pada umumnya mereka tidak mampu mengatasinya dengan sendiri sehingga memerlukan bantuan orang lain. Oleh karena itu keterlibatan orang tua atau keluarga sangat diperlukan sebagai orang terdekatnya.
Keluarga merupakan suatu tempat yang sangat penting untuk tumbuh kembang anak baik secara fisik maupun psikis.Didalam keluarga terdiri atas ayah,ibu dan anak merupakan suatu kesatuan yang saling melengkapi satu sama lain. Ketiga komponen tersebut akan membentuk suatu keharmonisan dan apa yang dibutuhkan anak sebagai peserta didik akan terpenuhi baik dalam segi perhatian,kasih sayang,motivasi,perlindungan akan terpenuhi. Orang tua pun perlu untuk mengetahui apa saja faktor yang dapat mempengaruhi proses belajar pada anak mereka, sehingga orang tua dapat mengenali penyebab dan pendukung anak dalam berprestasi.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh sugiarti di SMP KRISTEN YSKI SEMARANG        koefisien regresi untuk dukungan social termasuk keluarga adalah sebesar -0.072 artinya dukungan social mempengaruhi penurunan prestasi belajar. Tetapi penelitian yang dilakukan juga oleh Yustiana tentang hubungan antara peran orang tua dengan prestasi belajar didapat angka korelasi negative yaitu-0,020. Hal ini berarti semakin tinggi peran orang tua maka prestasi belajar cenderung semakin rendah.dan kebalikan juga semakin tinggi prestasi belajar maka semakin rendah pula peran orang tua.jadi dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar dipengaruhi oleh berbagai factor yang salah satunya factor keluarga walaupun tidak terlalu signifikan.
      Tetapi kenyataan yang ada sekarang bahwa orang tua lebih mementingkan diri mereka sendiri tanpa memikirkan dampak negative yang akan timbul pada anak mereka yang disebabkan oleh ketidak harmonisan dalam keluarga dimana masalah ketidakutuhan(broken home)dalam keluarga sangat berpengaruh negative terhadap kejiwaan(psikis) anak maka dengan demikian prestasi belajar anak akan menurun.
      Sehingga tanpa disadari bahwa penurunan prestasi belajar siswa diakibatkan oleh keadaan orang tuanya ditengah-tengah keluarga yang tidak baik.Orang tua menginginkan prestasi anak tersebut meningkat atau prestasi dalam belajar merupakan dambaan bagi setiap orang tua terhadap anaknya.sementara dilain sisi orang tua mengabaikan tanggung jawabnya untuk menjadi teladan kepada anaknya.
Semoga dengan kita mempelajari makalah ini,kita sebagai orang tua lebih memperhatikan keadaan peserta didik dalam hal ini menghindari ketidak harmonisan dalam keluarga sehingga peserta didik dapat focus dalam proses belajar dengan begitu apa yang diharapkan dan dicita-citakan bersama baik orang tua dan anak sebagai peserta didik akan terlaksana.
          Untuk memenuhi tugas mata kuliah Seminar Problematik Biologi dan mengkaji lebih dalam tentang pengaruh negative broken home terhadap prestasi belajar peserta didik.


BAB II
KAJIAN  TEORI

  1. Pengertian Keluarga
 
Keluarga berasal dari bahasa (Sanskerta yaitu kulawarga yang artinya ras dan warga yang berarti anggota) adalah lingkungan yang terdapat beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah. Keluarga sebagai kelompok sosial terdiri dari sejumlah individu, memiliki hubungan antar individu, terdapat ikatan, kewajiban, tanggung jawab di antara individu tersebut.
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.Kata keluarga (Ensiklopedia Indonesia II:1729) menurut makna sosiologi yaitu kesatuan kemasyarakatan berdasarkan hubungan perkawinan dan pertalian darah(Subhan 2001). Home atau keluarga adalah lembaga social yang terkecil keluarga merupakan bagian yang terkecil dalam masyarakat. Keluarga merupakan kelompok manusia yang hidup bersama karena adanya ikatan perkawinan darah dan adopsi.(Tim pengembangan UPI)
   Menurut kadarwati 2011 pengertian keluarga diantaranya:
a)      Keluarga adalah tempat perkembangan awal seorang anak, sejak saat kelahirannya sampai proses perkembangan jasmani dan rohani berikutnya. Bagi seorang anak, keluarga memiliki arti dan fungsi yang vital bagi kelangsungan  hidup maupun dalam menemukan makna dan tujuan hidupnya. Untuk mencapai perkembangannya seorang anak membutuhkan kasih sayang, perhatian dan rasa aman untuk berlindung dari orang tuanya. Tanpa sentuhan manusiawi itu anak akan merasa terancam dan penuh rasa takut.
b)      Keluarga merupakan dunia keakraban seorang anak. Sebab dalam keluargalah dia mengalami pertama-tama hubungan dengan manusia dan memperoleh representasi dari dunia sekelilingnya. Pengalaman hubungan dengan keluarga semakin diperkuat dalam proses pertumbuhan sehingga melalui pengalaman makin mengakrabkan seorang anak dengan lingkungan keluarga. Keluarga dibutuhkan seorang anak untuk mendorong, menggali, mempelajari dan menghayati nilai-nilai kemanusiaan, religiusitas, norma-norma dan sebagainya. Nilai-nilai luhur tersebut dibutuhkan sesuai dengan martabat kemanusiaannya dalam penyempumaan diri.
c)      Keluarga merupakan tempat pemupukan dan pendidikan untuk hidup bermasyarakat dan bernegara agar mampu berdedikasi dalam tugas dan kewajiban dan tanggung jawabnya sehingga keluarga menjadi tempat pembentukan otonom diri yang memiliki prinsip-prinsip kehiduupan tanpa mudah dibelokkan oleh arus godaan.
d)     Keluarga merupakan kelompok terkecil yang anggotanya berinteraksi to face secara tetap, dalam kelompok demikian perkembangan anak dapat diikuti dengan sesama oleh orang tuanya dan penyesuaian secara pribadi dalam hubungan sosial lebih mudah terjadi.
Orang tua mempunyai motivasi yang kuat untuk mendidik anak karena anak merupakan cinta kasih hubungan suami istri.
Motivasi yang kuat melahirkan hubungan emosional antara orang tua dan anak.
Karena hubungan sosial dalam keluarga itu bersifat tetap maka orang tua memainkan peranan sangat penting terhadap proses sosialisasi anak.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Keluarga merupakan Unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari ayah,ibu dan anak yang didalamnya merupakan suatu kesatuan yang memiliki ikatan yang tak dapat dipisahkan dimana orang tua menjadi teladan bagi anak-anak sedagkan anak merupakan cermin dari keberadaan keluarga kemudian keluarga memiliki peran yang sangat penting untuk tumbuh kembangnya anak baik jasmani maupun rohani. 




2.         Fungsi Keluarga

Fungsi keluarga menurut (friedman 1998):
1.      Fungsi afektif (the affective function) fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan individu dan psikososial anggota keluarga.Contohnya: mengajarkan kepada anak cara-cara bersosialisasi dengan orang lain.
2.      fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk kehidupan social sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan social.Contoh: orang tua memberikan penjelasan bahwa kita harus menyesuaikan dengan lingkungan dimana kita tinggal agar kita dapat diterima dilingkungan baru tersebut.
3.      Fungsi reproduksi (the reproductive function) untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.
4.      fungsi ekonomi(the economic function) yaitu untuk memenuhi kebetuhan keluarga secara ekonomi dan tempat mengembangkan kemampuan individu meningkatkan kebutuhan untuk memenuhi keluarga.
5.      fungsi perawatan fungsi ini yaitu untuk mempertahankan kesehatan anggota keluarga.
Namun berubahnya pola hidup agraris menjadi industrialisasi fungsi keluarga dikembangkan menjadi:
1.      fungsi ekonomi dimana keluarga yang produktif yang mampu menghasilkan nilai tambah ekonomi dengan memanfaatkan sumber daya keluarga.
2.      fungsi pendapatan status social yaitu keluarga dapat melihat starata social dgn keluarga lain.
3.      fungsi pendidikan yaitu keluarga mempunyai peranan dan tanggungjawab yang besar terhadap pendidikan anak-anaknya untuk menghadapi kehidupan dewasanya.(dalam buku asuhan keperawatan keluarga)
Mengingat betapa pentingnya peran keluarga untuk anak, maka  keluarga sangat menentukan kepribadian, perilaku, konsep diri, motivasi berprestasi, serta pandangan hidup anak tersebut. Maka akan sangat fatal akibatnya apabila keluarga tidak lagi mampu berfungsi sebagaimana mestinya. Keluarga adalah suatu lingkungan yang terdiri dari orang-orang terdekat bagi seorang anak. Banyak sekali waktu dan kesempatan bagi seorang anak untuk berjumpa dan berinteraksi dengan keluarganya. Perjumpaan dan interaksi tersebut sudah pasti sangat besar pengaruhnya bagi perilaku dan prestasi seseorang. Kondisi yang harmonis dalam keluarga dapat memberi stimulus dan respon yang baik dari anak sehingga perilaku dan prestasinya menjadi baik.
Sebaliknya jika keluarga tidak harmonis atau broken home akan berdampak negatif bagi perkembangan peserta didik, perilaku dan prestasi cenderung terhambat, dan akan muncul masalah masalah dalam perilaku dan prestasinya. Contoh: anak yang kekurangan perhatian dan kasih sayang dari orang tua akan menimbulkan kenakalan pada anak.
  1. Peranan Keluarga dalam menigkatkan prestasi belajar peserta didik
         Peran adalah serangkaian prilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi social yang diberikan  dan dapat diartikan juga sebagai kemampuan individu untuk mengontrol atau mempengaruhi atau mengubah perilaku orang lain.peran keluarga dijalankan untuk menjaga keseimbangan dalam keluarga.(supartini 2002).
        Orang Tua memegang peranan utama dan pertama bagi pendidikan anak, mengasuh, membesarkan dan mendidik anak merupakan tugas mulia yang tidak lepas dari berbagai halangan dan tantangan.
        Peran orang tua terhadap anak dimana kemampuan yang ekselen dan segala hal yang baik muncul pada anak,mula-mula datang dari rumah dan memerlukan pula orang dari rumah atau orang tua. Dengan adanya komitmen dari orang tua terhadap penggunaan waktu yang produktif dan seseorang harus bekerja sebaik mungkin merupakan suatu nilai yang berpengaruh pada anak dimana orang tua perlu memberikan contoh dan menanamkan adanya standar nilai yang tinggi yang harus diraih anak. Disamping itu partisipasi orang tua terhadap belajar anak merupakan sumbangan signifikan pada prestasi yang diraihnya.
          Pada dasarnya hubungan orang tua dan anak tergantung pada sikap serta perilaku orang tua dalam keluarga. Sikap orang tua sangat menentukan terbentuknya hubungan keluarga sebab apabila hubungan telah terbentuk dengan baik, maka hal ini cenderung untuk di pertahankan, karenanya sikap orang tua terhadap anak merupakan hasil belajar.
            Campbell dan Parcel (2002) mengemukakan, bahwa pendidikan orang tua, tingkat pengetahuan dan investasi dalam pendidikan dan aspirasi pendidikan yang tinggi berhubungan dengan semakin baiknya lingkungan keluarga anak anak. Semakin tinggi pendidikan orang tua maka menunjukkan adanya kecenderungan mempunyai harapan tingkat pendidikan anak yang lebih tinggi, memberi dukungan kepada anak untuk melakukan yang terbaik di sekolahan, dan pengharapan yang tinggi terhadap prestasi akademik anak (Davis-Kean & Schnabel, 2002 diacu dalam Davis-Kean dan Sexton, tanpa tahun). Lingkungan keluarga tersebut merupakan lingkungan dimana orang tua memberikan perhatian kepada anak berkaitan dengan dorongan untuk berpestasi, aspirasi pendidikan dan pekerjaan, fasilitas belajar, pemanfaatan waktu, dan ikatan keluarga.

Cassidy(1981) menyebutkan 5 hal yang mungkin menjadi pegangan bagi orang tua didalam mendidik anaknya yaitu:
1.      Berlaku sebagai pendorong anak didalam memberikan informasi tentang kekuatan dan gaya belajar yang dimiliki oleh anak.
2.      Menyediakan kesempatan belajar dirumah maupun diluar sekolah
3.      Bantulah anak pada setiap tugas yang diberikan oleh sekolah
4.      Berperan sebagai mentor dan tidak segan-segan bertukar pikiran dengan orang tua lain maupun anak yang lain.
5.      Mengembangkan materi pelajaran yang diberikan untuk anak sesuai minat dan kemampuannya.( rena akbar.2001)
              Ketika anak berhasil mengerjakan sesuatu yang baik orang tua harus memberikan  pujian dan pengakuan terhadap hal-hal yang berhasil dilakukan anak sehingga anak merasa berguna dan mampu tetapi jangan sampai berlebihan.
pengakuan secara otomatis akan meningkatkan inisiatif  dan rasa percaya dirinya dalam melakukan sesuatu apalagi yang berhubungan dengan belajar disekolah.Jika orang tuanya menjelaskan apa yang dilakukan anak itu baik maka akan lebih membantu anak mengembangkan rasa percaya diri yang didasarkan atas prestasi yang sesungguhnya.Anak sangat membutukan bantuan dalam menyelesaikan setiap masalah yang datang maka orang tua dapat membantu anak untuk menyelesaikan masalah seperti memberikan solusi terhadap permasalahannya.
         interaksi sehari-hari antara orang tua dan anak cocok untuk membimbing anak dalam aktivitas sehari-hari membantu anak mengembangkan bermacam-macam strategi untuk mendapatkan apa yang diinginkannya,memahami keterbatasannya dan mengarahkan anak untuk memahami hal-hal yang boleh sehingga anak dapat memecahkan masalah dan memiliki bekal dalam penyesuaian dirinya. Orang tua harus menjadi teladan bagi anak-anaknya(utami azi.2006)
Maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar peserta didik dapat meningkat atau menurun tergantung dari keberadaan orang tua,walaupun tidak seluruhnya dipengaruhi oleh orang tua tetapi orang tua berperan penting dalam hal peningkatan prestasi belajar.
  

  1. Penyebab broken home

       Kata broken home sering dilabelkan pada anak yang menjadi korban perceraian anaknya. Sebenarnya anak yang broken home bukan hanya anak yang berasal dari orang tua yang bercerai, tetapi juga anak yang berasal dari keluarga yang tidak utuh atau tidak harmonis. Terdapat banyak faktor yang melatarbelakangi anak yang broken home, antara lain percekcokan atau pertengkaran orang tua, perceraian, kesibukan orang tua.

Menurut kardawati Penyebab timbulnya keluarga yang broken home antara lain:
a)      Orangtua yang bercerai
       Perceraian menunjukkan suatu kenyataan dari kehidupan suami istri yang tidak lagi dijiwai oleh rasa kasih sayang dasar-dasar perkawinan yang telah terbina bersama telah goyah dan tidak mampu menompang keutuhan kehidupan keluarga yang harmonis. Dengan demikian hubungan suami istri antara suami istri tersebut makin lama makin renggang, masing-masing atau  salah satu membuat jarak sedemikian rupa sehingga komunikasi terputus sama sekali. Hubungan itu menunjukan situasi keterasingan dan keterpisahan yang makin melebar dan menjauh ke dalam dunianya sendiri. jadi ada pergeseran arti dan fungsi sehingga masing-masing merasa serba asing tanpa ada rasa kebertautan yang intim lagi.
b)      Kebudayaan bisu dalam keluarga
       Kebudayaan bisu ditandai oleh tidak adanya komunikasi dan dialog antar
anggota keluarga. Problem yang muncul dalam kebudayaan bisu tersebut justru terjadi dalam komunitas yang saling mengenal dan diikat oleh tali batin. Problem tersebut tidak akan bertambah berat jika kebudayaan bisu terjadi diantara orang yang tidak saling mengenal dan dalam situasi yang perjumpaan yang sifatnya sementara saja. Keluarga yang tanpa dialog dan
komunikasi akan menumpukkan rasa frustasi dan rasa jengkel dalam jiwa anak-anak. Bila orang tua tidak memberikan kesempatan dialog dan komunikasi dalam arti yang sungguh yaitu bukan basa basi atau sekedar bicara pada hal-hal yang perlu atau penting saja; anak-anak tidak mungkin mau mempercayakan masalah-masalahnya dan membuka diri. Mereka lebih baik berdiam diri saja. Situasi kebudayaan bisu ini akan mampu mematikan
kehidupan itu sendiri dan pada sisi yang sama dialog mempunyai peranan yang sangat penting. kurangnya hasil belajar dapat berakar pada kurangnya dialog dalam masa kanak-kanak dan masa berikutnya, karena orang tua terlalu menyibukkan diri sedangkan kebutuhan yang lebih mendasar yaitu cinta kasih diabaikan. Akibatnya anak menjadi terlantar dalam kesendirian dan kebisuannya. Ternyata perhatian orang tua dengan memberikan kesenangan materi belum mampu menyentuh kemanusiaan anak. Dialog tidak dapat digantikan kedudukannya dengan benda mahal dan bagus. Menggantikannya berarti melemparkan anak ke dalam sekumpulan benda mati.
c)      Perang dingin dalam keluarga
Dapat dikatakan perang dingin adalah lebih berat dari pada kebudayaan bisu.
Sebab dalam perang dingin selain kurang terciptanya dialog juga disisipi oleh rasa perselisihan dan kebencian dari masing-masing pihak. Awal perang dingin dapat disebabkan karena suami mau memenangkan pendapat pendiriannya sendiri, sedangkan istri hanya mempertahankan keinginan dan kehendaknya sendiri. Suasana perang dingin dapat menimbulkan :
1.      Rasa takut dan cemas pada anak-anak.
2.      Anak-anak menjadi tidak betah dirumah sebab merasa tertekan dan
bingung serta tegang.
3.       Anak-anak menjadi tertutup dan tidak dapat mendiskusikan masalah yang
dialami.
4.       Semangat belajar dan konsentrasi mereka menjadi lemah.
Lingkungan keluarga yang tidak kondusif  berdampak kurang baik bagi perkembangan jiwa anak. Situasi keluarga yang tidak kondusif  yaitu diantaranya:
1.      Hubungan yang buruk /dingin antara ayah dan anak
2.      Terdapat gangguan fisik atau mental dalam keluarga
3.      Cara mendidik anak yang berberbeda antara kedua orang tua
4.      Sikap orang tua yang dingin atau acuh terhadap anak.
5.      Sikap orang tua yang kasar dan keras /otoriter pada anak
6.      Anak yang kehilangan orang tua
7.      Orang tua yang tidak harmonis.( Noorkasiani 2007)
Anak membutuhkan kasih sayang dan perhatian dari keluarganya (orang tuanya). Cekcok atau pertengkaran  antara ayah dan ibu seringkali membawa dampak buruk pada anak. Anak yang seharusnya mendapat kasih sayang dan pendidikan harus mengalami masa yang kritis untuk menjadi terbiasa dengan pertengkaran ayah dan ibunya. Pada usia balita, anak-anak yang kurang mendapat kasih sayang dan perhatian orang tuanya seringkali pemurung, labil dan tidak percaya diri. Ketika menjelang usia remaja kadang-kadang mereka mengambil jalan pintas, minggat dari rumah dan menjadi anak jalanan bahkan melakukan hal-hal yang menyimpang. Ketenangan yang ia rindukan berubah menjadi suram. Lebih jauh lagi, keluarga tidak lagi menjadi sebuah tempat yang dirindukan melainkan menjadi tempat yang yang tidak diinginkan bahkan tempat yang wajib untuk dihindari.
  


5.      Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi belajar adalah hasil belajar yang dicapai peserta didik yang tercermin dalam nilai rapor.Nilai rapor merupakan hasil pengolahan rata-rata nilai ulangan umum,nilai ulangan harian dan pekerjaan rumah.
6.      Prestasi belajar siswa yang datang dari keluarga utuh
Berbagai kemudahan yang diperoleh dari peserta didik yang datang dari keluarga harmonis:
1.      Mudah menerima pelajaran yang diberikan guru karena suasana hatinya tenang dan gembira,berpikiran jernih dan selalu berkonsentrasi ,ia dapat belajar secara maksimal karena belajar baginya menjadi saat meneguhkan kemampuan diri.(bimbingan dan kons sma kls XI by Sri Hapsari.Grasindo
2.      Memiliki kemampuan daia ingat yang kuat karena ia mempunyai kesempatan untuk belajar kembali dan memperkaya dari berbagai sumber.
3.      Bertanggung jawab dengan mengerjakan setiap tugas secara maksimal pemberian tugas baginya menjadi suatu kesempatan untuk menunjukan keterampilan dan kemampuan.
4.      Mampu merencanakan karier pendidikannya dalam tahapan-tahapan
5.      Tidak mengalami kesulitan dalam bergaul.ia mampu berkomunikasi dengan baik kepada siapa saja karena keluarga telah mendidiknya untuk berkembang dalam kebersamaan.

7. Prestasi belajar peserta didik yang berasal dari keluarga tidak utuh(Broken home)
Peserta didik yang tinggal bersama orang tua akan mengalami hambatan dalam belajar, apabila tidak adanya kekompakan dan kesepakatan diantara kedua orang tuanya. Perselisihan, pertengkaran, perceraian, dan tidak adanya tanggung jawab antara kedua orang tua akan menimbulkan keadaan yang tidak diinginkan terhadap diri peserta didik dan akan menghambat proses belajar diantaranya:
1.                  Prestasi belajar peserta didik menurun
2.                  Mengalami kesulitan_kesulitan dalam belajar
3.                  Konsentrasinya menurun dan akibatnya sulit menerima pelajaran yang diberikan.
4.                  Anak itu akan menjadi pendiam dan cenderung menjadi anak yang menyendiri serta suka melamun dengan keadaan seperti itu maka hasil belajarnya akan menurun.
5.                  Motivasi yang rendah

8.      Cara penanggulangan baik sebagai orang tua maupun tenaga pendidik
1.      Orang tua : Lebih mementingkan kepentingan atau perkembangan anak agar prestasi belajar berjalan dengan baik sesuai yang diharapkan.Dengan menghindari perselisihan yang berkepanjangan,perceraian.
2.      Guru: melakukan pendekatan secara individual diluar jam belajar untuk mengetahui masalah-masalah yang dihadapi peserta didik kemudian memberikan saran selayaknya seorang guru agar masalah tersebut dapat teratasi dan tidak menurunkan prestasi belajar anak tersebut.


BAB III

PENUTUP
 



Kesimpulan

     Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat. Orangtua berperan penting bagi tumbuh kembangnya anak baik secara jasmani,psikis dan  rohani.jika fungsi dari keluarga atau orang tua diabaikan akan berdampak negatife bagi perkembangan anak termasuk prestasi belajar peserta didik.
    Prestasi belajar peserta didik yang datang dari keluarga utuh berbeda dengan prestasi belajar yang datang dari keluarga broken home karena berbagai hal yang melatar belakangi yang meliputi kepedulian orang tua,motivasi,perhatian dan kasih saying.

Sumber
1.      Kadarwati.2011.Bimbingan dan konseling fakultas keguruan dan ilmu pendidikan.Universitas PGRI.Yogyakarta.
2.      Subhan.2001.Membina keluarga sakina.pustaka pesantren:Jogjakarta
3.      Suprajitno.2003.Asuhan Keperawatan Keluarga.EGC:Jakarta
4.      Noorkasiani.2007.Sosiologi Keperawatan.EGC:Jakarta
5.      Hapsari.2003.Bimbingan dan konseling kelas XI.Grasindo.Jakarta
6.      Haris.2001.faktor ekternal yang mempengaruhi belajar:psikologi pendidikan
7.      Hanifah.2001.Media riset akuntansi,auditing dan informasi,vol 1,No.3 Desember 2001:63-86
8.      Iswanti.Pengaruh motivasi berprestasi dan peran orang tua dengan prestasi belajar siswa.dosen akademi sekretari/LPK Tarakanita.
  



Cara Mengatasi Pengaruh Broken Home pada Anak


Bukanlah sebuah pilihan apabila seorang bayi terlahir dari keluarga yang kurang harmonis (broken home), dan  sangat berbahaya bagi pertumbuhan sang anak. Pengenalan norma kehidupan akan menjadi terhambat.
“Secara psikologis iya (broken home bahaya) karena anak tidak mendapat pola asuh ideal ini menjadi memori bawah sadar yang akan, dia tidak bisa membedakan norma,”
Pengaruh keluarga yang berantakan akan berbeda-beda tehadap masing-masing individu. Sejatinya, anak dibawah umur butuh perhatian dan bimbingan dalam pemaknaan hidup. Namun ketika tidak dapat bimbingan yang benar, pemaknaan hidup bisa saja menjadi melenceng.
Penyebab Broken Home
1. Terjadinya perceraian
Faktor pertama adanya disorientasi tujuan suami istri dalam membangun mahligai rumah tangga; faktor kedewasaan yang mencakup intelektualitas, emosionalitas, dan kemampuan mengelola dan mengatasi berbagai masalah keluarga; pengaruh perubahan dan norma yang berkembang di masyarakat.
2. Ketidak dewasaan sikap orang tua
Ketidakdewasaan sikap orang tua salah satunya dilihat dari sikap egoisme dan egosentrime. Egoisme adalah suatu sifat buruk manusia yang mementingkan dirinya sendiri. Sedangkan egosentrisme adalah sikap yang menjadikan dirinya pusat perhatian yang diusahakan oleh seseorang dengan segala cara.
3. Orang tua yang kurang memiliki rasa tanggung jawab
Tidak bertanggungjawabnya orang tua salah satunya masalah kesibukan. Kesibukan adalah satu kata yang telah melekat pada masyarakat modern di kota-kota. Kesibukannya terfokus pada pencarian materi yaitu harta dan uang.
 4. Jauh dari Tuhan
Segala sesuatu keburukan perilaku manusia disebabkan karena dia jauh dari Tuhan. Sebab Tuhan mengajarkan agar manusia berbuat baik. Jika keluarga jauh dari Tuhan dan mengutamakan materi dunia semata maka kehancuran dalam keluarga itu akan terjadi.
5. Adanya masalah ekonomi
Dalam suatu keluarga mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. Istri banyak menuntut hal-hal di luar makan dan minum. Padahal dengan penghasilan suami sebagai buruh lepas, hanya dapat memberi makan dan rumah petak tempat berlindung yang sewanya terjangkau.
6. Kehilangan kehangatan di dalam keluarga antara orang tua dan anak
Kurang atau putus komunikasi diantara anggota keluarga menyebabkan hilangnya kehangatan di dalam keluarga antara orang tua dan anak. Faktor kesibukan biasanya sering dianggap penyebab utama dari kurangnya komunikasi.
7. Adanya masalah pendidikan
Masalah pendidikan sering menjadi penyebab terjadinya broken home. Jika pendidikan agak lumayan pada suami istri maka wawasan tentang kehidupan keluarga dapat dipahami oleh mereka.
Mengatasi Broken Home
1.Berpikir positif
Peristiwa yang kita alami kita lihat dari sisi positifnya. Karena di balik semua masalah pasti ada hikmah yang dapat kita petik. Jadikan itu semua sebagai proses pembelajaran bagi kita sebagai remaja menuju tahap kedewasaan. Jauhkan segala pikiran buruk yang bisa menjerumuskan kita ke jurang kehancuran, seperti memakai narkoba, minum-minuman keras, malah sampai mencoba untuk bunuh diri.
Jangan terjebak dengan situasi dan kondisi
Yang jelas, kita enggak boleh terjebak dengan situasi dan menghakimi orangtua atau diri sendiri atas apa yang terjadi serta marah dengan keadaan ini. Alangkah baiknya apabila kita bisa memulai untuk menerima itu semua dan mencoba menjadi lebih baik. Keterpurukan bukanlah jalan keluar. Sebaiknya sih kita bisa tegar dan mencoba bangkit untuk menghadapi cobaan ini. Tetap berusaha itu kuncinya.
2.Mencoba hal-hal baru
Tidak ada salahnya kita mencoba sesuatu yang baru, asal bersifat positif dan dapat membentuk karakter positif di dalam diri kita. Contohnya, mencoba hobi baru, seperti olahraga ekstrem (hiking, rafting, skating atau olahraga alam) yang dapat membuat kita bisa lebih fresh (segar) dan melupakan hal-hal yang buruk.
3.Cari tempat untuk berbagi
Kita enggak sendirian lho, karena manusia adalah makhluk sosial yang hidup berdampingan dengan orang lain. Mencari tempat yang tepat untuk berbagi adalah solusi yang cukup baik buat kita, contohnya teman, sahabat, pacar, atau mungkin juga saudara. Ya… usahakan tempat kita berbagi itu adalah orang yang dapat dipercaya dan kita bisa enjoy berkeluh kesah dengan dia.
Beberapa hal di atas dapat dijadikan acuan buat kita karena sebenarnya semua permasalahan itu ada solusinya.
4.Jangan panik
Kita enggak bisa mengelak apabila itu terjadi pada keluarga kita walaupun kita tidak menginginkannya. Enggak perlu panik ataupun sampai depresi menghadapinya. Walaupun berat, kita juga musti bisa menerimanya dengan bijak. Karena siapa sih yang mau hidup di tengah keluarga yang broken home? Pasti semua anak enggak akan mau mengalaminya.

Hapuskan Budaya Jam Karet di Indonesia.

    Oleh Rochmatun Naili

Budaya jam karet merupakan budaya yang sudah merajalela di mana-mana, termasuk negara Indonesia. Dikancah dunia Internasional negara Indonesia  sudah terkenal dengan budaya jam karet. Budaya ini sudah menjadi tradisi yang tidak pernah absen dari kebiasaan masyarakat Indonesia. Jam karet terlihat disemua lingkungan, baik itu lingkungan pekerja kantor, pembisnis, dan lingkungkan pendidikan. Disorot dari kacamata pendidikan tidak memungkiri budaya jam karet memang sudah membuming di lingkungan pendidikan. Mulai dari subjek pendidikan, objek pendidikan, dan para karyawannya. Padahal mereka para kaum terpelajar, entah tidak tahu atau tidak mau tahu yang jelas masalah menghargai waktu mereka masih perlu belajar.
Jam karet terjadi akibat orang-orang yang kurang menyadari dan tidak menghargai pentingnya waktu. Pelaku jam karet lebih pantas jika disebut sang koruptor waktu, mereka beranggapan “Tidak tepat waktu bukan masalah besar, yang penting datang”. Anggapan seperti itu dijadikan kata pamungkas sebagai alasan keterlambatan oleh orang-orang Indonesia yang pemalas. Biasanya jam karet timbul karena seringnya seseorang menyepelekan waktu, awalnya biasa tetapi kalau tidak dihentikan lama kelamaan akan berdampak negatif bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Yang jelas kebiasaan buruk para koruptor waktu harus dibenahi dan lebel budaya jam karet harus dihapuskan dari negara Indonesia.
Para koruptor waktu harus diberi peringatan agar mereka lebih bisa menghargai waktu dan tidak seenaknya sendiri menyianyiakan waktu. Seperti kata pepatah “Lewat satu menit sejuta kesempatan terlewatkan”, sungguh rugilah orang-orang yang meyianyiakan waktunya. Hidup bermanfaat jika waktu dimanfaatkan.
  

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

 

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI BELAJAR




I.     PENDAHULUAN


            Keberhasilan seseorang dalam belajar sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu. Faktor – faktor belajar yang dimaksud disini  adalah peristiwa belajar yang terjadi pada diri pembelajar, yang dapat diamati dari perbedaan perilaku sebelum dan sesudah berada didalam proses belajar, sebab dalam makna belajar adalah adanya perubahan perilaku seseorang kearah yang lebih baik dalam melaksanakan pembelajaran. Faktor yang mempengaruhi seseorang dalam belajar itu banyak jenisnya. Faktor – faktor belajar itupun dibagi menjadi dua bagian yaitu faktor intern yang berasal dari dalam dan faktor ekstern yang berasal dari luar. Antara kedua faktor itu masing masing bisa mempengaruhi seseorang untuk meningkatkan prestasinya yang diperoleh dengan cara belajar.


                Berikut akan dijelaskan lebih mendalam mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dan peranan faktor-faktor tersebut dalam keberhasilan belajar.




II.  RUMUSAN MASALAH


A.  Apa Pengertian Belajar?


B.  Apa Saja Faktor-Faktor yang Memengaruhi Belajar?


C.  Bagaimana Peran Faktor yang Memengaruhi Belajar terhadap Hasil Belajar?


III.   PEMBAHASAN


A.  Pengertian Belajar.


Menurut Dalyono (1994:49), Belajar adalah suatu usaha atau kegiatan, yang bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan serta keterampilan dan sebagainya. Belajar adalah kegiatan manusia yang sangat penting dan harus dilakukan selama hidup, karena melalui belajar dapat melakukan perbaikan dalam berbagai hal yang menyangkut kepentingan hidup, dengan kata lain melalui belajar dapat memperbaiki nasib, menggapai cita-cita yang didambakan.[1][1]




B.  Faktor-Faktor yang Memengaruhi Belajar


1.    Faktor Internal


Faktor Internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan faktor psikologis.


a.    Faktor Fisiologis (Jasmaniah)


Faktor fisiologis meliputi segala hal yang berhubungan dengan keadaan fisik atau jasmani individu yang bersangkutan. Keadaan jasmani yang perlu diperhatikan sehubungan dengan faktor biologis ini dintaranya:


1)   Kondisi fisik yang normal.


Kondisi fisik yang normal atau tidak memiliki cacat sejak dalam kandungan sampai dia lahir. Kondisi fisik yang normal ini terutama harus meliputi keadaan otak, panca indra, anggota tubuh seperti tangan dan kaki, dan organ-organ tubuh bagian dalam yang menentukan kondisi kesehatan seseorang.


2)   Kondisi kesehatan fisik.


Kondisi kesehatan fisik yang sehat dan segar (fit) sangat mempengaruhi keberhasilan belajar seseorang. Maka dari itu sangat diperlukan hal-hal yang untuk menjaga kesehatan fisik tersebut, seperti; makan dan minum harus teratur serta memenuhi persyaratan kesehatan, olahraga scukupnya, dan istirahat yang cukup. Selain itu jika terjadi gangguan kesehatan, segeralah berobat dan jangan membiasakan diri untuk membiarkan terjadinya gangguan kesehatan secara berlarut-larut.


b.    Faktor Psikologis (Rohaniah)


 Faktor psikologis ini bekaitan dengan kondisi mental seseorang. Kondisi mental yang dapat menunjang keberhasilan belajar adalah kondisi mental yang mantapdan stabil. Kondisi mental yang mantap dan stabil ini tampak dalam bentuk sikap mental yang positif dalam menghadapi segala hal, terutama hal-hal yang berkaitan dalam proses belajar. Selain berkaitan erat dengan sikap mental yang positif, faktor psikologis ini meliputi pula hal-hal berikut:


1)   Intelegensi


Intelegensi atau tingkat kecerdasan dasar seseorang memang berpengaruh besar terhadap keberhasilan belajar seseorang. Seseorang yang mempunyai intelegensi jauh dibawah normal akan sulit diharapkan untuk mencapai prestasi yang tinggi dalam proses belajar. Namun harus dipahami bahwa seseorang yang mempunyai intelegensi tinggi namun tidak ditunjang oleh faktor-faktor lain yang juga sebagai penunjang keberhasilan belajar, seperti kemauan, kerajinan, dan fasilitas belajar. [2][2]





[1][1] Mustaqim, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm.34

[2][2] Thursan Hakim, Belajar Secara efektif, (Jakarta: Puspa Swara, 2000), hlm.11

2)   Motivasi

Motivasi adalah salah satu faktor yang memengaruhi keefektifan kegiatan balajar siswa. Motivasilah yang yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar.[1][3] Belajar perlu didukung oleh motivasi yang kuat dan konstan. Motivasi yang lemah akan menyebabkan kurangnya usaha belajar, yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap hasil belajar.[2][4]
Dari sudut sumbernya, motivasi dibagi menjadi dua, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ektrinsik.
a)    Motivasi intrinsik adalah semua faktor yang berasal dari dalam diri individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Menurut Arden N. Frandsen (hayinah, 19992), yang termasuk dalam motivsi intrinsik untuk belajar antara lain adalah:
(1)   Dorongan ingin tahu dan ingin menyelidiki duniia yang lebih luas.
(2)    Adanya sifat positif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju.
(3)   Adanya keinginan untuk mencapai prestasi sehingga mendapat dukungan dari orang-orang penting, misalkan orangtua, saudara, guru, atau teman-teman, dan sebagainya. 
(4)     Adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu atau pengetahuan yang berguna bagi dirinya, dan lain-lain.
b)   Motivasi Ekstrinsik
Motivasi Ekstrinsik adalah faktor yang datang dari luar dari individu tetapi memberi pengaruh terhadap kemauan untuk belajar. Seperti ujian, peraturan, tata tertib, teladan guru, orangtua, dan lain senagainya. Kurangnya respons dari lingkungan secara positif akan memengaruhi semangat belajar seseorang menjadi lemah.


[1][3] Baharuddin dan Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), hlm. 22
[2][4] Nana Syaodah Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: PT.Remaja Rosda Karya, 2009), hlm.163
 

3)   Minat

Secara sederhana, minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat adalah salah satu faktor yang memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar. Jika seseorang tidak memiliki minat untuk belajar, ia akan tidak bersemangat atau bahkan tidak mau belajar. Untuk membangkitkan minat belajar siswa ada beberapa cara, diantaranya; pertama, dengan membuat materi yang akan dipelajari semenarik mungkin dan tidak membosankan, materi itu disusun dengan melibatkan seluruh domain belajar siswa (kognitif, afektif, dan psikomotor) sehingga siswa menjadi aktif dan tertari dengan materi yang disampaikan. Kedua; pemilihan jurusan sebaiknya dipilih sendiri oleh siswa sesuai dengan minatnya.
4)   Sikap
Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dengan cara yang relatif tetap terhadap objek, orang, peristiwa dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif. Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang pada performan guru, pelajran, atau limgkungan, sekitarnya. Dan untuk mengantisipasi munculnya sikap yang negatif dalam belajar, guru sebaiknya berusaha untuk menjadi guru yang profesional dan bertanggung jawab terhadap profesi yang dipilihnya. [1][5]

5)   Bakat
Bakat adalah potensi atau kemampuan kalau diberi kesempatan untuk dikembangkan melalui belajar, akan menjadi kecakapan yang nyata. Seseorang yang tidak berbakat akan sukar untuk mempelajari sesuatu secara mendalam. Menurut Hilgard dalam buku Slameto (2003: 58)“Bakat” adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu baru akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih.


[1][5] Baharuddin dan Nur Wahyuni, Op. Cit, hlm. 23-25
6)   Daya ingat
Daya ingat merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi keberhasilan belajar. Daya ingat mempunyai tahap-tahap dalam mengingat suatu kejadian, Pertama, mencamkan (memasukkan) kesan. Kedua, menyimpan kesan. Ketiga, mereproduksi (mengeluarkan kembali) kesan. Dari sini daya ingat dapat didefinisikan sebagai daya jiwa untuk memasukkan, menyimpan, dan mengeluarkan kembali suatu kesan. Kesan disini adalah gmbaran yang tertinggal dalam jiwa.
7)   Daya konsentrasi
Daya konsentrasi merupakan suatu kemampuan untuk memfokuskan pikiran, perasaan, kemauan, dan segenap panca indra ke satu objek di dalam satu aktivitas itu. Kemampuan untuk melakukan konsentrasi itu memerlukan kemampuan dalam menguasai diri (daya penguasaan diri).[1][6]
2.    Faktor Eksternal
Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar individu itu sendiri dan dapat mempengaruhi belajarnya. Faktor eksternal yang memengaruhi proses belajar dapat digolongkan menjadi dua, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan non sosial.
1.    Lingkungan sosial
a.    Lingkungan sosial sekolah; seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas dap memengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan yang harmonis antara ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik disekolah.


[1][6] Thursan Hakim, Op.Cit., hlm 13-16
 
b.    Lingkungan sosial masyarakat. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran dan anak terlantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilikinya.
c.    Lingkungan sosial keluarga. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaan keluarga, semuanya memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Jika hubungan keluarga dengan baik dan harmonis maka akan membantu aktivitas belajar dengan baik.
Keluarga yang memiliki banyak sumber bacaan dan anggota-anggota keluarganya gemar membaca dan membaca akan memberikan dukungan yang positif terhadap perkembangan belajar dari anak. Sebaliknya keluarga yang miskin dengan sumber bacaan dan tidak senang membaca tidak akan mendorong anak-anaknya untuk senang belajar. Hubungan yang akrab, dekat, penuh rasa kasih sayang-menyayangi, saling mempercayai, saling membantu, saling tenggng rasa, dan saling mengerti.[1][7]
2.    Lingkungan non sosial
a.    Lingkungan alamiah.
Seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar yang tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap, suasana yang sejuk dan tenang. Lingkungan alamiah tersebut merupakan faktor-faktor yang dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa. Sebaliknya jika kondisi lingkungan alam tidak mendukung, proses belajar siswa akan terhambat.
b.    Lingkungan instrumental.


[1][7] Nana Syaodah Sukmadinata, Op. Cit., hlm.164
Lingkungan instrumental yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan menjadi dua mcam. Pertama hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar, lapangan olahraga dan lain sebagainya. Kedua software, seperti kurikukulum sekolah, buku panduan, silabi, dan lain sebagainya.
c.    Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa)
Faktor ini hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan siswa. Karena itu agar guru dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap aktivitas belajar siswa, maka guru harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan kondisi siswa.[1][8]
d.   Faktor Waktu
Bahwa waktu (kesempatan) merupakan faktor yang cukup penting. Kebanyakan pelajar tidak bisa membagi atau memanfaatkan waktu dengan seimbang antara waktu belajar dengan waktu istirahat (refreshing). Maka seseorang yang memiliki hasil belajar yang baik mereka dapat menggunakan dan membagi waktunya dengan baik. Perlu dipahami bahwa refresing atau hiburan tidak ada salahnya kita adakan dalam mengisi waktu, karena hiburan atau rekreasi bermanfaat untuk menyegarkan pikiran.[2][9]
C.  Peran Faktor yang Memengaruhi Belajar terhadap Hasil Belajar
Faktor-faktor yang telah di terangkan diatas dalam banyak hal saling berkaitan dan memengaruhi satu sama lain. Seorang siswa yang bersikap conserving terhadap ilmu pengetahuan atau bermotif ekstrinsik (faktor eksternal) umpanya biasanya cenderung mengambil pendekatan belajar yang sederhana dan tidak mendalam. Sebaliknya, jika seorang siswa yang beriniteligensi tinggi (faktor internal) dan mendapat dorongan positif dari orangtuanya (faktor eksternal), mungkin akan memilih pendekatan belajar yang lebih mementingkan kualitas hasil belajar. Jadi, karena pengaruh faktor-faktor


[1][8] Bahruddin dan Nur Wahyuni,Op. Cit., hlm. 27-28
[2][9] Thursan Hakim, Op.Cit.,  hlm.15
 
tersebut diataslah, muncul siswa-siswa yang high-achievers (berpestasi tinggi) dan underachievers (berprestasi rendah) atau gagal sama sekali. Dalam hal ini, seorang guru yang kompoten dan profesional diharapkan mampu mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan munculnya kelompok siswa yang menunjukkan gejala kegagalan dengan berusaha mengetahui dan mengatasi faktor yang menghambat proses belajar mereka.[1][10]
Dalam faktor-faktor yang memengaruhi belajar siswa seperti yang telah diterangkan diatas, faktor psikologis (rohaniyah) terdapat faktor bakat. Peran bakat dalam keberhasilan belajar ada yang mengatakan bahwa bakat sangatlah berperan penting dalam hasil belajar. Hubungan antara bakat dengan prestasi belajar yaitu; Perwujudan nyata dari bakat dan kemampuan adalah prestasi (Utami Munandar, 1992), karena bakat dan kemampuan sangat menetukan prestasi seseorang. Orang yang memiliki bakat matematika diprediksikan mampu mencapai prestasi yang menonjol dibidang matematika. Prestasi yang menonjol dibidang matematika merupakan cerminan dari bakat khusus yang dimiliki dalam bidang tersebut.
Perlu ditekankan bahwa karena bakat masih bersifat potensial, seseorang yang berbakat belum tentu mencapai prestasi yang tinggi dalam bidangnya jika tidak mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan bakatnya secara maksimal. Bakat khusus yang memperoleh kesempatan maksimal dan dikembangkan sejak dini serta didukung oleh fasilitas dan motivasi yang tinggi, akan dapat terealisasikan dalam bentuk prestasi unggul.[2][11]
Peran bakat dalam keberhasilan belajar yaitu dapat diringkas bahwasanya individu yang memiliki bakat khusus dan memperoleh dukungan internal maupun eksternal, yaitu memiliki minat yang tinggi terhadap bidang yang menjadi


[1][10] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2010), hlm. 129-130
[2][11] Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 80
bakat khususnya, memiliki motivasi berprestasi yang tinggi, memilki daya juang tinggi, dan ada kesempatan maksimal untuk mengembangkan bakat khusus tersebut secara optimal maka akan memunculkan kinerja atau kemampuan unggul dan mencapai prestasi yang menonjol.[1][12]


[1][12] Ibid, hlm. 81

IV.   KESIMPULAN
                Belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau potensi perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau latihan yang diperkuat. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya.
                Faktor internal yaitu faktor faktor yang berasal dari dalam diri seseorang itu sendiri dan dapat memengaruhi terhadap belajarnya. Faktor internal dibedakan menjadi dua  yaitu faktor fisiologis, dan faktor psikologis.
Faktor eksternal yaitu faktor faktor yang berasal dari lingkungan luar dan dapat mempengaruhi terhadap belajarnya. Faktor eksternal dibedakan menjadi dua, yaitu lingkungan sosial dan lingkungan non sosial. Lingkungan sosial meliputi; lingkungan sosial sekolah, lingkungan sosial masyarakat, dan lingkungan sosial keluarga. Sedangkan lingkungan non sosial meliputi; lingkungan alamiah. lingkungan instrumental, faktor materi pelajaran, dan faktor waktu.
Peran faktor yang mempengaruhi belajar terhadap hasil belajar, salah satunya yaitu bakat, bakat yaitu faktor yang berasal dari faktor psikologi (rohaniyah). Peran bakat dalam keberhasilan belajar yaitu dapat diringkas bahwasanya indiviu yang memiliki bakat khusus dan memperoleh dukungan internal maupun eksternal, yaitu memiliki minat yng tinggi terhadap bidang yang menjadi bakat khususnya, memiliki motivasi berprestasi yang tinggi, memilki daya juang tinggi, dan ada kesempatan maksimal untuk mengembangkan bakat khusus tersebut secara optimal maka akan memunculkan kinerja atau kemampuan unggul dan mencapai prestasi yang menonjol.


V.  PENUTUP
Demikian makalah ini saya buat. Saya sadar bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca sangat diharapkan agar makalah yang kedepan dapat lebih baik. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semuanya, Amin.
                                               DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad dan Mohammad Asrori. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara. 2008
Baharuddin dan Nur Wahyuni. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Ar-Ruzz Media. 2010
Hakim, Thursan. Belajar Secara efektif. Jakarta: Puspa Swara. 2000
Mustaqim. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2001
Sukmadinata, Nana Syaodah. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT.Remaja Rosda Karya. 2009
Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. 2010.






No comments:

Post a Comment