DibalikTabir kebenaran Wali songo
Syech Siti Jenar adalah salah satu Wali ALLAH yang mengajarkan
kehidupan yang haqiqi,tetapi tidak diterima oleh Wali Songo ,kenapa,???ini
adalah sebagian dari sejarah untuk membuka hati dan mata manusia yang hidup didunia.
Sanggupkah manusia mempelajari ajarannya?hanya manusia yang diberi hidayah dan
dibuka tabir kehidupannya oleh sang Khaliq. Semoga apa yang diajarkannya tidak
dipandang sebelah mata,karena semua ada kebenarannya.
Beliau (juga dikenal
dalam banyak nama lain, antara lain Sitibrit, Lemahbang, dan Lemah
Abang) adalah seorang tokoh yang dianggap Sufiagama Islam di Pulau Jawa.
Tidak ada yang mengetahui secara pasti asal-usulnya. Di masyarakat terdapat
banyak varian cerita mengenai asal-usul Syekh Siti Jenar. dan juga salah satu
penyebar
Sebagian umat Islam menganggapnya sesat karena ajarannya yang
terkenal, yaitu Manunggaling Kawula Gusti. Akan
tetapi sebagian yang lain menganggap bahwa Syekh Siti Jenar adalah intelektual
yang sudah mendapatkan esensi Islam itu sendiri. Ajaran – ajarannya tertuang
dalam pupuh, yaitu karya sastra yang dibuatnya. Meskipun
demikian, ajaran yang sangat mulia dari Syekh Siti Jenar adalah budi
pekerti. Syekh Siti Jenar mengembangkan ajaran cara hidup sufi yang
dinilai bertentangan dengan ajaran Walisongo. Pertentangan praktek sufi Syekh
Siti Jenar dengan Walisongo terletak pada penekanan aspek formal ketentuan
syariah yang dilakukan oleh Walisongo.
Konsep Dan Ajaran Syekh Siti Jenar
Ajaran Syekh Siti Jenar yang paling kontroversial terkait dengan
konsepnya tentang hidup dan mati, Tuhan dan kebebasan, serta tempat berlakunya
syariat tersebut. Syekh Siti Jenar memandang bahwa kehidupan manusia di dunia
ini disebut sebagai kematian. Sebaliknya, yaitu apa yang disebut umum sebagai
kematian justru disebut sebagai awal dari kehidupan yang hakiki dan abadi.
Konsekuensinya, ia tidak dapat dikenai hukum yang bersifat
keduniawian (hukum negara dan lainnnya), tidak termasuk didalamnya hukum
syariat peribadatan sebagaimana ketentuan syariah. Dan menurut ulama pada masa
itu yang memahami inti ajaran Siti Jenar bahwa manusia di dunia ini tidak harus
memenuhi rukun Islam yang lima, yaitu: syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji.
Baginya, syariah itu baru berlaku sesudah manusia menjalani kehidupan paska
kematian. Syekh Siti Jenar juga berpendapat bahwa Allah itu ada dalam dirinya,
yaitu di dalam budi. Pemahaman inilah yang dipropagandakan oleh para ulama pada
masa itu. Mirip dengan konsep Al-Hallaj (tokoh sufi Islam yang dihukum mati pada
awal sejarah perkembangan Islam sekitar abad ke-9 Masehi) tentang Hulul yang
berkaitan dengan kesamaan sifat manusia dan Tuhan. Dimana Pemahaman ketauhidan
harus dilewati melalui 4 tahapan ; 1. Syariat (dengan menjalankan
hukum-hukum agama spt sholat, zakat dll); 2. Tarekat, dengan melakukan
amalan-amalan spt wirid, dzikir dalam waktu dan hitungan tertentu; 3. Hakekat,
dimana hakekat dari manusia dan kesejatian hidup akan ditemukan; dan 4.
Ma’rifat, kecintaan kepada Allah dengan makna seluas-luasnya. Bukan berarti
bahwa setelah memasuki tahapan-tahapan tersebut maka tahapan dibawahnya
ditiadakan. Pemahaman inilah yang kurang bisa dimengerti oleh para ulama pada
masa itu tentang ilmu tasawuf yang disampaikan oleh Syekh Siti Jenar. Ilmu yang
baru bisa dipahami setelah melewati ratusan tahun pasca wafatnya sang Syekh.
Para ulama mengkhawatirkan adanya kesalahpahaman dalam menerima ajaran yang
disampaikan oleh Syekh Siti Jenar kepada masyarakat awam dimana pada masa itu
ajaran Islam yang harus disampaikan adalah pada tingkatan ‘syariat’. Sedangkan
ajaran Siti Jenar sudah memasuki tahap ‘hakekat’ dan bahkan ‘ma’rifat’kepada
Allah (kecintaan dan pengetahuan yang mendalam kepada ALLAH). Oleh karenanya,
ajaran yang disampaikan oleh Siti Jenar hanya dapat dibendung dengan kata
‘SESAT’.
Dalam pupuhnya, Syekh Siti Jenar merasa malu apabila harus
berdebat masalah agama. Alasannya sederhana, yaitu dalam agama apapun, setiap
pemeluk sebenarnya menyembah zat Yang Maha Kuasa. Hanya saja masing – masing
menyembah dengan menyebut nama yang berbeda – beda dan menjalankan ajaran
dengan cara yang belum tentu sama. Oleh karena itu, masing – masing pemeluk
tidak perlu saling berdebat untuk mendapat pengakuan bahwa agamanya yang paling
benar. Syekh Siti Jenar juga mengajarkan agar seseorang dapat lebih
mengutamakan prinsip ikhlas dalam menjalankan ibadah. Orang yang beribadah
dengan mengharapkan surga atau pahala berarti belum bisa disebut ikhlas.
Manunggaling Kawula Gusti
Dalam ajarannya ini, pendukungnya berpendapat bahwa Syekh Siti
Jenar tidak pernah menyebut dirinya sebagai Tuhan. Manunggaling Kawula Gusti
dianggap bukan berarti bercampurnya Tuhan dengan Makhluknya, melainkan bahwa
Sang Pencipta adalah tempat kembali semua makhluk. Dan dengan kembali kepada
Tuhannya, manusia telah menjadi sangat dekat dengan Tuhannya.
Dan dalam ajarannya, ‘Manunggaling Kawula Gusti’ adalah bahwa di
dalam diri manusia terdapat ruh yang berasal dari ruh Tuhan sesuai dengan ayat
Al Qur’an yang menerangkan tentang penciptaan manusia (“Ketika Tuhanmu berfirman
kepada malaikat: “Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka
apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh Ku; maka
hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya (Shaad; 71-72)”)>.
Dengan demikian ruh manusia akan menyatu dengan ruh Tuhan dikala penyembahan
terhadap Tuhan terjadi. Perbedaan penafsiran ayat Al Qur’an dari para murid
Syekh Siti inilah yang menimbulkan polemik bahwa di dalam tubuh manusia
bersemayam ruh Tuhan, yaitu polemik paham ‘Manunggaling Kawula Gusti’.
Pengertian Zadhab
Dalam kondisi manusia modern seperti saat ini sering temui manusia
yang mengalami hal ini terutama dalam agama Islam yang sering disebut zadhab
atau kegilaan berlebihan terhadap Illa yang maha Agung atau Allah.
Mereka belajar tentang bagaimana Allah bekerja, sehingga ketika
keinginannya sudah lebur terhadap kehendak Allah, maka yang ada dalam
pikirannya hanya Allah, Allah, Allah dan Allah…. disekelilingnya tidak tampak
manusia lain tapi hanya Allah yang berkehendak, Setiap Kejadian adalah maksud
Allah terhadap Hamba ini…. dan inilah yang dibahayakan karena apabila tidak ada
GURU yang Mursyid yang berpedoman pada AlQuran dan Hadits maka hamba ini akan
keluar dari semua aturan yang telah ditetapkan Allah untuk manusia.Karena hamba
ini akan gampang terpengaruh syaitan, semakin tinggi tingkat keimanannya maka
semakin tinggi juga Syaitan menjerumuskannya.Seperti contohnya Lia Eden dll…
mereka adalah hamba yang ingin dekat dengan Allah tanpa pembimbing yang telah
melewati masa ini, karena apabila telah melewati masa ini maka hamba tersebut
harus turun agar bisa mengajarkan yang HAK kepada manusia lain seperti juga
Rasullah pun telah melewati masa ini dan apabila manusia tidak mau turun
tingkatan maka hamba ini akan menjadi seprti nabi Isa AS.Maka Nabi ISA diangkat
Allah beserta jasadnya. Seperti juga Syekh Siti Jenar yang kematiannya menjadi
kontroversi.Dalam masyarakat jawa kematian ini disebut “MUKSO” ruh beserta
jasadnya diangkat Allah.
Hamamayu Hayuning Bawana
Prinsip ini berarti memakmurkan bumi. Ini mirip dengan pesan utama
Islam, yaitu rahmatan lil alamin. Seorang dianggap muslim, salah satunya
apabila dia bisa memberikan manfaat bagi lingkungannya dan bukannya menciptakan
kerusakan di bumi.
Kontroversi
Kontroversi yang lebih hebat terjadi di sekitar kematian Syekh
Siti Jenar. Ajarannya yang amat kontroversial itu telah membuat gelisah para
pejabat kerajaan Demak Bintoro. Di sisi kekuasaan, Kerajaan Demak khawatir
ajaran ini akan berujung pada pemberontakan mengingat salah satu murid Syekh
Siti Jenar, Ki Ageng Pengging atau Ki Kebokenanga adalah keturunan elite
Majapahit (sama seperti Raden Patah) dan mengakibatkan konflik di antara
keduanya.
Dari sisi agama Islam, Walisongo yang menopang kekuasaan Demak
Bintoro, khawatir ajaran ini akan terus berkembang sehingga menyebarkan
kesesatan di kalangan umat. Kegelisahan ini membuat mereka merencanakan satu
tindakan bagi Syekh Siti Jenar yaitu harus segera menghadap Demak Bintoro.
Pengiriman utusan Syekh Dumbo dan Pangeran Bayat ternyata tak cukup untuk dapat
membuat Siti Jenar memenuhi panggilan Sri Narendra Raja Demak Bintoro untuk
menghadap ke Kerajaan Demak. Hingga konon akhirnya para Walisongo sendiri yang
akhirnya datang ke Desa Krendhasawa di mana perguruan Siti Jenar berada.
Para Wali dan pihak kerajaan sepakat untuk menjatuhkan hukuman
mati bagi Syekh Siti Jenar dengan tuduhan telah membangkang kepada raja. Maka
berangkatlah lima wali yang diusulkan oleh Syekh Maulana Maghribi ke Desa
Krendhasawa. Kelima wali itu adalah Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Pangeran
Modang, Sunan Kudus, dan Sunan Geseng.
Sesampainya di sana, terjadi perdebatan dan adu ilmu antara kelima
wali tersebut dengan Siti Jenar. Menurut Siti Jenar, kelima wali tersebut tidak
usah repot-repot ingin membunuh Siti Jenar. Karena beliau dapat meminum tirtamarta
(air kehidupan) sendiri. Ia dapat menjelang kehidupan yang hakiki jika memang
ia dan budinya menghendaki.
Tak lama, terbujurlah jenazah Siti Jenar di hadapan kelima wali.
Ketika hal ini diketahui oleh murid-muridnya, serentak keempat muridnya yang
benar-benar pandai yaitu Ki Bisono, Ki Donoboyo, Ki Chantulo dan Ki Pringgoboyo
pun mengakhiri “kematian”-nya dengan cara yang misterius seperti yang dilakukan
oleh gurunya di hadapan para wali.
Kisah Pada Saat Pasca Kematian
Kilau kemilau memancar dari jenazah Siti Jenar. Terdapat kisah
yang menyebutkan bahwa ketika jenazah Siti Jenar disemayamkan di Masjid Demak,
menjelang salat Isya, semerbak beribu bunga dan cahaya Jenazah Siti Jenar
sendiri dikuburkan di bawah Masjid Demak oleh para wali. Pendapat lain
mengatakan, ia dimakamkan di Masjid Mantingan, Jepara, dengan nama lain.
Setelah tersiar kabar kematian Syekh Siti Jenar, banyak muridnya yang mengikuti
jejak gurunya untuk menuju kehidupan yang hakiki. Di antaranya yang
terceritakan adalah Kiai Lonthang dari Semarang Ki Kebokenanga dan Ki Ageng
Tingkir.
No comments:
Post a Comment