Monday, March 10, 2014

Peningkatan Hasil Belajar Mata Pelajaran Bahasa Indonesia pada Materi Menulis Puisi melalui Pendekatan Contextual Teaching Learning Siswa

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Kompetensi menulis merupakan kompetensi yang harus dikuasai siswa dalam proses pembelajaran bahasa, karena merupakan salah satu skill yang penting. Menulis merupakan suatu proses (Parera :1993,3). Oleh karena itu, menulis harus mengalami tahap prakarsa, tahap  pelanjutan, tahap  revisi, dan tahap pengakhiran. Dalam tahap prakarsa, sebelum penulis menulis, harus mencari ide yang akan dituangkan, kemudian dilanjutkan dengan tahap  pelanjutan, yaitu penulis mulai mengembangkan idenya. Setelah selesai mengembangkan, ide harus direvisi karena sebagai seorang manusia tidak lepas akan kesalahan. Setelah tulisan itu direvisi, maka ada tahap pengakhiran, atau tahap penyelesaian yaitu tahap selesai yang siap untuk dipublikasikan. Apabila tahap-tahap tersebut dilaksanakan secara sistematik, maka hasil menulis seseorang akan lebih baik.
Dalam kurikulum sejak kelas V SD  terdapat pembelajaran menulis baik menulis kreatif maupun nonkreatif.  Oleh karena itu seharusnya siswa sudah pandai menulis pada waktu kelas V SD. Di samping itu dalam kurikulum pun diajarkan menulis kreatif dan menulis non kreatif. Namun realitanya siswa masih merasa  kesulitan dalam hal menulis  khususnya pada menulis kreatif yaitu menulis puisi.
Puisi adalah karangan atau tulisan yang indah yang mempunyai makna tertentu dan mempunyai nilai estetis. (Jalil: 1990,13). Karangan atau tulisan yang indah itu dapat berasal dari pengalaman penyair ataupun dari penggambaran sesuatu.
Dalam pembelajaran penulisan puisi banyak dijumpai siswa kesulitan dalam menemukan ide atau gagasan yang harus dituangkan di dalam puisi mereka. Penyebab kesulitan dalam menemukan ide atau gagasan salah satunya disebabkan oleh guru, dalam mengajarkan yaitu dengan menggunakan metode ceramah dalam kelas sehingga siswa akan merasakan jenuh dan bosan. Pembelajaran yang diharapkan tidak tercapai. Oleh sebab itu guru dituntut untuk pandai-pandai  dalam mencari metode atau teknik yang  bisa membuat siswa mudah dalam memahami materi penulisan   puisi dengan menggunakan teknik pengamatan objek secara langsung.
Berdasarkan pengamatan, pada kelas V SDN PAIT 2 , rata-rata kemampuan menulis puisi siswa sangat rendah dapat dibuktikan dengan berdasarkan rata-rata nilainya 6. Rendahnya kemampuan menulis puisi pada siswa kelas V SDN PAIT 2 Kecamatan Kasembon Kabupaten Malang salah satu faktor utamanya adalah metode yang digunakan dalam pembelajaran untuk mengajarkan materi ini. Pada  SDN PAIT 2 pembelajaran puisi  menggunakan metode ceramah, dengan cara  siswa diberi ceramah tentang puisi.  Padahal metode ceramah menuntut konsentrasi yang terus menerus, membatasi  partisipasi siswa, sehingga siswa akan merasa jenuh dan bosan. Setelah itu siswa diberi tugas untuk membuat puisi, minggu  berikutnya tugas itu dikumpulkan. Dengan metode seperti itu siswa merasa tertekan, sehingga siswa sulit dalam menemukan ide, dan akhirnya  siswa merasa kesulitan dalam menulis puisi.
Berangkat dari permasalahan tersebut, yang mulanya menggunakan metode ceramah, maka peneliti mencoba untuk menerapkan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) dengan melalui pengamatan objek secara langsung dalam penulisan puisi. Oleh karena itu peneliti mengambil judul ” Peningkatan Hasil Belajar Mata Pelajaran Bahasa Indonesia pada Materi Menulis Puisi melalui Pendekatan Contextual Teaching Learning Siswa Kelas V SDN PAIT 2 Kecamatan Kasembon Kabupaten Malang”.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,  masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
  1. Bagaimana pendekatan Contextual Teaching Learning dalam pembelajaran bahasa Indonesia pada materi menulis puisi siswa kelas V di SDN PAIT 2 Kecamatan Kasembon Kabupaten Malang ?
  2. Apakah hasil belajar siswa kelas V mata pelajaran bahasa Indonesia dapat meningkat dengan menggunakan pendekatan Contextual Teaching Learning di SDN PAIT 2 Kecamatan Kasembon Kabupaten Malang ?

C.    Tujuan Perbaikan
Sesuai dengan rumusan masalah di atas maka tujuan yang akan dicapai  adalah:
  1. Untuk mengetahui bagaimana pendekatan Contextual Teaching Learning dalam pembelajaran bahasa Indonesia pada materi menulis puisi siswa kelas V di SDN PAIT 2 Kecamatan Kasembon Kabupaten Malang ?
  2. Untuk mengetahui apakah hasil belajar siswa kelas V mata pelajaran bahasa Indonesia dapat meningkat dengan menggunakan pendekatan Contextual Teaching Learning di SDN PAIT 2 Kecamatan Kasembon Kabupaten Malang ?

D.    Manfaat Perbaikan
Hasil program ini dengan pendekatan Contextual Teaching Learning ini dapat bermanfaat dari segi teoritis dan praktis :
  1. Manfaat teoritis
Dari segi teoritis, penelitian ini  akan menambah ilmu, khususnya untuk mengembangkan keterampilan mengapresiasi sastra, yang difokuskan dalam menulis puisi yang mempertimbangkan jenis, tema, serta amanat puisi yang cocok dan tepat bagi anak SD dan sederajatnya.
  1. Manfaat praktis
a.       Guru : Guru dapat menggunakan metode pembelajaran penulisan puisi dengan Pendekatan Contextual Teaching Learning dengan pengamatan objek sehingga mempermudah dalam pengajarannya.

b.      Siswa : Siswa lebih aktif dan mendapatkan pemelajaran dengan baik

c.       Pembaca : Pembaca mendapatkan pengalaman tentang pemelajaran puisi, khususnya menulis puisi dengan teknik pengamatan objek secara langsung.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.    Hakekat Puisi
1. Pengertian Puisi
Puisi pada hakikatnya teori puisi mengkomunikasikan pengalaman yang  penting-penting karena puisi lebih terpusat dan terorganisasi.(Badrun 1989:2). 
Puisi berhubungan dengan pengalaman (Perrinel 1988:512). Beberapa   sastrawan telah mencoba memberi definisi  sebagai berikut: (1) Puisi adalah seni peniruan, gambar bicara, yang bertujuan untuk mengejar kesenangan, (2) Luapan secara spontan perasaan terkuat yang bersumber dari perasaan yang terkumpul dari ketenangan (3) Puisi adalah lahar imajinasi yang menahan terjadinya gempa bumi, (4) puisi adalah ekspresi konkrit dan artistik pemikiran manusia dalam bahasa yang emosional yang berirama, (5) Puisi adalah pengalaman imajinatif yang bernilai dan berarti sederhana yang disampaikan dengan bahasa yang tepat, (6) puisi adalah pendramaan pengalaman yang bersifat menafsirkan dalam bahasa berirama.
Altenbernd (1970:2) puisi adalah pendramaan pengalaman yang bersifat penafsiran (menafsirkan) dalam bahasa berirama (bermetrum) ( as the interpretive dramatization of experience in metrical language). Maksud  pengertian diatas adalah bahwa pendramaan di sini  adalah orang penyair mengubah atau menceritakan pengalaman melalui puisi dengan bahasa yang terstruktur. Pengalaman itu dapat berupa pengalaman menyedihkan, menyenangkan, dan mengharukan.  
Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah. Dari pengertian tersebut bahwa puisi di buat seindah mungkin baik dilihat dari dari  bahasa, susunan dan keindahan secara umum.
Carlyle berkata, puisi merupakan pemikiran yang bersifat musical. Dalam perkataan tersebut bahwa pemikiran yang bersifat musikal yaitu irama, bunyi, yang ada dalam puisi tersebut serasi dan mempergunakan orkestasi bunyi. Wordswoth mempunyai gagasan bahwa puisi adalah pernyataanperasaan yang imajinatif yaitu perasaan yang  direkaan atau diangankan. Berdasarkan pengertian tersebut puisi dapat sebagai ungkapan seseorang / perasaan yang dirasakan baik itu secara langsung ataupun tidak secara langsung.
Kemudian Shelly mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam hidup kita.Misalnya saja peristiwa yang sangat mengesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat, seperti kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan kesediaan  karena kematian. Jadi di sini dapat dikatakan sebagai ungkapan baik itu ungkapan kesedihan ataupun berupa kesenangan yang terekam dalam pikiran kita.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa puisi adalah ekspresi pengalaman yang ditulis secara sistematik dengan bahasa yang puitis. Kata puitis sudah mengandung keindahan yang khusus untuk puisi. Disamping itu puisi dapat membangkitkan perasaan yang  menarik perhatian, menimbulkan tanggapan yang jelas atau secara umum menimbulkan keharuan.
2. Jenis-Jenis Puisi
Berdasarkan isi yang terkandung puisi dapat dibagi menjadi tiga yaitu:
a.       Puisi epik disebut juga puisi naratif (Cohen, 1973:184-185),bentuk puisi ini agak panjang dan berisi cerita kepahlawanan, tokoh kebangsaan, masalah surga, neraka, tuhan, dan kematian. Di samping itu puisi  epik tersebut dapat dikatakan bahwa penyair menceritakan hal-hal diluar dirinya. Dari pengertian tersebut dikatakan bahwa puisi epik tersebut dapat dikatakan bahwa penyair menceritakan hal yang tidak akan pernah belum dialami. Dalam pembuatan puisi dapat bersumber dari cerita orang lain atau dari membaca buku yang bersangkutan.Adapun yang termasuk puisi epik dalam sastra Indonesia antara lain syair dan balada.
b.      Puisi lirik merupakan puisi yang bersifat subjektif, personal,. Artinya penyair menceritakan masalah-masalah yang bersumber dari dalam dirinya. Puisi ini bentuknya agak pendek dan biasanya menggunakan kata ganti orang pertama. Isinya tentang cinta, kematian, masalah muda dan tua. Adapun yang termasuk puisi lirik antara lain sonata, eligi, ode, dan himne. Puisi lirik banyak dijumpai dalam karya-karya Amir Hamzah, misalnya  sebagai berikut:

TURUN KEMBALI

Kalau aku dalam engkau
Dan engkau dalam aku
Adakah begini jadinya
Aku hamba engkau penghulu

Aku dan engkau berlainan
Engkau raja, maha raja
Caha halus tinggi mengawang
Pohon rindang menaun dunia

Di bawa teduh engkau kembangkan
Aku berhenti memati hari
Pada bayang engkau mainkan
Aku melipur meriang hati

Diterangi cahaya engkau sinarkan
Aku menaiki tangga mengawan
Kecapi firduisi melana telinga
Menyentuh gamnbuh dalam hatiku

Terlihat ke bawah
Kandil kemerlap
Melambai cempaka ramai tertawa
Hati duniawi melambung tinggi
Berpaling aku turun kembali
(Hamzah, 1985 a:24)


a.       Puisi dramatik. Puisi ini bersifat objektif dan subjektif. Dalam hal ini seolah-olah penyair keluar dari dirinya dan berbiccara melalui tokoh lain. Dengan kata lain, dalam puisi ini penyair tidak menyampaikan secara langsung pengalaman yang ingin diungkapkan tetapi disampaikan melalui tokoh lain sehingga tampaknya seperti sebuah dialog. Menurut Rollof (1973:65)unsur yang menonjol  dalam puisi dramatik adalah kemampuan memberi sugesti. Bagi Doreksi (1988:147)Puisi dramatik merupakan drama dalam sajak, dihilangkan untuk dibaca bukan untuk dipentaskan.
Adapun contoh puisi dramatik dapat dilihat pada  puisi Taufik Ismail berikut ini:


SEORANG TUKANG RAMBUTAN KEPADA ISTRINYA


“Tadi siang ada yang mati,
Dan yang mengantar banyak seklali
Ya. Mahasiswa-mahasiswa itu. Anak-anak sekolah
Yang dulu berteriak dua ratus, dua ratus!
Sampai bensi juga turun harganya
Sampai kita bias naik bis pasar yang murah pula.
Mereka kehausan dalam panas bukan main
Terbakar mukanya di atas trukterbuka
Saya lemparkat sepuluh ikat rambutan kita Bu
Biarlah sepuluh ikat huga
Memang sudah rejeki mereka
Mereka berteriak kegirangan dan berebutan
Seperti anak-anak kecil
Dan menyoraki saya. Betul bu, menyoraki saya
“Hidup tukang rambutan ! hidup tukang rambutan
Dan ada yang turun dari truk, bu
Mengejar dan menyalami saya
“Hidup rakyat!” teriaknya
Saya dipanggul dan diarak-arak sebentar
“Hidup pak rambutan!” sorak mereka
“Terima kasih pak, terima kasih!
“Bapak setuju kami bukan ?”
Saya menganguk-angguk. Tak bias bicara
“Doakan perjuangan kami pak!”
Mereka naik truk kembali
Masih meneriakkan terima kasihnya
“Hidup pak rambutan! Hidup rakyat!
Saya tersedu belum pernah seumur hidup
Orang berterima kasih begitu jujurnya
Pada orang kecilnya seperti kita”

B. Unsur-Unsur Pembentuk Puisi
  1. Diksi
Dalam puisi kata-kata sangat besar  peranannya. Setiap kata mempunyai  fungsi tertentu dalam menyampaikan  ide penyairnya.  Meyer  (1987:457)  mengatakan bahwa dalam fungsinya untuk  memadatkan suasana, lembut, dan bersifat ekonomis Jadi kata-kata dalam puisi hendaknya disusun sedemikian serupa sehingga dapat menyalurkan pikiran, perasaan  penulisanya dengan baik.Sehubungan dengan hal itu Meyer (1987:457-548) membagi diksi dalam tiga tingkat yaitu :
    1. ­diksi formal adalah bermartabat, inpersonal dan menggunakan bahasa yang tinggi.
    2. diksi pertengahan. Diksi ini agak sedikit tidak formal dan biasanya kata-kata yang digunakan adalah yang dipakai oleh kebanyakan orang yang berpendidikan.
    3. Diksi informal mencakup dua bahasa yaitu bahasa sehari-hari yang dalam hal ini termasuk slang, dan dialek yaitu meliputi dialek geografis dan sosial. Diksi dapat berupa denotasi dan konotasi.Denotasi merupakan makna kata   18  dalam kamus, makna kata objektif  yang pengertiannya menunjuk pada benda yang diberi nama dengan kata kata itu.Satu sisi Alternberd (1970: 10) mengatakan bahwa kumpulan asosiasi perasaan  yang terkumpul dalam sebuah kata yang diperoleh melalui setting yang dilukiskan disebut konotasi. Meyer (1987:549) melihat bahwa konotasi adalah bagaimana kata digunakan dan asosiasi orang yang timbul dengan kata itu. Tentu saja makna konotasi sangat tergantung pada konteksnya. Makna konotasi dapat diperoleh melalui asosiasi dan sejarahnya.
  1. Pengimajian
Pengimajian dapat memberi gambaran yang jelas, menimbulkan suasana yang khusus, membuat hidup (lebih hidup) gambaran dalam pikiran, dan penginderaan untuk menarik perhatian, untuk memberikan kesan mental atau bayangan visual penyair, menggunakan gambaran-gambaran angan.
Imaji adalah gambaran-gambaran angan, gambaran pikiran, kesan mental atau bayangan visual dan bahasa yang  menggambarkannya. Coombes mengatakan bahwa dalam tangan penyair yang baik imaji itu segar dan hidup, berada dalam puncak keindahannya untuk mengintensifkan, menjernihkan, dan memperkaya.
Citraan menurut Alternberd merupakan unsur yang penting dalam puisi karena dayanya untuk menghadirkan  gambaran yang konkret, khas, menggugah dan mengesankan. Brook dan Waren mengatakan bahwa citraan juga dapat merangsang imajinasi dan menggugah pikiran dibalik sentuhan indera serta dapat pula sebagai alat interpretasi.
  1. Kata konkret
Kata konkret adalah kata-kata yang digunakan oleh penyair untuk   19  menggambarkan suatu lukisan keadaan atau suasana batin dengan maksud untuk membangkitkan imaji pembaca.
Waluyo mengatakan dengan kata yang diperkonkret, pembaca dapat membayangkan secara jelas peristiwa atau keadaan yang dilukiskan oleh penyair. Misalnya saja penyair melukiskan seorang gadis yang benar-benar pengemis gembel.Penyair mempergunakan kata-kata gadis kecil berkaleng kecil.
  1. Bahasa Figuratif
Menurut Waluyo bahasa figuratif adalah majas. Dengan bahasa figuratif,  membuat puisi lebih indah, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Dalam bukunya kamus Istilah Sastra, Panuti Sujiman menyebutkan kiasan adalah majas yang mengandung perbandingan yang tersirat sebagai pengganti kata atau ungkapan lain untuk melukiskan kesamaan atau kesejajaran makna.
Rahmat Joko Pradopo dalam bukunya pengkajian puisi menyamakan kiasan dengan bahasa figuratif dan memasukkan metafora salah satu bentk kiasan. Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa pada umumnya bahasa figuratif dipakai untuk menghidupkan lukisan, untuk mengkonkretkan dan lebih mengekspresikan perasaan yang diungkapkan. Dengan demikian, pemakaian bahasa figuratif menyebabkan konsep-konsep abstrak terasa dekat pada pembaca karena dalam bahasa figuratif oleh penyair diciptakan kekonkretan, kedekatan, keakrabatan dan kesegaran.

  1. Versifikasi
Versifikasi meliputi ritma, rima, dan metrum. Secara umum ritma dikenal sebagai irama, yakni pergantian turun naik panjang pendek, keras lembut ucapan bunyi bahasa dengan teratur.
Panuti Sujiman memberikan pegertian  irama dalam puisi sebagai alunan yang dikesankan oleh perulangan dan pergantian kesatuan bunyi dalam arus panjang pendeknya bunyi keras lembutnya tekanan, dan tinggi rendahnya nada karena sering bergantung pada pola matra., irama dalam persajakan pada umumnya teratur.
Rima adalah pengulangan bunyi di dalam baris atau larik puisi, paa akhir baris puisi atau bahkan juga pada keseluruhan baris dan bait puisi. Adapun metrum adalah irama yang tetap, artinya pergantiannya sudah tetap   22  menurut pola tertentu. Hal ini disebabkan oleh (1) jumlah suku kata yang tetap, (2) tekanan yang tetap, dan (3) alun suara menaik dan menurun yang tetap.
  1. Tipografi
Tipografi merupakan pembeda yang paling awal dapat dilihat dalam membedakan puisi dengan prosa fiksi dan drama. Tipografi merupakan bentuk dari puisi yang bermacam-macam tergantung yang mengarangnya. Adapun fungsi tipografi adalah: untuk keindahan indrawi dsan mendukung makna.

  1. Sarana Retorika
Sarana retorika adalah muslikhat pikiran. Muslikhat pikiran ini berupa bahasa yang tersusun untuk mengajak pembaca berpkir. Sarana retorika berbeda dengan bahasa kiasan atau figurative dan  citraan memperjelas gambaran atau mengkonkretkan dan menciptakan perspektif yang baru melalui perbandingan sedangkan sarana retorika adalah alat untuk mengajak pembaca berfikir supaya lebih menghayati gagasan yang dikemukakan.
C. Pembelajaran Menulis Puisi
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, bahwa menulis  merupakan suatu proses, maka pembelajaran menulis puisi dilakukan secara  bertahap-tahap sampai menciptakan hasil yang memuaskan. Utami Munandar (1993) menyimpulkan ada empat tahap dalam proses pemikiran kreatif untuk menulis puisi. Diantaranya adalah:  
  1. tahap persiapan dan usaha
  2. tahap inkubasi atau pengendapan
  3. tahap iluminasi
  4. tahap verifikasi.
  Pada tahap persiapan dan usaha seseorang akan mengumpulkan informasi dan data yang dibutuhkan. Makin banyak pengalaman atau informasi yang dimiliki seseorang mengenai masalah atau tema yang digarapnya, makin memudahkan dan melancarkan pelibatan dirinya dalam proses tersebut.
Tahap inkubiasi atau pengendapan, setelah semua informasi dan pengalaman yang dibutuhkan serta berusaha dengan pelibatan diri sepenuhnya untuk menimbulkan ide-ide sebanyak mungkin, maka biasanya diperlukan waktu untuk mengendapkan semua gagasan tersebut, diinkubasi dalam alam prasadar. Tahap iluminasi, akan mencoba mengekspresikan masalah tersebut dalam puisi. Tahap selanjutnya adalah tahap verifikasi yaitu penulis  melakukan penilaian secara kritis terhadap karyanya sendiri. Verifikasi juga dapat dilakukan dengan cara membahas atau mendiskusikannya  dengan orang lain untuk mendapatkan masukan bagi penyempurnaan karya tersebut maupun karya selanjutnya.
Setelah menyimak tahap-tahap yang disampaikan oleh Utami Munandar, penulis menyederhanakan sebagai berikut:
1)      ­Tahap prakarsa
Tahap prakarsa merupakan tahap pencarian ide untuk dituangkan dalam bentuk tulisan yang berupa puisi. Ide-ide dapat berupa pengalaman-pengalaman seseorang untuk melakukan tugas atau memecahkan masalah-masalah tertentu. Di   samping itu ide dapat dicari dari sesuatu yang langsung dilihat. Makin banyak orang mempunyai ide, makin mudah untuk menulis puisi.
2)      ­Tahap Pelanjutan
Tahap ini merupakan tahap tindak lanjut dari tahap pencarian ide setelah seseorang mendapatkan ide-ide dari  berbagai sumber dan cara,kemudian dilanjutkan dengan mengembangkan ide-ide tersebut menjadi sebuah puisi.  Dalam tahap pelanjutan ini, setelah dikembangkan kemudian direvisi, karena manusia tidak akan lepas dari kesalahan.
3)      ­Tahap Pengakhiran
Adapun puisi yang diajarkan siswa  adalah puisi transparan yang merupakan bentuk puisi sederhana atau dapat disebut dengan puisi diaphan. Di samping itu dalam latihan penulisan puisi ini tidak hanya untuk mempertajam pengamatan dan meningkatkan kemampuan bahasa , akan tetapi siswa diharapkan dapat memperoleh minat segar yang muncul dari kedalaman puisi itu sendiri. 

Adapun cara membina siswa agar mereka dapat menulis dengan baik  adalah
a.       Memanfaatkan model atan teknik : Dalam pemanfaatan model mungkin siswa diperkenalkan atau diperlihatkan puisi yang mudah dipahami dan unsur-ursur yang terkandung di dalamnya  jelas. Apabila guru tersebut dengan menggunakan teknik guru berusaha mencari teknik yang cocok oleh siswa tersebut.
b.      Unsur-unsurnya :     Dalam pembelajaran menulis puisi, sebelum siswa mulai menulis dijelaskan mengenai unsur-unsur yang terkandung dalam puisi.
c.       Kebakatannya : Kebakatan siswa perlu diketahui oleh  guru, kemudian bakat itu diarahkan dan dikembangkan dengan teknik-teknik tertentu.
D. Hasil Belajar
      1. Pengertian Belajar
      Salah satu kebutuhan vital bagi manusia dalam usaha mengembangkan diri serta mempertahankan eksistensinya adalah belajar sepanjang hayatnya. Tanpa belajar manusia akan mengalami kesulitan baik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan maupun dalam memenuhi tuntutan hidup dan kehidupan yang selalu berubah. Keharusan belajar sepanjang hayat sudah disepakati para pakar. Jauh sebelum itu diakui pula bahwa Islam adalah agama pertama yang merekomendasikan keharusan belajar seumur hidup. Rasulullah  Muhammad S.A.W. memotivasi umatnya dalam hadits: “Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim dan muslimat. Tuntutlah ilmu sejak buaian sampai liang kubur. Tiada amalan yang lebih utama daripada belajar”. Islam mewajibkan pemeluknya untuk belajar dan mengembangkan kemampuan nalarnya secara terus menerus bukan saja terhadap objek-objek di luar dirinya (dunia flora dan fauna, dunia anorganik,  serta alam raya), tetapi juga terhadap kehidupannya sendiri baik sebagai perorangan maupun sebagai suatu komunitas (Sudjana, 2000 : 53).
Belajar merupakan kegiatan orang sehari-hari. Kegiatan belajar tersebut dapat dihayati (dialami) oleh orang yang sedang belajar. Di   10samping itu, kegiatan belajar juga dapat diamati oleh orang lain. Kegiatan belajar yang berupa perilaku kompleks  tersebut telah lama menjadi objek penelitian ilmuan. Kompleksnya perilaku belajar tersebut menimbulkan berbagai teori belajar.
Belajar yang dihayati oleh seorang pebelajar (siswa) ada hubungannya dengan usaha pembelajaran, yang dilakukan oleh pembelajar (guru). Pada satu sisi, belajar yang dialami oleh pebelajar terkait dengan pertumbuhan jasmani yang siap berkembang. Pada sisi lain, kegiatan belajar yang juga berupa perkembangan mental tersebut juga didorong oleh tindak pendidikan atau pembelajaran. Dengan kata lain, belajar ada kaitannya dengan usaha atau rekayasa  pembelajaran. Dari segi siswa, belajar yang dialaminya sesuai dengan pertumbuhan jasmani dan perkembangan mental, akan menghasilkan hasil belajar sebagai dampak pengiring. Selanjutnya dampak pengiring tersebut akan menghasilkan program belajar sendiri sebagai perwujudan emansipasi siswa menuju kemandirian. Dari segi guru, kegiatan belajar siswa merupakan akibat dari tindak mendidik atau kegiatan mengajar. Proses belajar siswa tersebut menghasilkan perilaku yang dikehendaki, suatu hasil belajar sebagai dampak pengajaran. Ditinjau dari  acara pembelajaran, maka dampak pengajaran tersebut sejalan dengan tujuan pembelajaran (Dimyati, 2006 : 38).
Pengertian belajar yang seragam dan berlaku umum tidak mudah untuk dikemukakan. Sepanjang sejarah perkembangannya, pengertian   belajar yang diketengahkan beberapa pakar pendidikan dan psikologi ternyata bermacam ragam. Keragaman ini disebabkan oleh perbedaan latar belakang dan pandangan kepakaran masing-masing. Demikian pula fenomena kegiatan belajar yang terjadi dalam lingkungan, melalui observasi yang dilakukan para pakar, turut pula mempengaruhi keragaman pengertian yang mereka ajukan.
Gagne (1970), dalam bukunya  The Conditions of Learning, mengemukakan bahwa belajar itu adalah “perubahan disposisi atau kemampuan seseorang yang dicapai melalui upaya orang itu, dan perubahan itu bukan diperoleh secara langsung dari proses pertumbuhan dirinya secara alamiah.” Dengan pengertian ini belajar merupakan upaya yang disengaja oleh seseorang yang bertujuan untuk mencapai tujuan belajar. Upaya untuk mencapai tujuan  belajar yaitu perubahan tingkah laku, memberi petunjuk bahwa belajar  itu sendiri merupakan bagian dari tingkah laku manusia, yang mencerminkan adanya sikap dan perbuatan untuk belajar pada diri seseorang.  Dikatakan sebagai upaya perubahan tingkah laku karena kegiatan belajar bertujuan meningkatkan disposisi dan kemampuan. Disposisi yang dimaksud  disini ialah sikap, pengetahuan, ketrampilan dan nilai atau aspirasi. Adapun yang dimaksud dengan kemampuan ialah wujud penampilan seseorang dalam lingkungan tertentu, misalnya lingkungan pekerjaan dan dunia kehidupan pada umumnya. Perubahan ini tidak terjadi secara mendadak (incidential) melainkan   diperoleh dalam masa yang jelas tenggang waktunya. Oleh sebab itu hasil kegiatan belajar harus dapat dibandingkan dalam perubahan tingkah laku pada saat sebelum memasuki situasi  kegiatan belajar dengan perubahan tingkah laku setelah melakukan kegiatan belajar. Pada sisi lain, perubahan yang dicapai seseorang melalui kegiatan belajar itu harus dibedakandengan perubahan yang dapat diketahui dalam pertumbuhan seseorang. Ke dalam pertumbuhan ini termasuk perubahan tinggi badan, makin kekarnya otot karena melakukan olah raga secara teratur, dan lain sebagainya.
Singkatnya, perubahan tingkah laku  yang dimaksud dalam pendidikan adalah perubahan yang dicapai secara sengaja melalui kegiatan belajar. Pengertian lain tentang belajar dikemukakan oleh John Travers (1972) dalam bukunya  Learning Analysis and Application. Ia mengemukakan bahwa “belajar adalah suatu proses yang menghasilkan tingkah laku”. Sebelum merumuskan definisi tersebut, Travers membedakan belajar menjadi dua macam yaitu pertama, belajar sebagai proses  dan kedua,  belajar sebagai hasil. Dalam hubungan ini, yang disebut kedua, belajar sebagai hasil, merupakan akibat wajar dari yang disebut pertama yaitu, belajar sebagai proses. Dengan perkataan lain bahwa proses belajar menyebabkan hasil belajar.
Upaya menyusun pengertian belajar sebagai proses adalah lebih sulit bila dibandingkan dengan penyusunan pengertian belajar sebagai hasil. Dengan lebih dahulu membahas pengertian belajar sebagai hasil diharapkan akan lebih mempermudah untuk menjelaskan tentang  pengertian belajar sebagai proses,  sehingga hubungan antara keduanya akan lebih mudah untuk dipahami.

  b. Belajar sebagai hasil
  Belajar sebagai hasil yang berupa aktivitas adalah kebiasaan belajar yang ditumbuhkan melalui kegiatan belajar. Belajar menjadi nilai budaya yang melekat pada dirinya sehingga tiada saat dalam  kehidupannya tanpa aktivitas belajar.
Dengan demikian, belajar  sebagai hasil bermakna sebagai suatu kemampuan yang dicapai oleh seseorang setelah melalui kegiatan belajar sebagai proses, seseorang dapat berpikir, merasakan, dan bertindak di dalam dan terhadap dunia kehidupannya. Tegasnya belajar sebagai hasil adalah perubahan tingkah laku seseorang melalui proses belaajr, sedangkan perubahan tersebut harus dan dapat digunakan untuk meningkatkan ketrampilan diri dalam dunia kehidupannya.
   c. Belajar sebagai proses
Belajar sebagai proses, menunjukkan bahw abelajar itu sendiri adalah suatu proses. Belajar dimulai dengan adanya dorongan, semangat dan upaya yang timbul dalam diri seseorang sehingga orang itu melakukan kegiatan belajar. Ia melakukan kegiatan belajar dengan menyesuaikan tingkah lakunya dalam upaya meningkatkan dirinya.Dalam hubungan ini, belajar adalah perilaku mengembangkan diri melalui proses penyesuaian tingkah laku.
Penyesuaian tingkah laku itu dapat terwujud melalui kegiatan belajar, bukan karena akibat  langsung dari pertumbuhan seseorang yang melakukan kegiatan belajar itu. Dapat dikatakan bahwa belajar sebagai proses adalah kegiatan  seseorang yang dilakukan secara sengaja melalui penyesuaian tingkah alku dirinya dalam upaya untuk meningkatkan kualitas kehidupannya.
Kegiatan belajar sebagai proses memiliki unsur-unsur tersendiri. Unsur-unsur itu dapat membedakan antara kegiatan belajar dan kegiatan bukan belajar. Unsur-unsur tersebut mencakup tujuan belajar yang ingin dicapai, motivasi, hambatan, stimulus dari lingkungan, persepsi, dan respon peserta didik (Sudjana, 2000 : 103).
Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam  berbagai bentuk, seperti terjadi perubahan pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek yang ada pada diri individu yang sedang belajar. 
Mengkaji dari paparan di  atas dapat dideskripsikan bahwa belajar adalah proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar adalah suatu proses yang diarahkan kepada suatu tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar adalah proses melihat, mengamati, mendengar, menyimak, merasakan, dan memahami sesuatu yang dipelajari. Apabila kita mendiskusikan tentang cara belajar, maka kita bicara tentang cara mengubah tingkah laku seseorang melalui berbagai pengalaman yang ditempuhnya.
Tingkah laku sebagai hasil  dari proses belajar dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor yang  terdapat dari dalam diri individu (faktor internal) maupun faktor yang  berada di luar individu (faktor eksternal). Faktor internal ialah apa-apa yang dimiliki seseorang, antara lain: minat dan perhatian,  kebiasaan, memotivasi serta faktor-faktor lainnya. Sedangkan faktor eksternal dalam proses belajar dapat dibedakan menjadi tiga lingkungan, yakni lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Di antara ketiga lingkungan itu yang paling besar pengaruhnya terhadap proses dan hasil belajar siswa dalam proses belajar mengajar adalah lingkungan sekolah, seperti guru, sarana belajar, kurikulum, teman sekelas, peraturan sekolah, dan lain-lain. Unsur lingkungan sekolah yang disebutkan di atas pada hakekatnya berfungsi  sebagai lingkungan belajar siswa, yakni lingkungan tempat siswa berinteraksi, sehingga menumbuhkan kegiatan belajar pada dirinya.
Hasil interaksi tersebut berupa perubahan tingkah laku seperti pengetahuan, sikap, kebiasaan, keterampilan, dan lain-lain. Dalam konteks inilah belajar bisa bermakna sesuai dengan hakekat belajar sebagai suatu proses (Depdiknas, 2005 : 6).   16

E. Hakikat Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning)
Pembelajaran Kontekstual  (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif yaitu:
  a. Konstruktivisme (Contructivisme)
     Construktivism (konstruktivisme) merupakan landasan berpikir  (filosofi) pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh   20manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit), dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Dengan dasar itu, pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi ‘bukan’ menerima pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru.
Dalam pandangan konstruktivis strategi ‘memperoleh’ lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu, tugas guru adalah menfasilitasi proses tersebut dengan:
1)      Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa.
2)      Memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, dan
3)      Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri  dalam belajar.
   b. Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil  dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya.

             Langkah-langkah kegiatan menemukan (Inquiry):
1)      Merumuskan masalah
2)      Mengamati atau melakukan observasi
3)      Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya.
4)      Mengkomunikasikan atau menyajkan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru atau audien yang lain.
   c. Bertanya (Questioning)
     Bertanya (questioning) merupakan strategi utama dalam pembelajaran berbasis CTL. Bertanya dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa, kegiatan bertanya penting  dalam melaksanakan pembelajaran berbasis inquiri yaitu menggali informasi. Mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.
Kegiatan bertanya dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara  guru dengan siswa, antara siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas tersebut. Kegiatan bertanya dilakukan ketika berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemui kesulitan, ketika mengamati dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan tersebut mendorong untuk ‘bertanya’. 
  d. Masyarakat Belajar (Learning community)
     Konsep  Learning Community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing antar teman, antar kelompok, dan antar yang tahu ke yang belum tahu.
Dalam kelas CTL disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar yang heterogen. Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah. Hal ini bisa terjadi apabila tidak ada pihak yang merasa segan untuk bertanya, tidak ada pihak yang merasa paling tahu, semua pihak mau saling mendengarkan. Setiap pihak harus merasa bahwa setiap orang memiliki pengetahuan, pengalaman, atau ketrampilan yang berbeda yang perlu dipelajari.
   e. Pemodelan (Modeling)
 Pembelajaran dengan pemodelan adalah belajar dengan meniru  dari suatu aktivitas yang dapat ditiru. Dalam pembelajaran ini guru dapat memberikan contoh untuk membuktikan suatu identitas dari masalah dan perlu diingat bahwa guru bukanlah merupakan satu-satunya model.
   f. Refleksi (Reflection)
 Reflekfi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di  masa lalu. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas atau  pengetahuan yang baru diterima.
  g. Penilaian Sebenarnya (Authentic Assement)
     Penilaian merupakan proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru mengidentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru segera bisa mengambil tindakan yang tepat agar  siswa terbebas dari kemacetan belajar. Karena gambaran tentang  kemajuan belajar itu diperlukan di sepanjang di akhir periode (cawu/semester/akhir tahun/UNAS), tetapi dilakukan bersama dengan secara terintegrasi (tidak terpisah) dari kegiatan pembelajaran.
Sebuah kelas di katakan menggunakan pendekatan kontekstual jika menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam pembelajarannya. Dan untuk melaksanakan hal itu, secara garis besar, langkahnya adalah sebagai berikut:
a)      Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilannya.
b)      Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
c)      Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
d)     Ciptakan ”masyarakat belajar” (belajar dalam kelompok-kelompok).
e)      Hadirkan “Model”sebagai contoh pembelajaran.
f)       Lakukan refleksi diakhir pertemuan.
g)      Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

F. Pendekatan Contextual  Teaching Learning terhadap Hasil Belajar Siswa 
     pada materi Menulis Puisi
Dengan Pendekatan Kontektual (Contextual Teaching Learning) membantu mempermudah memahamkan siswa dalam proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia pendekatan ini berusaha menghadirkan keaktifan siswa dan mengetahui model-model puisi yang akan di pelajarai dalam proses pembelajaran. Pendekatan ini akan menjadikan pemahaman siswa secara realita dan bukan abstrak sehingga siswa bener-benar paham akan materi yang disampaikan oleh guru. Dengan semakin pahamnya siswa akan materi hal ini akan berpengaruh besar pada hasil belajarnya nanti.
Kalau dilihat disini adalah masalah hasil belajar siswa pada mata pelajaran bahasa Indonesia materi menulis puisi yang menggunakan pendekatan kontektual teaching learning akan punya dampak besar bagi munculnya kreatifitas siswa dalam menulis puisi. Karena siswa tidak berpikir secara abstrak lagi, tetapi mereka benar-benar paham dengan materi puisi, karena guru selalu menghadirkan model-model puisi yang memikat inspirasi dan kreatifitas siswa dalam menulis puisi.  Dengan inspirasi dan kreatifitas tinggi dalam menulis puisi tentu saja akan menjadikan hasil belajar siswa sangatlah baik.


BAB III
PELAKSANAAN PERBAIKAN
A.    Subyek Penelitian
1. Lokasi dan Waktu Perbaikan
Lokasi program perbaikan pembelajaran ini dilaksanakan di SDN PAIT 2 Desa PAIT Kecamatan Kasembon Kabupaten Malang. Waktu pelaksanaan program perbaikan dilaksanakan pada tanggal  5 April 2010 sampai 12  April 2010. Pelaksanaan siklus I program perbaikan pada 5 April 2010  dengan jam pelajaran 1 pertemuan setiap minggu pada hari Selasa sebanyak 2 x 35 menit. Sedangkan siklus II dilaksanakan pada tanggal 12  April 2010, setelah selesainya setiap siklus perbaikan diadakan evaluasi diakhir pembelajaran.
2. Mata Pelajaran
Mata pelajaran yang menjadi sasaran program perbaikan ini adalah mata pelajaran bahasa Indonesia dengan materi menulis puisi.
3. Kelas
Yang menjadi subyek program perbaikan ini adalah siswa kelas II  SDN PAIT 2 Desa PAIT Bayem Kecamatan Kasembon Malang dengan jumlah siswa 30 orang. Nama-nama siswa disajikan dalam lampiran. Yang terlibat dalam program perbaikan pembelajaran ini adalah Arik Hadinawati (guru/peneliti) dan Sri Rengganik, S.Pd  (guru/teman sejawat).
4. Karakteristik siswa
Siswa yang menjadi target program perbaikan ini mempunyai karakteristik:
a)      Siswa kurang penguasaan akan menulis puisi indah
b)      Siswa kurang aktif mengikuti pembelajaran menulis puisi
c)      Siswa tidak mau menulis puisi berdasarkan model yang telah ditunjukan oleh guru dapat menjawab pertanyaan guru.
d)     Siswa tidak ada yang menjawab pertanyaan dan bertanya dalam proses pembelajaran.

B.     Deskripsi Per - Siklus
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK). Yang dimaksud  dengan penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan di kelas untuk menyelesaikan permasalahan agar pembelajaran dapat berhasil dengan baik. Penelitian tindakan kelas ini berisi pra tindakan dan tindak lanjut.
Pada pra tindakan berisi renungan dalam mengajar sehingga dapat    menemukan kelemahan-kelemahan, kekurangan dalam pembelajaran menulis kreatif kemudian dilakukan dengan tindakn tindak lanjut yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tentang pembelajaran Bahasa Indonesia..
Adapun desain penelitiannya sebagai berikut:
    Dalam penelitian tindakan kelas (PTK), dilaksanakan dalam bentuk proses pengkajian berdaur yang terdiri atas empat tahap yaitu: Perencanaan (planning), tindakan (action), pengamatan (observation), dan reflection.
Perencanaan yaitu tindakan apa yang akan dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan menulis  puisi. Perencanaan harus dibuat oleh peneliti sebelum peneliti melangkah lebih lanjut.
Tindakan merupakan tindakan apa  yang akan dilakukan peneliti sebagai upaya perbaikan dan peningkatan. Dalam hal ini, upaya perbaikan terhadap siswa tentang kesalahan-kesalahan siswa setelah siswa menulis puisi.
Observasi atau pengamatan, yaitu mengamati hasil dari tindakan yang dilakukan penulis terhadap siswa. Kesalahan siswa ,kesulitan siswa, dan tanggapan siswa dijadikan pertimbangan untuk perencanaan siklis berikutnya.
Refleksi yaitu tindakan mengkaji, melihat, dan mempertimbangkan hasil atau dampak tindakan dari berbagai kriteria. Berdasarkan refleksi tersebut, penulis bersama-sama guru lain dapat melakukan revisi, perbaikan, terhadap awal untuk rencana berikutnya.
Siklus Pertama
Kegiatan pada siklus pertama meliputi :
a.      Perencanaan

Pada tahap perencanaan ini  dilakukan dalam pembelajaran menulis puisi adalah menentukan tema. Dalam hal itu peneliti menentukan tema lingkungan.Pembellajaran yang dilakukan dengan teknik pengamatan objek secara langsung, serta permodelan pada  siswa langsung berada dalam objek secara langsung disekitar lingkungan sekolah yang cocok untuk pembelajaran sesuai dengan tema yang telah ditentukan.
b.      Pelaksanaan
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan  selama pembelajaran menulis puisi berlangsung. Pembelajaran menulis puisi ini dilakukan dengan teknik pengamatan objek secara langsung. Pada pembelajaran ini dilakukan pengambilan data tes. Dalam pengambilan tes dengan tujuan untuk melatih siswa dalam menulis puisi.
Adapun tahap-tahap yang dilakukan sebagai berikut:
1)      Menentukan tema : Tema menulis puisi pada siklus pertama adalah lingkungan.
2)       Menentukan tujuan menulis  : Tujuan menulis puisi adalah agar para dapat mengetahui keadaan, suasana, serta  gambaran dari lingkungan yang diamati penulis puisi tersebut.
3)      Mengumpulkan data atau bahan tulisan : Dalam pengumpulkan atau bahan tulisan yang digunakan untuk menulis puisi  dilakukan dengan pengamatan objek secara langsung.
4)      Menulis Puisi : Setelah melakukan pengamatan, kemudian siswa menuliskan, dalam bentuk puisi.
c.       Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan disini adalah pengamatan yang dilakukan terhadap kegiatan siswa selama penelitian berlangsung dalam pembelajaran menulis puisi dengan menggunakan teknik pengamatan  objek secara langsung, yaitu dapat mengetahui siswa yang lancar dan paham, kemudian siswa yang  belum paham dalam penulisan puisi. Siswa yang paham akan meneliti dengn baik kemudian dituliskan kedalam puisi dengan baik,  sedangkan siswa yang tidak paham akan bingung dan mondar-mandir tidak tahu apa yang harus dilakukan.
d.      Intrumen Penelitian
Instrumen pada penelitian ini meliputi : lembar observasi, tes prestasi siswa dan dokumentasi (catatan guru, absensi dan daftar nilai). Instumen penelitian disajikan pada lampiran.
e.       Refleksi siklus I
Pada kegiatan refleksi, peneliti mengkaji hasil puisi dan perilaku siswa pada siklus I. Setelah mengetahui hasil, peneliti melakukan siklus selanjutnya dalam usaha meningkatkan keterampilan menulis puisi. Hasil refeksi yang ditemukan nantinya dimanfaatkan untuk mencari cara termudah dalam melakukan pengamatan dan menulis puisi.
Siklus Kedua
         Kegiatan pada siklus pertama meliputi :
a.      Perencanaan
Pada siklus kedua peneliti menjelaskan lagi tentang puisi dan aturan penulisan puisi, kemudian menjelaskan juga tujuan penggunaan teknik pengamatan objek secara langsung. 
b.      Pelaksanaan
Pengambilan data pada siklus kedua  dilakukan dengan mengamati lagi atau peristiwa kejadian baik yang menggambarkan objek  lingkungan yang telah diamati. Penulisan puisi pada siklus kedua dilakukan dengan tahap-tahap sebagai  berikut:
1)      Menentukan tema  : Tema menulis puisi pada siklus kedua sama tema dengan siklus yang pertama, dengan alasan agar dalam mengoreksi mudah antara hasil siklus pertama dan hasil siklus kedua.
2)      Menentukan tujuan : Tujuan menulis puisi pada siklus kedua adalah membangkitkan imajinasi siswa agar lebih mencintai mata pelajaran Bahasa Indonesia materi puisi dan sastra.
3)      Melakukan Pengamatan : Pengamatan objek tetap dilakukan degan metode pengamatan objek secara langsung. Adapun tempat pengamatan  objek sama dengan yang dilakukan pada siklus pertama.
4)      Menulis Puisi : Penyusunan puisi tetap dilakukan di luar kelas agar siswa tidak merasakan jenuh dan bosan. Dan diharapkan ketika siswa merasa kesulitan dapat bertanya dengan baik.
c.       Pengamatan
Selama tahap pelaksanaan peneliti dibantu teman sejawat melakukan observasi terhadap peristiwa yang terjadi saat program perbaikan dilaksanakan. Teman sejawat mencatat/merekam semua peristiwa yang terjadi saat peneliti mengajar saat program perbaikan dengan menggunakan lembar observasi yang telah disiapkan. Pada siklus kedua ini diharapkan siswa mengalami peningkatan
d.      Intrumen Penelitian
Instrumen pada penelitian ini meliputi : lembar observasi, tes prestasi siswa dan dokumentasi (catatan guru, absensi dan daftar nilai). Instumen penelitian disajikan pada lampiran.
e.       Refleksi siklus II
Meskipun pada siklus pertama mengalami peningkatan cukup baik,  pada siklus kedua harus mengalami peningkatan lagi.Di samping itu siswa yang sudah baik diharapkan untuk membantu temannya yang belum baik dengan cara siswa yang sudah bisa menerangkan pada siswa yang  belum bisa di luar jam pelajaran berlangsung.

C. Teknik Pengumpulan Data
1. Tes
   Data dalam menulis puisi dengan teknik pengamatan objek secara langsung adalah melalui tes. Tes dilakukan dengan pemberian tugas menulis puisi berdasarkan pengamatan objek secara langsung. Tugas ini dilakukan dengan dua kali yaitu pada siklus I dan siklus II.
Teknik tes diberikan guna mengetahui data keterampilan siswa dalam menulis puisi setelah pembelajaran teknik pengamatan objek secara langsung.

2. Nontes
Data dari teknik non tes ini peneliti lakukan untuk mengetahui keadaan yang terjadi sebenarnya selama proses pembelajaran di dalam kelas. Dalam melakukan teknik ini, peneliti menggunakan teknik observasi, wawancara, dan jurnal. 
3. Observasi
  Teknik observasi digunakan untuk mengetahui perilaku siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung. Observasi dilakukan oleh peneliti dan guru   pengampu bahasa  Indonesia kelas V SDN Sukasari 2 selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Hal ini dilakukan agar pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan guru dapat memperoleh perbaikan dalam proses belajar mengajar.
Pada tahap observasi ini  peneliti dan guru menggunakan tanda check list pada lembar observasi berdasarkan berdasarkan pengamatan proses pembelajaran berlangsung. Hasil dari observasi tersebut kemudian dianalisis dan didiskripsikan dalam bentuk uraian kalimat sesuai dengan perilaku nyata yang ditunjukan oleh siswa.
4.  Wawancara
Wawancara digunakan untuk mencari  kesulitan dan hambatan dalam pembelajaran menulis puisi siswa. Pada wawancara tersebut peneliti berusaha mengambil data dengan jawaban yang sebenarnya dan sebagian besar pada siswa yang mendapatkan nilai jelek dalam menulis puisi. Wawancara yang digunakan peneliti berisi tentang tanggapan atau pendapat siswa berkaitan dengan materi pembelajaran dan teknik pembelajaran yang dilakukan oleh penulis.
5.  Jurnal
Jurnal digunakan untuk menngetahui kesan dan pesan siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran. Jurnal tersebut  ditulis pada selembar kertas, jurnal tertsebut merupakan refleksi diri atas segala hal yang dirasakan selama proses pembelajaran secara berlangsung. Setelah itu jurnal dikumpulkan dan diserahkan pada peneliti. 

D. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan peneliti adalah teknik kuantitatif dan teknik kualitatif.
  1. Teknik Kuantitatif
Pada teknik kuantitatif, peneliti menganalisis hasil kuantitatif dari siswa. Adapun yang diperoleh dari peneliti kemudian di koreksi dengan memberikan nilai. Setelah itu nilai direkap  keseluruhannya, untuk dihitung nilai rata-rata.
Rumus yang digunakan untuk menghitung adalah sebagai berikut:
NP  = NK / JS  x 100%

Keterangan:
NP       = Nilai dalam persen
NK      = Nilai Kumulatif
JS        = jumlah siswa

  1. Teknik Kualitatif
Teknik kualitatif digunakan untuk menganalisis teknik kualitatit yang berasal dari non tes yaitu observasi atau pengamatan dan wawancara terhadap siswa. Dalam menganalisis untuk  mengetahui perubahan-perubahan dan perilaku siswa setelah diberikan  tindakan pada siklus I dan siklus II.


BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi  Per-Siklus
Hasil penelitian tindakan kelas pada menulis puisi dengan menggunakan  teknik pengamatan objek secara langsung, diperoleh dari hasil tes dan nontes, dan  terdiri dari siklus I dan siklus II. Pada tes pratindakan  ini hasilnya diperoleh dari rata-rata nilai menulis puisi sebelum diterapkan teknik pengamatan objek secara langsung. Selanjutnya dari hasil  pratindakan digunakan untuk menyusun rancangan pembelajaran pada tahap siklus I. selanjutnya hasil penilaian atau evaluasi pembelajaran pada tahap siklus I disempurnakan pada rancangan pembelajaran siklus II.

1. Hasil Tes Pra - tindakan
Hasil tes pratindakan adalah hasil proses pembelajaran menulis puisi yang belum disertai tindakan pembelajaran dengan menggunakan teknik pengamatan objek secara langsung. Hasil tes pratindakan ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal siswa SDN PAIT 2 dalam menulis puisi. Hasil tes pratindakan dapat dilihat pada tabel 1.2  berikut.

No
Kategori
Rentang Nilai
Frekuensi
Bobot Skor
Persen
Rata-rata
1
Sangat Baik
85 - 100
0
0
0 %
   1803
2
Baik
75 - 84
3
85
10  %
     30
3
Cukup
60 - 74
19
1198
63,33 %
= 60
4
Kurang
0 -  59
8
520
26, 67 %




30
1803







kurang dengan skor 0-59. Kategori cukup dengan skor 60-74 dicapai oleh siswa sebanyak 19 siswa atau 63.33%,  kategori baik dengan skor 75-84 dicapai oleh 3 siswa atau 10 %, sedangkan siswa yang mencapai kategori sangat baik atau dengan skor 85-100 belum ada.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemampuan menulis puisi siswa kelas V SDN PAIT 2 masih rendah. Rendahnya keterampilan siswa dalam menulis puisi ini disebabkan karena faktor internal yaitu dari siswa sendiri dan faktor eksternal diantaranya teknik pembelajaran yang digunakan kurang sesuai.Oleh karena itu untuk meningkatkan kemampuan menulis siwa, peneliti menggunakan teknik pengamatan objek secara langsung pada siklus I.
2. Siklus I
a. Hasil Penelitian  siklus I

Tahap siklus I merupakan tindak lanjut awal dalam menyelesaikan masalah yaitu rendahnya menulis puisi pada kelas X.A MA Al Asror. Pada siklus I proses pembelajaran menulis puisi dengan menggunakan teknik pengamatan objek secara langsung.

Tabel 1.3 . Hasil Tes Aspek Kesesuaian Isi Dengan Tema

No
Kategori
Rentang Nilai
Frekuensi
Persen
Rata-rata
1
Sangat Baik
85 - 100
0
0 %
   1803
2
Baik
75 - 84
16
53,33  %
     30
3
Cukup
60 - 74
10
33,33 %
= 60
4
Kurang
0 -  59
4
13,33 %




30




Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata kelas dalam kemampuan
kesesuaian memilih judul adalah 69,4 atau kategori cukup. Dari keseluruhan siswa
yang mendapat skor 85-100 atau kategori baik sekali belum ada, Kategori baik
dengan rentang nilai 75-84 ada 27 siswa atau 71 %, kategori cukup dengan
rentang nilai 60-75 siswa ada 10 siswa atau 26,3 %, dan kategori kurang dengan
rentang nilai 0-59 ada 1 siswa atau 2,6 %. 

Tabel 3. Hasil Tes Aspek Pilihan Kata Atau Diksi.
No Kategori  Rentang Nilai frekuensi  Persen  Rata-rata
1
2
3
4
Sangat baik
Baik
Cukup
kurang
85-100
75-84
60-74
0-59
0
30
8
0
0 %
78,9 %
21,1 %
0%
2608
38
= 68,6
     38       50 

Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata kelas dalam aspek pilihan
kata atau diksi adalah 68,6 atau kategori cukup. Dari keseluruhan siswa yang
mendapat skor 85-100 atau kategori baik sekali belum ada, Kategori baik dengan
rentang nilai 75-84 ada 30 siswa atau 78,9 %, kategori cukup dengan rentang nilai
60-75 siswa ada 8 siswa atau 21,1 %, dan kategori kurang dengan rentang nilai 0-
59 tidak ada.

Table 4. Hasil Tes Aspek Penilaian Kata Konkret
No Kategori  Rentang Nilai frekuensi  Persen  Rata-rata
1
2
3
4
Sangat baik
Baik
Cukup
kurang
85-100
75-84
60-74
0-59
0
17
20
1
0 %
44,7 %
52,6 %
2,6%
2584
38
= 68
     38    

Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata kelas dalam aspek pilihan
kata atau diksi adalah 68 atau kategori cukup. Dari keseluruhan siswa yang
mendapat skor 85-100 atau kategori baik sekali belum ada, Kategori baik dengan
rentang nilai 75-84 ada 17 siswa atau 44,7 %, kategori cukup dengan rentang nilai
60-75 siswa ada 20 siswa atau 52,6 %, dan kategori kurang dengan rentang nilai
0-59 ada 1 siswa atau 2,6 %.
   51 
Table 5. Hasil Tes Aspek Majas
No Kategori  Rentang Nilai frekuensi  Persen  Rata-rata
1
2
3
4
Sangat baik
Baik
Cukup
kurang
85-100
75-84
60-74
0-59
0
17
18
3
0 %
44,7 %
47,4 %
27,9%
2528
38
= 66,5
     38    

Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata kelas dalam aspek pilihan
kata atau diksi adalah 66,5 atau kategori cukup. Dari keseluruhan siswa yang
mendapat skor 85-100 atau kategori baik sekali belum ada, Kategori baik dengan
rentang nilai 75-84 ada 17 siswa atau 44,7 %, kategori cukup dengan rentang nilai
60-75 siswa ada 18 siswa atau 47,4 %, dan kategori kurang dengan rentang nilai
0-59 ada 3 siswa atau 7,9 %.


Table 6. Hasil Tes Aspek Penilaian Kata Konkret
No Kategori  Rentang Nilai frekuensi  Persen  Rata-rata
1
2
3
4
Sangat baik
Baik
Cukup
kurang
85-100
75-84
60-74
0-59
0
24
12
2
0 %
63,2 %
31,6 %
5,3%
2665
38
= 70,1
     38       52 

Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata kelas dalam aspek pilihan
kata atau diksi adalah 70,1 atau kategori cukup. Dari keseluruhan siswa yang
mendapat skor 85-100 atau kategori baik sekali belum ada, Kategori baik dengan
rentang nilai 75-84 ada 24 siswa atau 63,2 %, kategori cukup dengan rentang nilai
60-75 siswa ada 12 siswa atau 31,6 %, dan kategori kurang dengan rentang nilai
0-59 ada 2 siswa atau 5,3 %.

Tabel 7. Hasil Tes Keterampilan Menulis Puisi Siklus I
No Kategori Rentang
nilai
frekuensi Bobot Skor Persen Rata-rata
1
2
3
4
Sangat baik
Baik
Cukup
kurang
85-100
75-84
60-74
0-59
7
8
20
3
602
640
1340
159
18 %
21 %
53 %
8 %
2741
38
= 7,21
     38 2741   

Dari tabel 7 hasil tes keterampilan menulis puisi rata-rata 72,1. dari jumlah
keseluruhan siswa yang mendapat kategori  sangat baik dengan rentang nilai 85-
100 ada 7 orang atau 18 %, Kategori baik dengan rentang nilai 75-84 ada 8 orang
atau 21 %, kategori cukup dengan rentang nilai 60-75 ada 20 orang atau 53%, dan
kategori kurang dengan rentang nilai 0-59 ada 3 orang atau 8 %.
Pada siklus I sudah ada peningkatan  dibandingkan dengan pratindakan, Namun
peningkatan tersebut belum bias merubah dari cukup menjadi baik. Oleh karena   53 
itu masih perlu dilanjutkan lagi pada siklus II.

Hasil Nontes Siklus I
Hasil nontes terdiri dari hasil observasi, hasil jurnal siswa dan wawancara.
a. Hasil observasi
Hasil observasi terhadap sikap siswa selama proses pembelajaran sebagai berikut:
1) Saat guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan motivasi, semua siswa
memperhatikan, tenang, dan sungguh-sungguh mengikuti pembelajaran
2) Saat guru menjelaskan tentang cara menulis puisi, siswa siswa
mendengarkan dengan baik meskipun masih ada siswa yang berbicara
sendiri. Di samping itu mereka kelihatan masih bingung sebelum
dipraktekkan.
3) Ketika guru memberi kesempatan kepada siswa supaya bertanya tentang
hal-hal yang belum jelas, sebagian besar siswa hanya diam saja.
4) Ketika siswa ditugasi untuk menulis puisi dengan tema lingkungan sekitar,
siswa ada yang masih mondar-mandir, karena kurang 
memperhatikan penjelasan cara menulis puisi dengan menggunakan teknik
pengamatan objek secara langsung.

b. Hasil Jurnal Siswa
Jurnal siswa memuat ungkapan perasaan siswa yang ada kaitannya dengan 
1)  Materi yang disampaikan
2)  Respon siswa dalam mengikuti pelajaran.   54 
3)  Kemudahan dan kesulitan dalam menulis puisi 
4)  Gaya guru mengajar
Materi yang disampaikan mengenai puisi dengan menggunakan teknik
pengamatan objek secara langsung tidak terlalu sulit dan mudah dipahami
dibandingkan dengan materi sebelumnya.
Ketertarikan siswa dalam menerima  penjelasan guru lebih menarik dan
memperhatikan meskipun masih ada yang berbicara sendiri dengan temannya.
Jurnal siswa tentang kemudahan dan  kesulitan dalam menulis puisi yaitu
pemilihan kata, mencari inspirasi, dan penggunaan majas dalam puisi yang
dikarangnya.
Adapun gaya guru dalam mengajar, secara umum siswa mengatakan gurunya
lebih semangat dibandingkan dengan pembelajaran biasanya. Namun terkadang
guru dalam menerangkan terlalu cepat,  kadang siswa sampai meminta untuk
mengulangi lagi penjelasannya.


c. Hasil Wawancara 
Wawancara dilakukan guru dengan siswa. Namun tidak semuanya siswa
diwawancarai akan tetapi diambil yang nilainya paling rendah. Guru mengajukan
pertanyaan kemudian siswa menjawab dengan malu-malu dan agak grogi.
Secara umum siswa yang nilainya  rendah mengatakan bahwa mereka
kesulitan dlam memilih diksi, mencari inspirasi, dan majas dalam penulisan puisi.
   55 
4.1.3. Hasil penelitian siklus II
Siklus II ini merupakan tindak lanjut dari siklus I dengan menggunakan teknik
pengamatan ojek secara langsung.Teknik siklus ini dilaksanakan sebagai upaya
untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis puisi agar lebih mendalami
dan terbiasakan dengan pembelajaran menulis puisi.
Pelaksanaan siklus II terdiri dari tes dan nontes. Adapun hasilnya sebagai berikut.
4.1.3.1. Hasil Tes
Hasil tespada siklus II ini merupakan tindak lanjut dari siklua I. Kriteria
penilaian pada siklus II ini masih sama dengan siklus I yang meliputi 6 aspek
penilaian, diantaranya: (1) kesesuaian judul dengan isi, (2) Pilihan kata atau
diksi, (3) pilihan kata konkret, (4) penggunaan majas, (5) pemanfaatan
versifikasi (rima dan ritma), (6) Tipografi. Adapun hasilnya sebagai berikut:

Table 8. Hasil Tes Aspek Kesesuaian Judul dengan Isi.
No Kategori  Rentang Nilai frekuensi  Persen  Rata-rata
1
2
3
4
Sangat baik
Baik
Cukup
kurang
85-100
75-84
60-74
0-59
0
35
3
0
0 %
92,1 %
7,9 %
 0 %
2938
38
= 77,3
     38    

Dari tabel 8 dapat dilihat bahwa  nilai rata-rata kelas dalam aspek
kesesuaian judul dengan isi adalah 77,3  atau kategori baik. Dari keseluruhan   56 
siswa yang mendapat skor 85-100 atau kategori baik sekali belum ada, Kategori
baik dengan rentang nilai 75-84 ada 35 siswa atau 92,1 %, kategori cukup dengan
rentang nilai 60-74 siswa ada 3 siswa atau 7,9 %, dan kategori kurang dengan
rentang nilai 0-59 tidak ada.

Table 9. Hasil Tes Aspek pilihan kata atau diksi
No Kategori  Rentang Nilai frekuensi  Persen  Rata-rata
1
2
3
4
Sangat baik
Baik
Cukup
kurang
85-100
75-84
60-74
0-59
0
36
2
0
0 %
94,7 %
5,3 %
0 %
3007
38
= 79,1
     38    

Dari tabel 9 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata kelas dalam aspek pilihan
kata atau diksi adalah 79,1 atau kategori baik. Dari keseluruhan siswa yang
mendapat skor 85-100 atau kategori baik sekali belum ada, Kategori baik dengan
rentang nilai 75-84 ada 36 siswa atau 94,7 %, kategori cukup dengan rentang nilai
60-75 siswa ada 2 siswa atau 5,3 %, dan kategori kurang dengan rentang nilai 0-
59  tidak ada.

 Table 10. Hasil Tes Aspek Pilihan Kata Konkret
No Kategori  Rentang Nilai Frekuensi  Persen  Rata-rata
1  Sangat baik  85-100  0  0 %  3007
38   57 
2
3  
4
Baik
Cukup
kurang
75-84
60-74
0-59
36
2
0
94,7 %
5,3 %
0 %
= 79,1
     38    

Dari tabel 10 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata kelas dalam aspek pilihan
kata konkret adalah 73,2 atau kategori  cukup. Dari keseluruhan siswa yang
mendapat skor 85-100 atau kategori baik sekali belum ada, Kategori baik dengan
rentang nilai 75-84 ada 36 siswa atau 94,7 %, kategori cukup dengan rentang nilai
60-75 siswa ada 2 siswa atau 5,3 %, dan kategori kurang dengan rentang nilai 0-
59  tidak ada.
 

Table 11. Hasil Tes Aspek Penggunaan Majas
No Kategori  Rentang Nilai Frekuensi  Persen  Rata-rata
1
2
3
4
Sangat baik
Baik
Cukup
kurang
85-100
75-84
60-74
0-59
1
31
6
0
2,6 %
81,6 %
15,8%
0 %
2992
38
= 78,7
     38    

Dari tabel 11 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata kelas dalam aspek pilihan
kata konkret adalah 78,7 atau kategori  baik. Dari keseluruhan siswa yang   58 
mendapat skor 85-100 atau kategori baik ada 1 siswa atau 2,6 %, Kategori baik
dengan rentang nilai 75-84 ada 31 siswa atau 81,6 %, kategori cukup dengan
rentang nilai 60-74 siswa ada 6 siswa atau 15,8 %, dan kategori kurang dengan
rentang nilai 0-59  tidak ada.

Table 12. Hasil Tes Aspek Rima dan Ritma
No Kategori  Rentang Nilai Frekuensi  Persen  Rata-rata
1
2
3
4
Sangat baik
Baik
Cukup
kurang
85-100
75-84
60-74
0-59
9
27
2
0
27,3 %
71,1 %
5,2 %
0 %
3078
38
= 81
     38    

Dari tabel 12 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata kelas dalam aspek rima
dan ritma adalah 81 atau  kategori baik. Dari keseluruhan siswa yang mendapat
skor 85-100 atau kategori baik ada 9  siswa atau 27,3 %, Kategori baik dengan
rentang nilai 75-84 ada 27 siswa atau 71,1 %, kategori cukup dengan rentang nilai
60-74 siswa ada 2 siswa atau 5,2 %, dan kategori kurang dengan rentang nilai 0-
59  tidak ada.

Table 13. Hasil Tes Aspek Tipografi
No Kategori  Rentang Nilai Frekuensi  Persen  Rata-rata
1  Sangat baik  85-100  1  2,6 %  3018
38   59 
2
3
4
Baik
Cukup
kurang
75-84
60-74
0-59
34
3
0
89,5 %
7,9 %
0 %
= 79,4
     38    

Dari tabel 13 dapat dilihat bahwa  nilai rata-rata kelas dalam aspek
Tipografi adalah 79,4 atau kategori baik. Dari keseluruhan siswa yang mendapat
skor 85-100 atau kategori baik sekali  ada 1 siswa atau 2,6  %, Kategori baik
dengan rentang nilai 75-84 ada 34 siswa atau 89,5 %, kategori cukup dengan
rentang nilai 60-74 siswa ada 3 siswa atau 7,9 %, dan kategori kurang dengan
rentang nilai 0-59  tidak ada.


Tabel 14. Hasil Tes Keterampilan Menulis Puisi Siklus II
No Kategori Rentang
nilai
frekuensi Bobot Skor Persen Rata-rata
1
2
3
4
Sangat baik
Baik
Cukup
kurang
85-100
75-84
60-74
0-59
12
17
9
0
1039
1360
657
0
31 %
45 %
24 %
0%
3056
38
= 80,4
     38 3056      60 

Dari table 14 hasil tes keterampilan  menulis puisi pada siklus II dapat
dilihat bahwa kategori kurang dengan rentang 0-59 sudah tidak ada, kategori
cukup dengan rentang nilai 60-74 hanya 9 siswa atau 24 %, kategori baik dengan
rentang nilai 75-84 mencapai 17 siswa atau 45 %, kategori baik dengan rentang
nilai 75-84 mencapai 17 siswa atau 45 %,bahkan kategori sangat baik dengan
rentang nilai 85-100 dapat dicapai sampai dengan 12 siswa atau 31%.
Berdasarkan hasil tes yang telah dilaksanakan bahwa nilai rata-rata pada
siklus II mencapai 80,4. Hasil tersebut jika dibandingkan dengan hasil penelitian
siklus I, tampak peningkatan. Hasil penelitian tes siklus I hanya mencapai 7,21
dengan kategori cukup atau dengan kata lain mengalami peningkatan sebesar 8,3
atau 21,8 %.

Hasil Nontes Siklus II
Hasil non tes mencakup hasil observasi (pengamatan), hasil jurnal siswa, dan
wawancara.
a. Hasil Observasi
Proses pembelajaran dari awal sampai akhir, siswa kelihatan antusias dan
mulai mendalami tentang materi yang disampaikan. Dibuktikan banyak siswa
yang bertanya dan mereka ingin mengetahui lebih lanjut agar benar-benar paham.
Praktik dalam penulisan puisi dengan teknik pengamatan objek secara
langsung pada siklus II ini siswa lebig  bersemangat dalam melaksanakan dan
menuangkan hasilnya berupa puisi. Bahkan ada yang menulis dua puisi dengan   61 
judul yang berbeda. 

b. Hasil Jurnal Siswa 
Siswa merasa senang dengan materi yang diberikan karena siswa sering
melatih dengan mengamati objek di sekelilingnya. Siswa merasa sangat tertarik
dengan teknik pengamatan objek secara langsung karena siswa merasa
berhubungan lengsung dengan objek yang ada  disekelilingnya. Di samping itu
siswa merasa lebih mudah, karena mereka mulai membiasakan setelah melihat
atau mengetahui sebuah objek langsung dituangkan dalam bentuk puisi. 
Gaya guru dalam mengajarkan pun  lebih semangat, apalagi melihat
siswanya yang semangat untuk memperhatikan dan mempraktekannya secara
langsung. 

c. Hasil Wawancara
Wawancara dilakukan oleh guru dengan mengajukan beberapa pertanyaan
kepada siswa. Siswa dalam menjawab pertanyaan mulai akrab dan tidak grogi
lagi, karena siswa sudah terbiasa aktif ketika mengajukan  pertanyaan atau
menjawab pertanyaan megenai materi ketika proses belajar mengajar.
Pendapat siswa mengenai pembelajaran menulis puisi dengan
menggunakan teknik pengamatan objek secara langsung lebih mudah karena
siswamerasa luas dan mudah dalam mencari inspirasi, kemudian dituangkan
dalam bentuk puisi. Pilihan kata atau diksi, siswa merasa lebih mudah karena
mereka membiasakan, ketika melihat sesuatu yang menarik langsung langsung   62 
dipraktekkan untuk menulis puisi.Bahkan siswa ada yang meminta agar
pembelajaran menulis puisi ini dilakukan lagi. Sampai dengan selesai
pembelajaran siswa tidak ada yang  mengungkapkan kesulitan. Hal ini terbukti
hasil tes.

4.2. Pembahasan
Data awal pada pratindakan menunjukkan bahwa sebagian besar
kemampuan siswa dalam menulis puisi masih rendah. Masalah tersebut dikuatkan
dengan hasil tes pratindakan dengan rata nilai dibawah 6 atau kategori kurang.
Kemampuan siswa pada setiap aspek masih rendah yakni dalam aspek
kesesuaian judul dengan isi, pilihan kata /diksi, pilihan kata konkret, majas, rima
dan ritma, dan tipografi. Hal tersebut dapat dilihat hasilnya bahwa nilai rata-rata
siswa dalam aspek kesesuaian judul dengan isi 58,3. Aspek pilihan kata atau diksi
nilai rata-rata siswa 57,6. Aspek pilihan kata konkret nilai rata-rata siswa
56,3.Aspek majas nilai rata-rata siswa 57,4. Aspek rima dan ritma nilai rata-rata
siswa 59.9 dan aspek tipografi nilai rata-rata siswa 54,7.
Melihat keadaan tersebut, peneliti mencoba mengatasinya dengan teknik
pengamatan objek secara langsung. Dengan teknik pengamatan objek secara
langsung suasana proses pembelajaran pada siklus I tampak lebih semangat
dibandingkan dengan kondisi awal dan hasilnya pun menunjukkan adanya
peningkatan. Adapun hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 15. Hasil peningkatan Menulis Puisi Pada Pratindakan dan siklus I   63 
Nilai Rata-rata Kelas  No Aspek penilaian
Pratindakan siklus I
Peningkatan
1. 
2
3
4
5
6
Kesesuaian judul dengan isi.
Pilihan kata atau diksi
Pilihan kata konkret
Majas
Rima dan ritma
Tipografi
58,3
57,6
56,3
57,4
59,9
54,7
69,4
68,6
68
66,5
70,1
61,8
29,2 %
28,9 %
30,8 %
23,9 %
26,8 %
18,7 %
  Berdasarkan tabel 15 pada siklus  I nilai rata-rata kelas pada aspek
kesesuaian judul dengan isi mengalami peningkatan yang awalnya 58, menjadi
69,6 atau 29,2 %, Aspek pilihan kata atau diksi yang awalnya 57,6 menjadi 68,6
atau mengalami peningkatan sebesar 28,9 %. Aspek pilihan kata konkret yang
awalnya 56,3 menjadi 68 atau mengalami peningkatan 3,8 %. Aspek majas yang
awalnya 57,4 menjadi 66,5 atau mengalami peningkatan 23,9 %. Aspek rima dan
ritma yang awalnya 59,9 menjadi 70,1  atau mengalami peningkatan 26,8 %.
Aspek tipografi yang awalnya 54,7 menjadi 61,8 atau mengalami peningkatan
18,7 %.
Dengan mencermati hasil penelitian  pada siklus I tersebut peneliti
beranggap masih perlu rancangan pembelajaran yang dimungkinkan dapat
meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis puisi pada tahap siklus I.
Pada siklus II peneliti lebih meningkatkan lagi dengan menggunakan teknik
pengamatan objek secara langsung. Dalam proses pembelajaran siklus II kelihatan
tambah hidup dan semangat terbukti hasil pada siklus II lebih meningkat.
 Adapun hasil peningkatannya dapat dilihat dalam tabel berikut.   64 
Tabel 16. Hasil peningkatan Menulis Puisi Pada siklus I dan siklus II
Nilai Rata-rata Kelas  No Aspek penilaian
Siklus I  Siklus II
Peningkatan
1. 
2
3
4
5
6
Kesesuaian judul dengan isi.
Pilihan kata atau diksi
Pilihan kata konkret
Majas
Rima dan ritma
Tipografi
69,4
68,6
68
66,5
70,1
61,8
77,3
79,1
73,2
78,7
81
79,4
20,8 %
27,6 %
13,7 %
32,1 %
28,7 %
46,3 %
  Berdasarkan tabel 16 pada siklus  II nilai rata-rata kelas pada aspek
kesesuaian judul dengan isi yang awalnya 69,4 menjadi 77,3 atau mengalami
peningkatan 20,8 %. Aspek pilihan kata  atau diksi yang awalnya 68,6 menjadi
79,1 atau mengalami peningkatan 27,6 %. Aspek pilihan kata konkret yang
awalnya 68 menjadi 73,2 atau mengalami peningkatan 13,7 %. Aspek majas yang
awalnya 66,5 menjadi 78,7 atau mengalami peningkatan 32,1 %. Aspek rima dan
ritma yang awalnya 70,1 menjadi 81 atau mengalami peningkatan 28,7 %. Aspek
tipografi yang awalnya 61,8 menjadi 79,4 atau mengalami peningkatan 46,3 %.
Hal tersebut ternyata terbukti respon siswa dalam mengikuti pembelajaran
lebih antusias dan hasilnya pun sangat menggembirakan jika dibandingkan
dengan hasil tes pada siklus I, yaitu yang awalnya 72,1 atau kategori cukup, nilai
rata-rata pada siklus II  8,04 atau kategori baik. Jadi mengalami peningkatan    
21,8 %.

Dari hasil wawancara siswa mengatakan bahwa dengan menggunakan   65 
teknik pengamatan objek secara langsung  merasa lebih mudah dalam menulis
puisi bahkan dari hasil wawancara tersebut siswa ingin pembelajaran seperti itu
dilaksanakan lagi.
Berdasarkan hasil yang demikian peneliti merasa tidak perlu melanjutkan
tindakan pada siklus II karena hasilnya sudah menunjukkan peningkatan yang
cukup tajam.
Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa salah satu teknik yang secara
teoritis maupun praktis dapat meningkatkan kemampuan siswa MA Al Asror
dalam menulis puisi adalah dengan menggunakan teknik pengamatan objek secara
langsung. Teknik tersebut merupakan pilihan efektif jika digunakan dalam
pembelajaran menulis puisi.


Program perbaikan pada siklus I dilaksanakan pada tanggal 10 Pebruari 2010. Kegiatan Awal program perbaikan dilakukan selama 10 menit  kegiatan tersebut antara lain pertama; guru bercerita tentang tumbuhan dan binatang yang ada di sekitar kita dan disertai tanya jawab tentang hal tersebut secara umum, pertanyaan yang diajukan antara lain :
1.      Permasalahan tentang apakah mereka punya binatang peliharaan atau pernah menanam tumbuhan ditaman.
2.      Permasalahan tentang apa saja jenis binatang dan tumbuhan yang ada disekitar kita.
3.      Permasalahan bagaimana ciri-cirinya.
Kemudian dilanjutkan dengan menyampaikan tujuan pembelajaran yaitu memberitahukan bahwa tujuan belajara tentang hal ini adalah dapat menyebutkan ciri-ciri tumbuhan dan binatang berdasarkan gambar dengan tepat.
Kegiatan Inti dilakukan selama 45 menit meliputi ; Guru membagikan gambar tentang binatang dan tumbuhan kepada para siswa, kemudian menyuruh mereka untuk memperhatikan dengan seksama selama 10 menit. Dilanjutkan dengan memberikan tugas untuk menuliskan ciri-ciri binatang dan tumbuhan berdasarkan gambar yang mereka bawa masing-masing serta diuraikan.20 menit. Setelah itu guru menunjuk beberapa siswa untuk maju ke depan kelas, kemudian Guru berikan instruksi untuk membaca hasil tulisan mereka didepan kelas  kegiatan ini dilakukan selama15 menit.
Kegiatan program perbaikan diakhiri dengan guru bersama-sama siswa menyimpulkan apa yang telah dipelajari dalam kegiatan ini. Kemudian guru memberikan tes tulis. Setelah tes tulis, guru memberikan pekerjaan rumah kepada siswa sebagai pemantapan materi serta memberikan instruksi untuk menghafalkan ciri-ciri binatang dan tumbuhan kemudian di pertemuan selanjutnya akan diadakan presentasi ke depan untuk menyebutkan diskripsi binatang dan tumbuhan secara lisan tanpa petunjuk gambar.
Data pada proses rencana perbaikan pada siklus I ini telah dipaparkan secara deskriptif: yaitu mengammbarkan suasana yang terjadi saat pelaksanaan kegiatan perbaikan pembelajaran berlangsung.
b.      Pengamatan
Dari data pengamatan yang berdasarkan hasil dokumentasi didapatkan nilai pada test tulis pada siklus I adalah sebagai berikut :
Tabel 1.1 Nilai Tes Tulis Siklus I
No
Nama
Perbaikan Siklus I
1
Ana Fauziyah
54
2
Andreas Galuh Fernando
58
3
Anggreni Elvi Fernanda
58
4
Aris Setiawan
60
5
Bunga Aprilia Istigosah
66
6
Deva Sanca Kaya
60
7
Dimas Rangga Wahyudi
80
8
Diajeng elvian Damayanti
78
9
Family Faulendo
63
10
Karena wati
57
11
Lorens Cicilia Agatha
64
12
Syifa’ul Khoir
70
13
Ridwan Darmawan
48
14
Fendi Saputra
63
15
Natasya Dita Febriana
80
16
Sofia Dwiyanti
78
17
Reska Bagus Sajiwo
86
18
Nico Fransisko
70
19
Zifan Dandi H.
60
20
Retno Amara
78

Sedang dari data observasi didapatkan data tentang keadaan siswa secara global saat kegiatan perbaikan berlangsung sebagai berikut :
Tabel 1.2. Indikator keberhasilan proses pada siklus I

Aspek
Pencapaian
Cara Mengukur



No comments:

Post a Comment